Rabu, 29 Desember 2010

Seni Memaksimalkan Daya Tarik

Oleh: Anne Ahira

Memiliki kepribadian yang menarik pasti
diidamkan setiap insan. Saya, Anda,
maupun siapa saja. Kehadiran pribadi
yang menarik selalu dinanti-nantikan
banyak orang. Ketiadaannya dirindukan.

Pertanyaannya, kualitas istimewa APA
yang ada pada manusia, yang bisa
membuat orang lain kagum dan terpesona?
Dan... ANDA-kah orangnya?

Sebagian orang mungkin berpikir hanya
orang-orang yang cantik, ganteng secara
fisik, pintar, atau bahkan kaya yang
memiliki daya tarik? Sebenarnya tidak
demikian!

Setiap orang berpotensi untuk menjadi
seorang insan yang memiliki daya tarik
tinggi, menjadi sosok yang dielu dan
diharapkan. Termasuk Dicky sendiri!
Pesona Dicky bisa ditumbuhkan dan
diciptakan dengan energi positif yang
Dicky miliki.

Bagaimana memunculkan aura positif Dicky
agar membuat ketertarikan bagi yang
lainnya?

Berikut adalah 7 Seni Memaksimalkan
Daya Tarik:

Terus berbuat baik tanpa pernah
menghitungnya

Lakukan kebaikan layaknya menulis di
atas pasir dan pahatlah di batu untuk
setiap kesalahan yang Anda lakukan.

Artinya, lupakan setiap kebaikan Dicky
kepada orang lain, tak perlu
menghitung. Sikap seperti ini akan
melatih keikhlasan, dan pada saat
terbiasa, Dicky akan merasakan arti puas
yang sejati.

Merendahlah Agar Dicky Menjadi Tinggi

Orang yang merendah justru banyak
disenangi orang lain. Lain halnya
dengan orang yang sombong, kerendahan
hati merupakan perwujudan dari
toleransi dan memiliki nilai yang
tinggi.

Kerendahan hati dan kedamaian saling
bertautan. Percayalah pada diri
sendiri, dan singkirkan keinginan untuk
selalu ingin membuktikan pada orang
lain.

Jagalah Kemurnian

Tampilah 'apa adanya'. Jadilah diri
sendiri. Untuk memiliki daya tarik
kita tidak perlu menjadi orang lain.
Menjadi diri sendiri jauh lebih
bernilai ketimbang kita selalu ingin
tampil 'seperti orang lain'.

Jadilah Orang Yang Penuh Minat

Apa yang Dicky katakan pada diri sendiri
tentang kehidupan dan diri Dicky
sendiri, dari hari ke hari, adalah efek
yang luar biasa.

Sepanjang waktu, lihatlah diri Dicky
sendiri sebagai pribadi yang menarik.
Pertahankan perasaaan itu sejelas
mungkin dalam pikiran.

Dengan sendirinya, 'alam' akan menarik
segala hal yang penting untuk
menyempurnakan perasaan dan pandangan
Dicky itu.

Jadilah orang yang selalu ceria, penuh
harapan, dan buat dunia ini terpikat
pada Dicky!

Wajah Ceria

Tertawa itu sehat. Buat wajah Dicky
selalu ceria.

Saat kita tersenyum, otak akan bereaksi
dan memproduksi endorphin (zat alami
yang memindahkan rasa sakit). Selain
itu, senyuman akan membuat Dicky bisa
rileks. Senyuman juga akan menebarkan
kegembiraan pada orang lain.

Tekankan dalam pikiran, saat Dicky
bersama orang lain, bahwa senyuman
dapat memperpendek 'jarak' antar orang
lain.

Antusias dan Hasrat

Dua hal ini merupakan ibu yang
melahirkan sukses. Antusias dan hasrat
dapat mendatangkan uang, kekuatan dan
pengaruh. Hal besar tak akan dapat
dicapai tanpa antusias.

Yakin selalu pada apa yang Dicky
kerjakan. Kerjakan tiap pekerjaan Dicky
dengan penuh cinta. Masukan antusias
dalam pribadi Dicky, maka ia akan
menciptakan hal yang luar biasa buat
Dicky.

Tata Krama

Tingkah laku, kesopanan dan kebaikan
bisa membuat orang lain percaya pada
kita. Tata karma yang baik akan membuat
orang lain merasa nyaman dengan kita.

Tata karma merupakan sumber kesenangan,
memberikan rasa aman, dan ini dilakukan
dengan menunjukan penghormatan pada
oran lain.

Bersikap sopanlah pada setiap orang
yang Dicky kenal, tidak peduli status
dan kedudukan mereka. Perlakukanlah
setiap orang dengan tata krama.

Nah, bagaimana Dicky, tidak sulit bukan? :-)

Nantikan tulisan saya yang lain minggu
depan! :-)

Temanmu,
Ahira

Rabu, 15 Desember 2010

Indonesia Tenggelam dalam Korupsi

Korupsi dinegeri ini berada dalam situasi yang mengkhawatirkan. Tindakan-tindakan korupsi terjadi di berbagai daerah, mulai dari kota besar sampai pelosok. Mulai dari pejabat pemerintahan, swasta hingga tukang parkir sekalipun pernah korupsi. Rasa malu dan rasa bersalah tertutupi dengan kebanggaan semu hasil tindakan tercela, bahkan situasi ini dapat pula dikatakan mestizo culture (bangga akan kebodohan). Tidak heran masyarakat internasional menempatkan negeri ini sebagai salah satu negara terkorup di dunia.

Apa itu KORUPSI...???
Korupsi berasal dari bahasa latin, corruptio yang artinya BUSUK, Menggoyahkan, atau Memutarbalikan. Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Transparancy international Indonesia (TII) mengatakan bahwa korupsi adalah perilaku pejabat publik yang secara tidak sah dan tidak wajar memperkaya diri sendiri dan konco-konconya melalui penyalahgunaan kekuasaan yang mereka pegang.

Ragam Tindak Pidana Korupsi
• Tindak merugikan keuangan negara
• Tindakan suap menyuap
• Melakukan penggelapan dalam jabatan
• Tindakan pemerasan
• Melakukan kecurangan
• Benturan kepentingan dalam pengadaan
• Gratifikasi

Penyebab Maraknya Korupsi di Indonesia
• Rangkap Jabatan
• Memandang publik sebagai pelayanan
• Birokrasi yang terlalu gemuk
• Besarnya kekuasaan yang di pegang
• Otonomi daerah
• Tidak sempurnanya sistem peradilan
• Sistem Pengadaan barang dan jasa menurut Keppres No.80/2003 yang belum sempurna
• Keserakahan dan Kesempatan

Upaya yang kita lakukan haruslah memberantas korupsi dari hal terkecil bahkan “rumah sendiri”. Melihat kenyataan tersebut kita sepakat bahwa tindakan-tindakan korupsi adalah KEJAHATAN yang harus diberantas hingga tuntas. SALAM ANTI KORUPSI.......

Rabu, 01 Desember 2010

Bersiap Menghadapi Badai Matahari

Badai matahari tahun 2012 sungguh membuat heboh warga bumi beberapa tahun terakhir ini. Sejumlah media, dengan mengutip para ahli, meramalkan bahwa pada tahun 2012 akan terjadi peristiwa dahsyat yang disebut badai matahari (solar blast). Pada saat itu akan terjadi semburan energi di permukaan matahari yang besarnya setara dengan seratus juta kali bom hidrogen!

Ledakan energi dahsyat itu, menurut sejumlah ahli, akan membuat bumi dilanda badai geomagnetik. Badai geomagnetik tersebut akan menghancurkan pembangkit listrik, merusak sistem komunikasi, membuat pesawat terbang jatuh, merusak pasokan makanan, dan mematikan jaringan internet.

Para pakar juga mengatakan bahwa matahari bakal mencapai puncak krisis peredarannya pada tahun 2013. Dampak peristiwa itu adalah energi magnetik matahari akan bertambah besar sehingga memicu terjadinya radiasi badai. Akibatnya dahsyat sekali, akan timbul kobaran api di alam semesta.

Para pakar tersebut juga mengatakan bahwa kondisi seperti itu terjadi setiap seratus tahun sekali. Pada tahun 1859, kobaran api seperti itu pernah terjadi. Waktu itu, sekitar dua pertiga langit tampak merah membara. Kondisi seperti ini disebut-sebut bakal terjadi lagi dan di beberapa kota besar seperti London, Paris, dan New York akan terjadi badai dahsyat.

Pendeknya, diduga akan terjadi kiamat pada 2012, seakan-akan membenarkan ramalan banyak pihak, termasuk kisah dalam film 2012.

Siklus 11 Tahun

Benarkah akan terjadi kiamat akibat badai matahari? Apa sebenarnya yang disebut badai matahari? Sebenarnya, badai matahari bukan peristiwa yang langka. Permukaan matahari selalu diwarnai letupan-letupan, mulai kecil hingga besar, dengan frekuensi mulai beberapa kali dalam sehari hingga sekali dalam seminggu.

Kira-kira tiap 11 tahun sekali akan terjadi badai yang besar. Inilah yang disebut siklus sebelas tahunan badai matahari.

Badai matahari pertama kali diamati oleh Richard Christopher Carrington dan secera terpisah oleh Richard Hodgson pada 1859 sebagai titik-titik yang tampak lebih terang dibanding permukaan matahari di sekitarnya.

Sinar X dan radiasi ultraviolet yang dilepaskan pada peristiwa badai matahari bisa memengaruhi ionosfer bumi dan mengganggu komunikasi radio jarak jauh. Emisi gelombang radio langsung dengan panjang gelombang di level desimeter bisa mengganggu kerja radar dan perangkat lain yang bekerja pada frekuensi tersebut.

Bukan Kiamat

Namun, masyarakat tidak perlu khawatir secara berlebihan. Menurut seorang ahli dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), badai matahari pada 2012-2015 bukan pertanda kiamat seperti yang diisukan banyak pihak.

Menurut Clara Yono Yatini, ahli Lapan tersebut, badai matahari tidak akan menghancurkan peradaban secara langsung. Yang akan terkena efeknya secara langsung adalah perangkat berteknologi tinggi, seperti satelit dan komunikasi radio.

Guna meredam kekhawatiran akibat merebaknya isu kiamat yang ditimbulkan badai matahari, Lapan berupaya terus-menerus menyebarkan pengetahuan mengenai dampak aktivitas matahari, dan itu pula yang sedang coba AnneAhira.com lakukan sekarang :-)

Masyarakat diharapkan lebih paham tentang dampak yang bisa terjadi dengan mengambil langkah antisipasi seandainya terjadi badai matahari pada tahun 2012 hingga 2015 itu.

Bagaimana Menyikapinya?

Teman, terlepas dari semua pendapat yang ada, tahun 2012 tidak perlu disikapi secara berlebihan. Kita tahu, bencana bisa terjadi di mana saja, kapan saja, dan dalam bentuk apa saja.

Jika kita ingin mengambil sisi positif dari 'isu' bencana 2012 ini, boleh jadi itu merupakan ajakan dan peringatan agar kita selalu mawas diri, dan selalu ingat kepada Tuhan, karena kehidupan di dunia fana ini hanyalah sebentar dan sementara saja.

So, tidak perlu takut dengan ramalan 2012. Ramalan-ramalan tentang kiamat sudah banyak dan sering ada sejak jaman dulu, tidak hanya untuk tahun 2012 saja, dan faktanya banyak yang meleset! ;-) Yang namanya bencana alam bisa terjadi kapan saja. Jadi, lebih baik kita serahkan saja semuanya --selalu-- pada Sang Illahi. :-)

Rabu, 17 November 2010

Wajah Hukum yang Tegas

Ondeh mandeh...
la muak ambo caliak berita a, paniang lo kapalo jadinyo.
sia nan ka dipicayo an lai koa...
kamari bedo, inyak salah, siten salah.
baa kok ndak ka bencana jo nagari ko...

Baru hangat sekali kasus Gayus Tambunan keluar dari rutan mako brimob, jakarta. disaat semua berfikir bahwa semua telah kita percayakan kepada aparat hukum untuk bertindak seadil-adilnya, ternyata tidak la menjalankan amanat tersebut. rakyat merasa ditikam dari belakang, dan rakyat merasa ini memang sudah BUSUK dan berulat-ulat. terdengar ektem memang, namun itulah yang dirasakan pada saat ini.

suatu hal yang tidak sepatutnya terjadi, disaat tahanan bisa bebas keluar masuk. semua dirasa aman dan nyaman. rasa keadilan terasa tercabik disaat seorangf penjahan kerah biru mendapatkan hukuman yang lebih parah dan menyiksa, namun prinsip the quality of law sangat tidak dapat diaplikasikan dengan baik. hukum hanya topeng semata, hukum hanya berlaku bagi yang miskin dan hukum dapat diperjual belikan sebagai komoditi jasa.

muak sekali rasanya kita melihat apa yang terjadi sedemikian rupa. nah, kita kembali ke kasus gayus. ada bebrapa point yang harus dikritisi.
1. Gayus adalah pegawai rendahan yang dimana hanya mungkin memiliki gaji 2 atau 3 juta, dan itu hanya tergolong masyarakat ekonomi kelas menengah. namun dapat lolos dari rutan, dan kegiatan penggelapan pajak pun tersusun rapi. karena....

2. Gayus adalah orang yang pintar, dapat kita katakan bahwa dia adalah orang yang ditugasi sebgai penagih pajak perusahaan besar. saking hebatnya, dia mampu berkompromi dengan aparat hukum untuk mendapatkan penghasilan tambahan. simbiosis mutualisme BUSUK ini sangatlah akurat terjadi....yah, sama-sama cari makan la.

3. Mahasiswa Ilmu politik ataupun ilmu komunikasi dapat belajar banyak dari Gayus, tentang bagaimana lobby yang baik. seorang yang akan membayar pajak, dan kemuadian pembayar pajak tersebut dapat mengurangi nilai pajaknya, dengan jaminan dan opsi-opsi yang aman dari jeratan hukum. tidak lain dan tidak bukan hakl tersebut adalah suatu sistem kerja yang brilian. si pembayar pajak ingin tetap kaya dan kapitalnya tidak berkurang karena miskin, si tukang pajak ingin tambah penghasilan dan si aparat hukum mau cari makan.

4. menurut kabar ada 60 sampai 140 lebih perusahaan besar yang ada ditangan gayus. sebagai orang yang lagi dapat masalah, perusahaan tersebut tidak ingin terciprat getah hukuman tersebut. salah satu carannya adalah buat Gayus menutup mulut dan meminta hal-hal yang mengenai kecurangan pajaknya, sedapatnya tidak masuk ranah hukum. obrolan dipenjara bukanlah suatu hal yang mengenak kan bagi si kapital ini, karena mungkin saja takut diketahui media massa. salah satu jalannya adalah kompromi ini hareus dilakukan diluar sel. Mungkin saja bali menjadi tempat yang asik bagi Gayus, dan polisi....

5. suatu hal yang umum adalah polisi dapat dibayar oleh sikapital agar gayus dapat keluar-masuk tahanan. kartu AS ada ditangan gayus, si kapital harus dapat bertemu dan belobby kembali. bagaimana dengan polisi..??? ah gampang, kan sama-sama cari makan.

6. whistle blower mafia pajak dan makelar kasus adalah susno duadji. sementara sekarang susno ditahan, dalam kasus ikan arwana. dan Gayus juga ditahan di rutan yang sama, pelapor dan tahanan; sang wasit dan pemain berada di t4 yang sama. aneh ya???? seorang mantan kabareskrim, masuk rutan brimob. emank brimobnya gak segan apa, nahan senior kayak gini. ya bisa aja susno bakalan main-main ke sel Gayus, atau sebaliknya. dan lobby gayuspun akan dilancarkan. kan dia orang pintar...

7. siapa sutradara dari kasus ini??? siapakah aktor sebenarnya??? apakah gayus, si kapital atau aparat hukum??? apakah intelejen yang bermain??? apa tugas dari satgas mafia hukum yang belum satu pun memiliki track rocord yang bagus semenjak dibentuk???? (lo kerja gak sih pak...anj**g)!!! apakah publik penonton yang baik selamanya??? mari kita temukan jawaban ini....

sekarang apakah kita akan tinggal diam dan melihat ini begitu saja, apakah masyarakt kita penggemar sinetron yang tangguh, sehingga yang hanya dapat dilakukan hanya menonton saja?? ayo kawan, kita ini sudah bosan dijejali rasa yang sama. melihat hal tersebut menjadi tidak karuan, apakah kita akan melihatnya saja di layar kaca...???

menurut saya ada langkah-langkah ekstream dalam kasus ini..???

1. Gayus dan si kapital yang dirasa terlibat dan juga aparat hukum yang bermain dalam lolosnya gayus harus dihukum secara politik oleh DPR, secra terbuka dan disiarkan secra langsung dan ditonton oleh rakyat.

2. HUKUM MASSA, masyarakat dapat melakukan tindakan koersif kepada yang dirasa terduga dengan cara rakyat dalam hukuman. bisa saja rakyat melakukan kekerasan dalm interograsi ini.

3. Jangan percaya dengan air mata Gayus di pengadilan. Gayus yang aktor, bintang besar dan pintar ini, sudah pasti saja mencurahkan keahlian aktingnya dalam sidang di PN jakarta selatan 15 november 2010 ini.

4. Masihkah kita percaya dengan kepolisian agar mengungkap Motif Gayus Tambunan keluar masuk penjara dan jalan-jalan ke bali..???sementara Gayus telah dapat keluar-masuk dari rutan Mako Brimob (yang kabarnya Brimob kan pasukan elite kepolisian, namun Gayus aja bisa keluar masuk tuh..???) dan dari pengakuan Gayus pun banyak ko tahanan yang keluar masuk...???

kawan-kawan yang budiman, disaat hukum telah menjadi komoditi jasa yang dapat diperjual-belikan. disaat pemimpin negara tidak dapat berbuat apa-apa. dan korupsi menjadi budaya yang mengakar dalam kaum elit. maka jalan yang akan ditempuh adalah.....

1. seperti yang disebut diatas akan ada HUKUM MASSA, yaitu masyarakat yang akan melakukan hukuman, suatu masyarakat yang OKLORASI juga akan berdampak bagus dan tegas. kita banyak melihat pencuri dipukul massa. dan sekarang apa salahnya kalau koruptor; si penjahat kerah putih ini dihakimi massa juga dahulu, meskipun dia hanya tersangka. toh nantinya dia akan merasakan bagimana sakit dan malunya digebukin.kangen sekali rasanya mendengar "lihat disana, koruptor itu dihakimi massa..." hoho...

2. tidak ada remisi bagi koruptor dan minimal 10 tahun penjara. sehingga udara yang bebas haruslah menjadi barang yang langka bagi koruptor. Dan....

3. Dalam budaya masyarakat, hukuman yang hebat adalah pengucilan. jadi dirumah sang koruptor pun, harus di buat plakat besar "RUMAH TANGGA KORUPTOR", dan tidak hanya orang miskin yang kena stiker "rumah tangga miskin" seperti yang terjadi di kota padang. membuat seakan-akan kemiskinan adalah sebuah kejahatan yang disengaja. apakah korupsi bukan lah juga kejatan yang sama seperti (luar) biasa..?

4. koruptor dilarang memiliki hak politik dan hak memilih.

5. koruptor dilarang memakai jas dan batik, selama persidangan. namun di berikan baju khusus sehingga dapat menimbulkan budaya malu bagi untuk korupsi.

Demikianlah wajah hukum yang tegas, memiliki efek jera, mengikat, sangat sakit luar dalam dan memiliki kadar ketakutan yang mengacam. Itulah gambar hukum yang sebenarnya. dan satu hal lagi BIARKAN KAMI YANG MISKIN MENCARI NAFKAH dan REZKY YANG HALAL......

Sabtu, 13 November 2010

Jurusanku yang (tak) kucinta

Sewaktu saya bekerja keras di kantor, walaupun sebenarnya tidak begitu sibuk bagi ukuran orang sibuk yang dimana orang sibuk seperti apa sibuk daripada presiden republik mimpi yang selalu sibuk mencari lawakan akan sebuah lawakan parodi yang begitu tidak lucu namun disibukan karena harus lucu.

kata kata kalut pun begitu saja keluar dari pikiranku, mengalire bagaikan arus lahar dingin gunung berapi di jawa. namun hal tersebut tiada hebatnya dengan jurusan ilmu politik universitas andalas yang terkadang aku cinta dan terkadang tidak kucintai sama sekali, namun itulah kenyataanya.hal ini membuat aku akan bertanya dalam sunyi malam, kapan kita akan bergerak dan membuat perubahan???

jawabannya adalah, SOON.........
lihatlah perbandingan antara jurusan di FISIP saja....
jangan tanya dengan kualitas mahasiswa dan jangan tanya kualitas dosen....
wujud cinta akan lahir dan semua berasal dari kekesalan dan kekecewaan.
semua wajar terjadi karena kita merasa bosan dijejali rasa yang sama...

Check this out, pantas saja begini:

http://fisip.unand.ac.id/antropologi/
http://fisip.unand.ac.id/sosiologi/
http://fisip.unand.ac.id/politik/
http://fisip.unand.ac.id/an/
http://fisip.unand.ac.id/hi/
http://fisip.unand.ac.id/kom/

Wahai Dosen, hindari dan selesaikan segera pertikaian diantara kalian,KAMI TAHU ITU....!!!!
Wahai HIMA Ilmu Politik, Macan ompong yang hanya bisa pergi proyek, beraninya hanya menyalahkan dan percuma kalian menyandang slogan BERGERAK UNTUK BERUBAH.....segeralah Anda-Anda turun dari kursi nyenyak Anda, Bangun dari mimpi panjang Anda. dan segera ubah rezim yang jelas-jelas seperti Banci....the holly f***ing shit, asshole....!!!!

Kamis, 11 November 2010

Jika Gayus Terbukti ke Bali, Adnan Tak Akan Bela Gayus

Dibalik Kedatangan Obama ke Indonesia

Berikut isi lengkap teks pidato Obama di Istana Merdeka Indonesia dalam jamuan makan malam negara resmi, Selasa (9/10) yang dilansir oleh situs Gedung Putih.


PRESIDENT OBAMA: President Yudhoyono, Mrs. Yudhoyono, to all the distinguished guests who are here today, thank you for this extraordinary honor. I am proud and humbled to accept this award on behalf of my mother. And although she could not be here in person, I know that my sister Maya Soetoro would be equally proud.

Now, I’m going to have the opportunity to speak tomorrow and so I will try to keep my remarks brief. First of all, thank you for the bakso. (Laughter.) The nasi goring. (Applause.) The emping. (Laughter.) The kerupuk. (Laughter.) Semuanya enak. (Laughter.) Thank you very much. (Applause.)

But the fact, Mr. President, that you would choose to recognize my mother in this way speaks to the bonds that she forged over many years with the people of this magnificent country. And in honoring her, you honor the spirit that led her to travel into villages throughout the country, often on the back of motorcycles, because that was the only way to get into some of these villages.

She believed that we all share common aspirations -- to live in dignity and security, to get an education, to provide for our families, to give our children a better future, to leave the world better than we found it. She also believed, by the way, in the importance of educating girls and empowering women, because she understood that when we provide education to young women, when we honor and respect women, that we are in fact developing the entire country. That’s what kept bringing my mother back to this country for so many years. That’s the lesson that she passed on to me and that’s the lesson that Michelle and I try to pass on to our daughters.

So on behalf of our entire family, we thank you. I am deeply moved. It is this same largeness of heart that compels us tonight to keep in our thoughts and prayers all those who are suffering who from the eruptions and the tsunami and the earthquake. With so many in need tonight, that’s one more reason for me to keep my remarks short.

As a young boy in Menteng Dalam 40 years ago, I could never imagine that I would one day be hosted here at Istana Negara -- never mind as President of the United States. I didn’t think I would be stepping into this building ever. (Laughter and applause.)

And I know that much has been made about how a young boy could move between such different countries and cultures as Indonesia and the United States. But the truth is, is that our two countries have far more in common than most people realize. We are two peoples who broke free from colonial rule. We are both two vast nations that stretch thousands of miles. We are both two societies that find strength in our diversity. And we are two democracies where power resides in the people. And so it’s only natural that we should be partners in the world.

I am fortunate to have a very strong partner in President Yudhoyono -- Indonesia’s first directly elected president, and a leader who has guided this nation through its journey into democracy. And our two nations are fortunate that we are forging a partnership for the 21st century. And as we go forward, I’m reminded of a proverb: bagai aur dengan tebing -- like bamboo and the river bank, we rely on each other.

And so I would like to propose a toast. In the spirit of friendship between our two countries, we are reminded of the truth that no nation is an island, not even when you’re made up of thousands of islands. We all rely on each other together, like bamboo and the river bank. And like my mother riding between villages on a motorcycle, we are all stronger and safer when we see our common humanity in each other.

So President Yudhoyono, and to all the distinguished who are here, thank you for your extraordinary friendship and the warmth with which you have received Michelle and myself. And I promise that it won’t take so long before I come back.

Kamis, 04 November 2010

REVIEW BOOK; BUDAYA POLITIK

BOOK REVIEW
Judul: Politik Indonesia-Transisi Menuju Demokrasi
Pengarang: Afan Gaffar
Penerbit: Pustaka Pelajar
Konsentrasi Ulasan: Bab 3
Perihal: Budaya Politik
Halaman: 95-121

Pengantar
Didalam buku yang ditulis oleh Affan Gafar ini, berisikan tentang apa-apa saja yang diperkuat dalam politik indonesia khususnya pasca reformasi dan juga khusus dalam konsentrasi ulasan pada Bab 3, perihal tentang budaya politik indonesia. Hal yang menarik dalam budaya yang ternyata juga adalah sebagai cerminan dari sikap mental suatu organisme ataupun individu yang terhimpun dalam sebuah wilayah .
Sikap mental melahirkan tindakan kerja, yang akan menciptakan kebiasaan kerja jika dilakukan berulang-ulang hingga menjadi nilai yang mendarah daging sehingga berwujud pada tabiat kerja. Bila tabiat kerja tersebut dimiliki oleh sebagian besar orang, maka akan berjung kepada budaya suatu daerah.
Dituliskan oleh pengarang bahwasanya budaya politik sudah tidak lagi diminati oleh para ilmuawan politik, yang disebabkan oleh beberapa hal :
A. Penjelasan yang bersifat struktural dalam memahami politik diindonesia kurang representative bila dibandingkan dengan penjelasan bersifat lain.
B. Penjelasan yang bersifat alternatif yang dianggap lebih representatif dan memiliki tingkat generalisasi yang tinggi. Sementara penjelasan kultural memperlihatkan wajah yang etnosentris dan parokial.
C. Belum terselesaikannya perdebatan tentang model penjelasan mana yang lebih baik untuk menjelasakan politik indonesia, apakah model yang bersifat strukural aatau kultural.

Dalam perkembangannya, ilmu politik juga mengalami perubahan yang dinamis sebagai ilmu sosial. Diterangkan bahwa ilmu politik setelah PD II tejadi revolusi dibidang pendekatan, seperti pendekatan kebiasaan atau behavioral approach. Terjadinya behavioral revolution ini, di dalam ilmu politik sebagaia dampak dari semakin menguatnya tradisi atau mazhab positifisme. Paham ini diperkuat dengan tokoh-tokoh besar sosiologi, seperti Herbert Spencer, Aguste Comte dan Emile Durkheim. Sementara dalam ilmu politik di pelopori oleh Charles E.Merriam, dengan mazhab Chicago.(Somit and Tannenhaus,1967; Almond and Verba, 1963; Almond, 1990)
Budaya yang terus berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan sosial yang ada juga mempengaruhi ilmu poitik dalam perkembanganya. Jelas terlihat dari pendekatan baru yang lebih modern dengan menggunakan statistik sosial, seperti penelitian survei atau survey research. Kemudian salah satu dampak yang juga terlihat adalah semakin bayaknya bermunculan teori yang bersifat grand maupun pada tingkat mengengah (middle level theory). Kemudian juga ilmu poitik diprerkaya dengn berbagai istilah istilah baru, seperti rule adjuction, tool analysis dan lain lain-lain.
Orientasi dari budaya politik ini dapat dibuat matrik oleh affan ,yang mengakut tentang budaya politik yang bersifat parokial-kognitif, subjektif-affektif, partisipatif-evaluatif. Budaya politik yang demokratik ini menyangkut ”suatu kumpulan sistem keyakinan, sikap, norma, persepsi dan sejenisnya, yang menopang terjadinya partisipasi” (Almond dan Verba, hal.178). Artinya,warga negara mempunyai keyakinan bahwa mereka memiliki kompetensi untuk terlibat dalam proses politik yang berjalan. Dan disinalah terjadinya civic culture yang digambarkan oleh Gabriel Almond
Afan Gaffar juga menekan bahwa pentingkan sosialisasi politik dalam wahana pembentukan budaya politik. Dalam ilmu sosiologi, sosialisasi adalah proses pembelajaran terhadap sesuatu kepada individu ataupun kelompok, dan keluarga adalah agen primer dari sosialisasi tersebut, termasuk juga dalam khazanah ilmu politik. Jadi dalam buku ini juga sangat ditekankan pentingnya pembelajaran politik kepada khalayak.baik itu secara primer ataupun sekunder.
Di Indonesia juga terjadi dilema budaya politik yang mendarah daging dengan budaya politik yang dominan, dalam hal ini adalah masyarakat dari suku bangsa jawa. Bagi orang Jawa, kekuasaan itu pada dasarnya bersifat konkret, besarannya konstan, sumbernya homogen, dan tidak tidak berkaitan dengan persoalan legitimasi. Hal itu berbeda dengan masyarakat barat, dimana kekuasan itu bersifat abstrak dan berasal dari berbagai macam sumber, seperti uang, harta kekayaan, fisik, kedudukan, asl-usul, dan lain sebagainya .masyarakat Jawa dan sebagian besar masyarakat lain di indonesia, pada dasarnya adalah masyarakat yang hierarkis.
Salah satu budaya politik yang menonjol di indonesia adalah kecenderungan pembentukan pola hubungan patronage, baik dikalangan penguasa maupun masyarakat, yang didasarkan atas patronage. Atau, oleh James Scott (1976) disebut sebagai pola hubungan patron-client. Seperti yang dipetakan oleh Afan Gaffar, dalam proses kolusi tersebut jhuga membutuhkan perantara atau orang tengah yang disebut dengan istilah Middleman/Brooker.
Disebut juga bahwa, Indonesia adalah Negara yang cenderung Neo-patrimonalistik, yang relevan dengan rezim orde baru. Hal ini dapt kita analogikan dengan konsep neo-patrimonalistik Webber: “Dalam prakteknya secara ekplisit semua tergantung kepada pertimbangan seseorang (Soeharto): dikarenakan sikap terhadap konsentrasi penggunaan dan konsentrasi permintaannya (Soeharto) dan murni karena hubungan personal, keinginan, janji dan hak-hak istimewa .
Kemudian, adanya pesemistis dari penulis tentang sosialisasi politik: tidak memunculkan civil society. Hal ini karena pertama, anak-anak tidak dididik secra mandiri. Kedua, tingkat politisasi sebagian masyarakat rendah. Ketiga, setiap individu yang berhubungan secara langsung dengan negara tidak mempunyai alternatif lain kecuali mengikuti kehendak negara, termasuk dalam hal pendidikan politik.

Kelebihan Buku
Dalam Bab ini Afan Gaffar telah membuat akan jalan dan silogisme secara implisit kepada pembaca tentang sebab dan akibat dari budaya politik yang harus dirobah dalam transisi indonesia menuju ruang indahnya demokrasi. Melalui pendekatn kebiasan atau pendekatan budaya dalam ilmu politik Afan dapat menerangkan secra gamblang apa dan bagaimana fenomena rezim tersebut terjadi.
Didukung dengan pendapat para ahli yang berasal dari ilmuan sosial lainya, Affan mampu mambuat buku ini menjadi ilmiah dan mendapatkan perangkat analisis (tool analysis) yang tajam dalam tiap ulasannya. Disertai dengan contoh-contoh yang konkret dan komprehensif yang memang labih banyak berada pada masa rezim orde baru Soeharto
Kemudian, Affan juga dapat mengurutkan akan sebab dan akibat tentang mengapa pendekatamn kultural tidak sepopuler ;pendekatan struktural, dan kemuadian mengenai nilai-nilai yang ada dalam masyarakat yang mendominasi indonesia sehingga terciptanya budaya politik.
Selain itu juga Affan dapat mengambarkan asal-asul dan dasar logika kenapa dan bagaimana budaya korupsi, kolusi dn nepotisme itu dapat mengakar dalam masyarakat kita melalui patronge tendency . Serta gejala noe-patrimonilistik yang menghambat mengalirnya proses demokratisasi di indonesia.

Kekurangan Buku
Untuk keilmiahan buku ini tidak dapat kita ragukan lagi, bahkan hal ini disingkron dengan teori para ahli. Namun hal tersebut tidak akan terlepas dari kekuranganya, bila kita mengkritisi sebuah buku. Karena dalam isi dari bab tersebut tidak dapat mengeneralisasi semua kebudayaan masyarakat indonesia yang majemuk.
Kekurangan ini tidak hanya pada sampel yang diambil oleh penulis (suku bangsa dominan; Jawa) tapi juga pada pembukan dan akhiran yang sangat kontradiktif dan ironis. Seperti misal pada awalnya mengutipkan adanya sosialisasi politik yang sangat diperlukan dalam politisasi masyarakat dan sangat dibutuhkan dalam proses transisi demokrasi, kata-kata yang provokatif tersebut dapat menjadikan ungkapan ekspresi optimisme dari penulis.
Namun pada akhir pada penulisan, penulis membuat tulisan yang lebih merajuk kepada rasa pesimistis dan rasa ketertinggalan ketimbang bangsa-bangsa di barat. Hal ini ditandai dengan subtittle yang berbunyi ”sosialiasasi politik: tidak memunculkan civil society” . Bahasa yang provokatif dan sangat suram tersebut didukung lagi oleh contoh-contoh yang up date, dan sesuai dengan realita dan kebudayaan masyarakat pada umumnya.
Yang menarik adalah penulis mengatakan bahwa proses pendidikan yang terbuka adalah pendidikan politik yang didapat dari media massa . Namun timbulah pertanyan senetral apakah media masaa pada saat ini, dan seberapa cerdas masyarakat dalam mengkritisi setiap informasi yang datang. Jangan sampai indonesia menjadi the one nation controlled by the media.
Terlebih sekarang ini juga media dalam genggaman sejumlah megalomaniak politik yang tidak lagi berorientasi dalam usaha mencerdaskan rakyat dan dalam tiap penyampaiannya juga dapat dikatakan provokatif dan masyarakatpun tidak dapat menemukan berita yang berimbang.

Kesimpulan
Pada dasarnya, buku ini terbilang baik untuk memahami tentang sebab dan akibat, apa, kenapa dan bagaimana realita dan fenomena budaya politik itu terjadi. Buku ini juga memiliki cakrawala yang terukur dan bukan hanya menghajatkan peremajaan unsur, tapi juga menyiapkan basisi bufdaya yang matang.
Pendidikan dan sosialaisasi politik telah ada ditulis oleh Tan Malaka, secara implisit dalam Madilog dan eksplisit dalam Aksi Massa. Buku ini juga dapat sebagai bahan verifikasi dari budaya politik dan sosialisai politik kedepannya. Namun agar lebih berimbang juga dibutuhkan referensi lain yang menyangkut transisi reformasi. Jadi, butuh menyegerakan gerakan besar dan konsisten untuk menggerakan roda demokratisasi.

Selasa, 26 Oktober 2010

Teori,Konsep dan Fenomena

KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA
fe.no.me.na
[n] (1) hal-hal yg dapat disaksikan dng pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah (spt fenomena alam); gejala: gerhana adalah salah satu -- ilmu pengetahuan; (2) sesuatu yg luar biasa; keajaiban: sementara masyarakat tidak percaya akan adanya pemimpin yg berwibawa, tokoh itu merupakan -- tersendiri; (3) fakta; kenyataan: peristiwa itu merupakan -- sejarah yg tidak dapat diabaikan


kon.sep
[n] (1) rancangan atau buram surat dsb; (2) ide atau pengertian yg diabstrakkan dr peristiwa konkret: satu istilah dapat mengandung dua -- yg berbeda; (3) Ling gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yg ada di luar bahasa, yg digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain


te.o.ri
[n] (1) pendapat yg didasarkan pd penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi; (2) penyelidikan eksperimental yg mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi, argumentasi: -- tt kejadian bumi; -- tt pembentukan negara; (3) asas dan hukum umum yg menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan: -- mengendarai mobil; -- karang-mengarang; -- hitung dagang; (4) pendapat, cara, dan aturan untuk melakukan sesuatu: -- nya memang mudah, tetapi praktiknya sukar

PROF. MIRIAM BUDIHARDJO
Teori adalah generalisasi yang abstrak mengenai beberapa fenomena. Melalui konsep, generalisasi melihat hubungan-hubungan sebab akibat (kausal) antara beberapa fenomena atau pada cara yang paling efektif untuk mencapai suatu tujuan. generalisasi paling tinggi derajatnya disebut teori.

Konsep adalah abstraksi dari atau mencerminkan persepsi-persepsi mengenanai realitas, atas dasar konsep atu seperangkat konsep dapat disusun atau dirumuskan generalisasi. konsep lahir dari dalam pikiran manusia dan karena itu bersifat abstrak, sekalipun fakta-fakta dapat dipakai sebagai batu loncatan.

Teori politik adalah bahasan dangeneralisasi dari fenomena yang bersifat politik. dengan perkataan lain, teori politik adalah bahasan dan renungan atas:
1.tujuan dari kegitan politik
2.cara-cara mencapai tujuan itu
3.kemungkinan dan kebutuhan yang ditimbulkan oleh situasi politik tertentu
4.kewajiban yang diakibatkan oleh tujuan politik itu

Konsep-konsep yang dibahas dalam teori politik mencakup: kelas sosial, negara, kekuasaan, kedaulatan, hak dan kewajiban, kemerdekaan, lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan politik, modernisasi dsb.

Contoh
Marxisme
Fenomena revolusi indrustri di eropa sejak abad 19, menunculkan konsep kelas social. Dan Marx membagi menjadi dua kelas, yaitu kelas pemodal atau borjouis dan kelas miskin atau ploretariat.

Konsep I (premis I): Masyarakat kelas ploretariat adalah masyarakat yang tertindas
Konsep II (premis II): Agar tidak tertindas masyarakat harus bersatu
Teori (generalisasi): Masyarakat Ploretariat bersatulah….!!!

Jumat, 01 Oktober 2010

SEMANGAT FISIP UNAND 2008,KEMANA.....????

""""""apa jurusan anda...???
""""""FISIP Kak..............
""""""apa...?????
""""""FISIP Uda........
""""""ulang liak diak....?????
""""""FISIP Uni.....????

""""""Talingo dek pakak a, ndak tadanga do. apo jurusan kalian...????
""""""FISIP Kak, Uda, Uni, Senior Sadonyo.....!!!!!!


apakah itu suatu cara yang salah yang dilakukan senior sewaktu kita OPBM....hhhmmmm kayaknya kita perlu renungkan kembali betapa banyaknya mahasiswa FISIP UA angkatan 2008 yang terbagi menjadi tujuh lokal....so wajar aja kalau senior FISIP mencoba membendung segala bentuk primordial jurusan dengan doktrin persatuan FISIP.....dan sekarang ini apakah masih ada semangat satu suara FISIP ini meraung kembali...???

hampir segala karya, usaha dan acara yang kita lakukan selalu mendapatkan apresiasi dari senior. pendapat yang positif itu seharusnya dipertahankan dan segala kekurangannya menjadi bahan evaluasi kedepan selalu melakukan progress yang membangun. persatuan kita terjalin pada saat OPBM di Universitas yang bertempat di auditorium dan pengabdian masyarakat pada desember 2008. namun hal tersebut belumlah dapat dikatakan suatu hubungan masyarakat yang gemmenshalf. kita bagaikan suatu kertas kosong dan kusam. kosong karena tidak tahu dan tidak mengerti apa-apa ndan kusam oleh kesombongan mahasiswa baru yang mendapatkan kuliah di negeri.

Inaugurasi FISIP 2010 adalah awal dari persatuan yang sudah lama tidak terjalin diantara kita. tangis dan tawa, amarah dan kesenangan bergulung bagaikan ombak dilaut biru. angkatan 2008 mencoba peruntungan think thank demi perwujudan eksistensi angkatan. alhasil itu dapat terwujud dengan sempurna, aman, lancar dan menakjubkan. meskipun ada violance case setelah acara akbar tersebut, namun itu telah menjadi perwujudan eksistensi yang sangat mengangumkan dari angkatan sangat sangat plural ini.

Namun, hal tersebut belumlah dikatakan suatu kumpulan yang gemmenshalf. so pasti setelah acara kita pun kembali ke kandang kita masing-masing dengan jaket jurusan yang tak patut dibanggakan. tiadanya kelanjutan laporan pertanggung jawaban dari panitia dan kemana laporan pertanggung jawaban ini akan di berikanpun masih tanda tanya. sepertinya sistem itu terputus begitu saja, namun TIDAK adil bagi kita bila hal tersebut dikatakan suatu disfungsi sosial.

OPBM, menjadi sarana pemersatu lagi. yach seperti yang kita ketahui belum ada pula laporan pertanggung jawabannya, padahal kemana laporan tersebut akan dipertanggung jawabkan juga sudah jelas. apakah kita masih bisa menjadi satu suara FISIP lagi????
sampai sekarang tidak ada kejelasan yang pasti tentang atribut bagi juniornya. semua angkatan 2008 memiliki masing-masing aplikasi yang berbeda pada setiap jurusanya.FISIP tidak lagi menjadi satu suara....apa yang terjadi???? bukankah kita di forum sudah marapatkan ini.....dimana letak mental kita???? jangan jadikan junior menjadi korban dari apa kepentingan kita....mengapa kita tidak mencurahkan semua unek-unek kita sewaktu diforum.....???? "bila kita memerintah seseorang tapi orang tersebut tidak mau di menurut, periksalah apakah kita telah berlaku bijaksana...."

sudah saatnya FISIP angkatan 2008 merapatkan kembali apa yang terjadi, saatnya sungai yang kotor dan kumuh itu kita bersihkan dan barulah kita alirkan kelaut. saatnya kita kembali kefitrahnya, sudah saatnya kita menjadi pemimpin yang siap memimpin dan siap dipimpin...."lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali" (EM Kelly)

Dicky Andrika
Ketua Pengkaderan Ilmu Politik 2010
Mentri Informasi dan Komunikasi-Negara Mahasiswa FISIP Universitas Andalas 2009-2010

Jumat, 10 September 2010

3rd LOVE ANNIVERSARY.......

bila cinta adalah nafas aku ingin hidup seabad
bila cinta adalah keindahan aku ingin slalu memandangmu … bila cinta adalah luka aku takkan pernah peduli betapa sakitnya
aku ingin terus mencintaimu tak pernah peduli seberapapun pahitnya
bila cinta adalah air mata aku akan tetap tersenyum agar kamu tahu aku begitu tulus menyayangimu…..

setetes cinta ini..Ingin ku beri padamu..Kesetiaan Suci penuh kasih..Kan kupertahankan Untukmu..
Tak kan ingkar dalam Hati..Untuk setia berbagi..Demi cinta suci..Kaulah cinta sejati..
Walaupun di dunia tak ada keabadian..tak membuat ku gentar..Untuk tetap mencinta..Hingga Akhir ayat..
dunia bisa hancur..daun bisa gugur..Tapi satu hal yang abadi untuku..Cintaku padamu..



indah sore itu bukan pada matahari senja yang berwarna JINGGA
indah sore itu bukan pada biru samudera di batas cakrawala
indah sore itu adalah hitam rambutmu yang buat aku terpana
indah sore itu adalah biru matamu yang memancarkan pesona indah sore itu adalah kamu, cinta...!



cinta terus berlari, cinta terus dikejar, cinta tak berhenti, cinta melihat kedepan, cinta tak menengok kebelakang, cinta berjalan lurus, cinta tak mengambil jalan belok, cinta tak pernah lelah mengambil jalan, sebab cinta melahirkan kekuatan …namun wahai para penunggang kuda yang kurus kelelahan Seolah ia burung penyambar dalam bidang pacuan Wahai para penyandang pedang India yang tajam Seolah ia bara api di kegelapan malam yang kelam Wahai orang-orang bercengkrama di belakang sungai karena gembira Di negerinya mereka memiliki kejayaan dan kuasa…



Jangan kau kira cinta datang dari keakraban yg lama Dan karena pendekatan yg tekun Cinta adalah akar kecocokan jiwa Dan jika itu tidak pernah ada,Cinta tidak akan pernah tercipta dlm hitungan tahun Bahkan hitungan abad sekalipun (KAHLIL GIBRAN)



Ku lakukan yang terbaik yang ku bisa
Ku relakan tubuh ini terabaikan
ku kerjakan apa yang ku bisa
ku tak pernah fikirkan diriku ku hanya berbuat sekuat tenagaku
begitu aku mencintaimu begitu aku menyayangimu
sepenuh hatiku walau tak sempurna
AKU AKAN MENCINTAIMU SELAMANYA.............

Sabtu, 04 September 2010

KATA-KATA indah memang tak mudah....

Sukses adalah sebuah perjalanan, bukan tujuan akhir
Success is a journey, not a destination.
~ Ben Sweetland

Mereka yang dapat memberi tanpa mengingat, dan menerima tanpa melupakan akan diberkati.
Blessed are those that can give without remembering and receive without forgetting.
~ NN

Hargailah segala yang kau miliki; anda akan memiliki lebih lagi. Jika anda fokus pada apa yang tidak anda miliki, anda tidak akan pernah merasa cukup dalam hal apapun.
Be thankful for what you have; you’ll end up having more. If you concentrate on what you don’t have, you will never, ever have enough.
~ Oprah Winfrey

Hanya seorang yang pemarah yang bisa betul-betul bersabar. Seseorang yang tidak bisa merasa marah tidak bisa disebut penyabar, karena dia hanya tidak bisa marah. Sedangkan seorang lagi yang sebetulnya merasa marah, tetapi mengelola kemarahannya untuk berlaku baik dan adil adalah seorang yang berhasil menjadikan dirinya bersabar. Dan bila Anda mengatakan bahwa untuk bersabar itu sulit, Anda sangat tepat, karena kesabaran kita diukur dari kekuatan kita untuk tetap mendahulukan yang benar dalam perasaan yang membuat kita seolah-olah berhak untuk berlaku melampaui batas.
~ Mario Teguh

Kadang kala, jalan yang sedang kita lalui, tidak sepenting arah yang kita tuju.
Sometimes the path you’re on is not as important as the direction you’re heading.
~ Kevin Smith

Untuk mencapai kesuksesan, kita jangan hanya bertindak, tapi juga perlu bermimpi, jangan hanya berencana, tapi juga perlu untuk percaya.
To accomplish great things, we must not only act, but also dream; not only plan, but also believe.
~ Anatole France

Semua impian kita dapat menjadi nyata, jika kita memiliki keberanian untuk mengejarnya.
All our dreams can come true, if we have the courage to pursue them.
~ Walt Disney

Bakat yang kita miliki adalah hadiah dari Tuhan untuk kita… Apa yang dapat kita hasilkan dari bakat tersebut adalah hadiah dari kita untuk Tuhan.
Our talents are the gift that God gives to us… What we make of our talents is our gift back to God.
~ Leo Buscaglia

Rabu, 07 Juli 2010

Pembangunan Politik Indonesia

PENDAHULUAN
Reformasi politik dalam pembangunan politik Indonesia yang dimulai tahun 1998 oleh pergerakan mahasiswa yang merata di seluruh Indonesia, adalah sebuah proses demokratisasi. Ditandai dengan jatuhnya rezim otoriterian Orde Baru pada Mei 21st 1998 yang berjubah Demokrasi Pancasila membuka pintu bagi episode politik baru Indonesia.

Perubahan politik pasca reformasi mengulas dinamika politik transisi yang penuh kejutan. Gambaran dan fenomena reformasi terlihat jelas pada masa pancaroba dengan pergiliran dialetis dan konsesus, kompetisi dan kongsi.

Dalam banyak kesempatan sering kita temui tulisan, artikel dan sumber-sumber yang menyediakan cakrawala yang terukur untuk menilai maqam demokrasi Indonesia. Demokratisasi yang bukan saja menghajatkan peremajaan struktur politik modern, tetapi juga menyediakan basis kebudayaan yang matang kepada Produser dan aktor politik seperti partai politik, elite politik, masyarakat sipil, koalisi, oposisi, pemilu. Dan kemudian membuka pemikiran kita untuk membutuhkan penyegaran gerakan besar dan konsisten untuk menggerakan proses dan roda demokratisasi.

Menurut Anas Urbaningrum (2004), Tahapan pembangunan politik pasca reformasi di Indonesia, diibaratkan adalah proses konsolidasi pernikahan Indonesia dengan demokrasi. Sekarang ini Indonesia masih setia pada masa transisi, dengan segenap faktor yang membuat gerak maju-mundur. Inilah yang disebut dengan masa pacaran yang berujung lamaran . Artinya, Indonesia pada masa pasca reformasi baru sampai pada tahapan melamar demokrasi, belum menikahi demokrasi itu sendiri.

Dalam tugas ini, diberikan 2 pertanyaan dan 1 strategi mengatasi laju perubahan politik indonesia, yaitu:
1. Bagaimana pola perubahan politik Indonesia pasca reformasi…????
2. Bagaimana laju perubahan politik Indonesia, dilihat dari unsur struktur, kultur dan kepemimpinan…..????


KERANGKA TEORI dan PEMBAHASAN
BAB I
Bagaimana pola perubahan politik Indonesia pasca reformasi…???

Pola perubahan politik pasca reformasi tahun 1998, berlangsung sangat revolusioner. Hal ini pun ditandai dengan jatuhnya Orde Baru yang telah bertahan selama 32 tahun dan dilator belakangi oleh militer, birokrat dan golongan karya.

Kita pun persis ingat bahwa salah satu musuh utama gerakan reformasi yang dirintis para intelektual kritis dan diimplimentasikan para mahasiswa adalah pemerintahan yang korup, menyelewengan wewenang dan kekuasaan-nya, baik secara politik, ekonomi, hokum maupun budaya. Gelombang reformasi dengan segala perubahan dan pembangunan politik yang ada sudah pasti bukan sekedar ingin mengubur para tiran, koruptor, penindas dan para pendosa di masa silam tapi Gerakan reformasi jauh lebih serius dan terhormat dari sekedar bicara simbol, orang ataupun struktur .

Kita sudah mempunyai sejarah kelam, betapa pergantian rezim Soekarno oleh rezim Soeharto hanya sekedar ganti jubah dan kemasan simbolik. Cita-cita Orde Baru untuk mengoreksi segenap kesalahan Orde Lama ternyata sekedar menghasilkan repetisi historis. Akibatnya telah sama-sama kita rasakan. Bahkan rakyat yang tak berdosa sekalipun dipaksa situasi untuk memanggul beban kesalahan itu.

Memerhatikan pengalaman sejarah yang buram itu, saatnya sekarang kita melihat kasus-kasus dalam pembangunan politik di era reformasi sebagai hasil yang serius. Jika tidak reformasi akan sekedar menjadi jubah pelindung bagi perilaku-perilaku lama yang dilakukan oleh orang-orang baru. Semakin banyak perilaku kontra reformasi dibiarkan akan menjadi kebiasaan dan akhirnya diterima sebagai sebuah kelaziman atau lebih berbahaya jika kemudian dianggap sebagai reformasi yang sesungguhnya.

Suasana gerak reformasi haruslah mampu menciptakan iklim yang kondusif dalam proses dialetika tentang pembangunan politik dan tatanan bangsa yang kita cita-citakan. Pada masa reformasi inipun kita cepat dalam pembenahan negeri dan disadari oleh hampir semua lapisan bangsa, mengoganizir kembali sebagai bangsa yang besar dan santun, kosmopolit dan tidak kehilangan akar kultural, bhineka dan integratif, bebas dan produktif, serta responsif dan emansipatif . Unsur-unsur persamaan, perbedaan dan kapasitas/kemampuan dalam pembangunan politik disinergikan sebagai semangat reformasi. Hal ini ditandai dengan menigkatnya partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan umum yang diadakan 7 juni 1999, seperti tabel dibawah ini.

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN UMUM
Tahun Pemilihan Penduduk Pemilih Terdaftar Voter % Voter
1955 77,9 jt 43,1 jt 39,4 jt 91
1971 114 jt 58,6 jt 58,2 jt 99
1977 128 jt 70,4 jt 68 jt 97
1982 146,5 jt 82,1 jt 78,2 jt 95
1987 162,9 jt 94 jt 90,4 jt 96
1992 177,6 jt 107 jt 102,3 jt 95
1997 196,3 jt 124,7 jt 117,5 jt 94
1999 109,4 jt 118,2 jt 116,3 jt 98,4

Secara persentase, partisipasi ini sangatlah terwujud dari rakyat dan hal inilah yang menandakan bahwa masyarakat menginginkan sebuah revolusi, perbaikan dan hal-hal yang disebut dengan metode atau teori modernisasi pembangunan politik .

Modernisasi politik terjadi dikarenakan sebuah perubahan yang membuahkan frustasi politik dan proses sosial yang mengakut dalam tuntutan politik dan partisipasi yang dimana akan melahirkan pelembagaan baru. Hal lebih lanjut tentang struktural dan pelembagaan politik nanti akan di jelaskan pada Bab II
Dapat digambarkan dengan teori Samuel P.Huntington bahwa reformasi dan pasca reformasi dan fenomena-fenomenanya, adalah wujud dari frustasi sosial. Keabsahan legitimasi Soeharto pada sidang umum 11 maret 1997, dan pengangkatan B.J Habibie dan terpilihnya Abdurrahman Wahid menjadi presiden ke IV indonesia (meskipun PDI-P mendapatkan suara terbanyak), dan juga krisis ekonomi yang tidak kunjung membaik menciptakan mobilitas sosial dan menghasilkan partisipasi politik yang tinggi dari rakyat. Dan pasca reformasi-pun dijadikan ajang bergaining position bagi semua elemen rakyat dalam pelembagaan dan penghindaran dari gonjongan politik srta merta untuk stabilisasi.

BAB II
Bagaimana laju perubahan politik Indonesia dari unsur struktur, kultur dan kepemimpinan...???
Tumbangnya Orde Baru membuka peluang terjadinya reformasi politik dan demokratisasi di Indonesia. Pengalaman Orde Baru mengajarkan kepada bangsa Indonesia bahwa pelanggaran terhadap demokrasi membawa kehancuran bagi negara dan penderitaan rakyat. Oleh karena bangsa indonesia bersepakat untuk sekali lagi melakukan demokratisasi, yakni proses pendemokratisasian sistem politik Indonesia sehingga kebebasan rakyat dapat ditegakkaan, dan pengawasan terhadap lembaga eksekutif dapat dilakukan oleh lembaga wakil rakyat.

#Perubahan laju politik Indonesia dari unsur struktur
Presiden Habibie yang dilantik sebagai presiden menggantikan Soeharto dapat dianggap sebagai presiden yang memulai langkah-langkah demokratisasi dalam masa reformasi. Dan langkah-langkah yang dilakukannya adalah mempersiapkan pemilu dan melakukan langkah-langkah penting dalan pasca reformasi. UU Politik yang meliputi UU partai politik, UU pemilu dan UU Sususan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. UU Politik ini jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya sehingga pemilu 1999 menjadi pemilu yang demokratis yang diakui oleh dunia internasional . Pada masa inipun juga tidak kalah penting adalah penhapusan Dwifungsi ABRI, sehingga fungsi sosial-politik ABRI pun dihilangkan. Fungsi pertahanan menjai satu-satunya fungsi yang dimiliki ABRI semenjak adanya demokratisasi internal tersebut.

Langkah terobosan yang dilakukan dalam masa reformasi adalah amandemen UUD 1945 yang dialkukan MPR hasil pemilu 1999 dalam empat tahap. Beberapa perubahan yang penting dilakukan adalah UUD ’45 mampu menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Peranan DPR sebagai legislatif diperkuat, semua anggota DPR dipilih dalam pemilu, pengawasan terhadap presiden lebih diperketat, dan hak asasi manusia mendapat jaminan yang semikin kuat. Amandemen UUD 1945 juga memperkenalkan pemilihan umum untuk presiden dan wakil presiden secara langsung.

Dalam sisi legislatif, DPR hasil pemilu 1999 telah berhasil melakukan amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali pada tahun 1999, 2000, 2001, 2002. meskipun hasil amandemen tersebut masih belum ideal, namun adabeberapa perubahan yang penting terjadi. Salah satunya adalah dibentuknya Dewan Perwakilan Daerah (DPD), lahirnya sistem pemilihan presiden secra langsung dan lahirnya Mahkamah Konstistusi dan lain-lainya. Selain itu legislatif ahsil pemilu 199 ini juga dikenal produkstif dengan mengesahkan 175 RUU menjadi UU.

DPR hasil pemilu 1999 menghasilkan tujuh partai besar yaitu, PDIP-153 kursi, Golkar-50 kursi, PPP-58 kursi, PKB-51 kursi, PAN-34 kursi, PK-7 kursi, dan PBB-13 kursi dan partai lainnya 26 kursi. Dengan total 462 kursi dari partai hasil pemilu dan anggota lainnya dipilih dari TNI/POLRI yang diangkat sehingga total seluruh anggota DPR 1999 adalah 500 anggota . Pada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), menurut UU no.4/1999, total anggotanya berjumlah 700 orang yang terdiri atas anggota DPR 500 orang, utusan daerah 135 orang dan utusan golongan berjumlah 65 orang.

Amandemen UU 1945 mengubah secra substantif, tugas, wewenag dan fungsi dari MPR. Dan hasil amandemen ini mendenifisikan MPR adalh gabungan dari DPR dan DPD. Diantara perubahan struktur dari efek domino reformasi dalam MPR, melalui Amandemen adalah :
1. Mengubah dan menetapkan UUD
2. Melantik presiden dan wakil presiden hasil pemilihan umum
3. Memutuskan usul DPR berdasarkan kepeutusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan presiden/wakil presiden dalam masa jabatannya.
4. Melantik wakil presiden menjadi apabila presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajiban dalam masa jabatannya.
5. Memilih wakil presiden dari dua calon yang diajukan presdin apabila terjadi kekosongan jabatan wakil presiden dalam masa jabatanya.
6. memilih presiden dan wakil presiden apabila keduanya berhenti secra bersamaan dalam masa jabatannya.
MPR juga tidak lagi berhak menetapkan kewenangan untuk GBHN. MPR juga tidak mengeluarkan Tap MPR kecualiyang menetapkan wapres menjadi presiden dan memilih wapres bila presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya. Dalam amanden inipun status MPR bukanlah lagi sebagai lembaga tertinggi negara, namun setara dengan DPR, DPD, BPK dan lain-lain .

Yang lain adalah dalam sisi Yudikatif pasca reformasi. Kekuasaan kehakiman di Indonesia banyak mengalami perubahan sesuai dengn Amndemen ketiga UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 10 november tahun 2001, mengenai Bab kekuasaan Kehakiman (BAB IX) memuat beberapa perubahan (pasal 24A, 24B, 24C). Amandemen tersebut mengebutkan penyelenggara kekuasaan kehakiman terdiri atas Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah agung bertugas untuk meguji peratutran perundangan dibawah UU terhadap UU. Sedangkan Mahkamah konstitusi mempunyai kewenangan menguji UU terhadap UUD 45.
Menurut Miriam Budihardjo , Mahkamah Konstitusi (MK) pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final untuk, judical review, sengketa lembaga negara, pemburan partai politik dan memutuskan perselisihan pemilihan umum. Selanjutnya, memberikan keputusan pemakzulan (impeachment) presiden/wapres atas usulan DPR karena pengkhianatan terhadap negar, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat atau perbuatan tercela. Anggota dari mahkamh konstitusi tidak merangkap jabatan sebgi pejabat negara.

Mahkamah Agung (MA) berwenang mengadili dsampai tingkat kasasi. Mahkamah Agung menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang (pasal 24A). Calon hakim aung diajukan oleh Komisi Yudisial kepada DPR untuk memdapatkan persetujuan, dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden. Ketua dan wakil ketua MA dipilih dari dan oleh haim agung.

Sementara itu Komisi Yudisial (KY) adalah suatu lembaga yang bebas dan mandiri, yang berwewang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan berwenang dalam rngk menegakkan kehormatan dan perilaku hakim. Anggota KY diangkat dan diberjentikan presiden dengan persetujuan DPR (pasal 24B).

Memang harus diakui bahwa meski perjalan reformasi di indonesia yang berguir sejak mei 1998 tak semudah yang direncanakan, namun dalam bidang hukum ada banyak upaya untuk memperbaikinya dengan tujuan untuk menegakkan supremasi hukum dan modernnisasi hukum. Salah satunya membentuk lembaga negara yang baru, dan dibentuk dalam komisi-komisi negara.
Diantaranya adalah :
A. Komisi Hukum Nasional (KHN), adalah untuk mewujudkan sistem hukum nasional demi menegakan supremasi hukum dan hak asasi manusia berdasarkan keadilan dan kebenaran dengan melakukan pengkajian masalah-masalah hukum serta penyusunan rencana pembaharuan dibidang hukum secara objektif dengan melibatkn unsur0unsur dalam masyarakat .
B. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pembentukan KPK adalah merupakan respons pemerintah terhadap rasa pesimistis masyarakat terhadap kinerja dan reputasi kejaksaan maupun kepolisian dalam hal pemberantasn korupsi .
C. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) adalah komisi yang dibentuk pemerintah sebagai respon pemerintah terhadap persoalan kekerasan dan perlindungan kepada perempuan dan sebagia upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan .
D. Komisi Ombudsman Nasional (KON) adalah lembaga yang berperan sebagai instasi yang menjamin pelayanan birokrasi kepada masyarakat atau membantu pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme dan meninkatkan perlindungan hak-hak masyarakat agar memperoleh pelayanan umum, keadilan dan kesejahteraan secara lebih baik .

Namun, masih banyak yang akan lahir dan harus dilakukan segera dalam masa pasca reformasi secara umum dan dalam perihal sisi yudikatif. Beberapa masalah yang muncul dan tidak atau belum diatur dengan jelas adalah belum adanya peradilan yang faktual seperti pengadilan niaga,pengadilan ad hoc HAM, pengadilan lingkungan, pengadilan pertahanan, pengadilan perburuhan, pengadilan pajak, pengadilan syariah, dan pengadilan adat; Apakah peradilan itu dimasukan kedalam salah satu lingkungan saja, atau didiskualifikasi sebagai peradilan khusus?

#Perubahan laju politik Indonesia dari unsur kultur
Secara politik partisipatif masyarakat, ada kultur atau fenomena baru tentang jawa dan luar jawa. Pada pasca reformasi disaat BJ Habibie menjadi presiden, seakan menjadi hal yang dibanggakan oleh rakyat luar jawa, khususnya masyarakat sulawesi. Dan saat Abdurrahman Wahid menjadi presiden maka, terjadilah dilema pada rakyat. Pasalnya, presiden yang terpilih dengan kecenderungan jawa tentu akan mengalami problem legitimasi di wilayah luar jawa. Menurut Anas Urbaningrum , kadar dan integritas legitimasi politik yang timpang akan berpengaruh buruk pada kinerja pemerintahan dan bisa menjadi ancaman integrasi nasional.

Yang lebih mencolok adalah adanya hambatan-hambatan dikarenakan segi kultur pada pasca reformasi dalam pencapaian masyarakat yang madani dan menuju perubahan yang signifiakan dari segala sisi, Menurut Anas ada empat fakta penghalang, bagi mulusnya semangat reformasi yang di pelopori mahasiswa 1998, yaitu;

Pertama, munculnya tokoh-tokoh lama dan mantan pejabat yang disaat pasca reformasi lebih berada di depan. Bola reformasi, pasca jatuhnya Soeharto, lebih dimainkan oleh orang-orang lama yang mentalistasnya belum reformasi. Orang-orang ini sesungguhnya adalah para mntan pejabat yang mencoba mebersihkan dirinyadari lumpur noda Orde Baru dan berharap akan mendapatkan citra baru dimata masyarakat. Meskipun mereka juga punya hak untuk memperbaiki diri, tetapi ketika bola panas reformasi sukar diprediksi. Apalagi reformasi telah direduksi menjadi kepentingan-kepentingan yang personal atau kelompoknya, tentu hal ini sangatlah berbahaya.

Kedua, munculnya polariasi kekuatan reformasi atas tendensi-tendensi politik, dan bahkan idealogispasaca kejatuhan Soeharto , sekap kekuatan-kekuatan reformis terhadap pemerintahan Habibie sangat beragam. Ada yang radikal mendukung , memberi kesempatan sebagai pemerintahan transisi, dan ada juga yang seacra radikal menolak.bagi kalangan pesimistis, Habibie divonis sebagai reinkarnasi Soeharto. Selama dua titik ekstream itu dominan, maka polarisasi itu akan swemakin tajam, dan secara otomatis memperlemah kekuatan dan daya dorong reformasi. Polarisasi ini akan semakin sukar ditemukan pada dimensi-dimensi yang memaknai secara ideologis.

Ketiga, pasca reformasi fragmentasi sosial dan politik mengalami intensistas yang sangat dramatis. Ada gejala pulang kandanga atau fenomena kembalinya para aktor sosial dan politik pada habitat mereka yang lama. Hal ini lazim semata, dan secara alamiah sangat wajar. Gejala pulang kandang adalah reaksi psikologis dari pekatnya prose penyeragaman yang selama lebih dari 30 tahun Orde Baru berlangsung. Penyeragaman yang tidak pernah tuntas itu menjadikan rapuhnya kohesi sosial. Pertarungan antar kelompok, tuntutan referendum mahasiswa asal Timor Timur dan sebagainya, kalau tidak terkendali akan mengancan integrasi nasional, sesuatu yang diluar agenda reformasi.

Keempat, berbagai kekuatan yang tersingir oleh proses reformasi tentu akan brusaha keras untuk tampil dengan gaya baru dengan selimut reformasi pula. Yang akan kembali itu bukan fisiknya, tetapi kekuatan dan kepentingannya. Kemungkinan inicukup terbuka, karena kalau mereka berhasil melakukan konsolidasi akan menjadi kekuatan yang besar. Apalagi mereka menguasai sumber dana dan logistik yang sangat besar. Belum lagi dengan keterampilan dan kecanggihan dalam permaianan politik, sehingga secara halus dan sistematis. Salah satu contonya adalah Munaslub partai Golkar, juli 1998. yang diman Golkar adalah Golongan yang menjadi partai dan mencoba untuk mereformai internal dan mencoba untuk menopengkan diri sebagai partai reformis.

Pada masa reformasi juga banyak terjadi kasus makar dan konflik kultural antar etnik dan budaya, seperti kerusuhan ambon dan poso yang berlatar agama, kerusuhan sampit yang berlatarkan suku bangsa. Atau pergerakan-pergerakan ekstream yang menuntut adanya kemerdekaan seperti Republik Maluku selatan (RMS), Gerakan Aceh Merdeka (GAM), dan Papua Merdeka. Dan yang jelas lepas dengan referendum adalah provinsi ke 27 indonesia- Timor Timur (1999).

#Perubahan laju politik Indonesia dari unsur kepemimpinan
Pada masa pasca reformasi banyak stigma tentang adanya krisis kepemimpinan di indonesia. Setelah runtuhnya paham “bapakisme” Soeharto, banyak rakyat mulai meragukan legitimasi Habibie dan Abdurrahman Wahid. Ada nama besar setelah reformasi yaitu Amien Rais dan Megawati Soekarno Putri, namun kedua masih tidak dapat kepercayan masyarakat secra aristokrasi. Hal yang tersulit saat pasca reformasi ini dan paling krusial adalah masalah kepemimpinan setelah Soeharto, hal ini juga bisa dikatakan adalah kesalah kita bersama yang diam saja selama 32 tahun dan tidak melakukan proses transisi yang baik.
Mengapa hal ini bisa terjadi???? Beberapa faktor penyebab dari adanya krisis tersebut dijabarkan dengan dua point oleh Anas Urbaningrum, sebagai berikut :

Pertama, Selama ini bangsa kita tidak mempunyai pemimpin. Bangsa ini banyak melahirkan pemimpim-pemimpin yang bersifat layaknya penguasa. Dimana-mana seorang penguasa akan lebih banyak melakukan pemanfaatan waktunya bagi kelestarian kekuasannya. Kebijakan-kebijakn yang dikeluarkan selalu bersangkutan dengan harta dan kuasa yang palingmenopang. Jika demikian, waktu untuk memikirkan masyarakat sudah pasti menjadi sempit. Kalaupun kepentingan rakyat tersentuh, pasti hany dipinggir-pinggir sajadan tentu bertujuan untuk kemasan semata.

Kedua, negara ini lahir dan berkembang diatas landasan kebangsaan yang masih kuat menyisakan tradisi lama feodalisme . Negara ini memang modern dengan wajah republik, tetapi didalammnya adalah tradisi kerajaan yng sengaja dipertahnkn oleh penguasa. Struktur kebudayaan lama tersebut memang paling relevan bagi status quo. Dalam pelestrian itu, birokrasi yang disistimatiskan terutama oleh rezim Soeharto menjadi agen negara fasih untuk mempraktekan patronase absolut. Bahkan, secara struktural hal itu menjadi jringn yang efektif bagi proses penegaraan semua dimensi kehidupan.

Bila kia melihat lagi secara sepintas melaui fenomena yang ada, ada dua presiden yaitu BJ Habibie dan Abdurrahman Wahid-Gusdur. Dan memikili langkah yang besar dalam masa pasca reformasi. Pada masa Habibie, kepemimpinannya yang paling fenomenal adalah melakukan referendum terhadap timor-timur hingga lepasnya provinsi termuda indonesia tersebut, hal ini dilakukan oleh Habibie adalah semata untuk presiden yang akan datang tidak repot lagi mengurus provinsi yang hnya ditetapkan oleh TAP MPR, nmun tidak diakui oleh dunia internasional . Hal lain yang terjadi pada masa kepemimpinan yang hanya 200 hari lebih tersebut adalah ditolaknya pidato pertanggung jawaban dari Habibie, namun Habibie berhasil melakukan pemilu tahun 1999 yang maknai sebagai pemilu paling jujur dan adil dibandingkan dengan yang sebelum-sebelumnya.

Sementara itu, Gusdur lebih fenomenal. Kepemimpinan itu menjadi sangat enteng oleh Gusdur dan lebih mementingkan keputusan presiden dengan maklumat. Maklumat yang paling kontrofersial adalah pembubaran DPR hasil pemilu 1999 yang dimana dipilih secara demokratis. Hal ini juga menciptakan pemakzulan atau impeachment terhadap masa jabatan dari Abdurrahman Wahid-Gusdur.

Pada masa pasca reformasi tersebut juga adanya kekurangan rasa hormat kepada pemimpin. Demokrasi di indonesia agaknya kurang sesuai jika dibangun tanpa rasa hormat kepada pemimpin. Rasa hormat yang diterjemahkan secara lebih dalam, ketimbang negara-negara dengan budaya barat. Namun demikian, rasa hormat sebagai bagi demokrasi ketimuran tidak dinikmati oleh para elite sebagai ungkapan loyalitas yang tidak berujung. Justru dibutuhkan para pemimpin yang menempatkan rasa hormat sebagai jalan terbuka bagi pelaksanan kebijakan secara lebih efektif, dan juga dibayar dengan keteladanna yang memadai.

BAB II
Bagaimana strategi mengatasi laju perubahan politik di indonesia...???
Menurut saya, strategi yang pantas dalam mengatasi laju perubahan politik di iondonesia adalah datang dari diri personal rakyat itu sendiri, dengan memakai jiwa seorang kenegarawanan. Menurut Susilo Bambang Yudhoyno dalam sebuah wawancara di salah satu televisi yang mengajak masyarakat menempatkankan Soekarno dan Soeharto sebagai bagian masa lalu. Hemat saya, masa lalu itulah yang mesti kita jadikan cermin secara kritis, dan bukan untuk dihujat-hujat, lebih baik gunakan kritikan karena kita adalah insan kenegarawanan.

Menurut Anas Urbaningrum , Sebaiknya kita mengkritik masa lalu untuk dijadikan hikmah berbeda dengan menghujat-hujat. Mengkritik didasari oleh kejernihan intelektual dan cara pandang futuristik, sementara menghujat lebih berdasarkan logika marah dan dendam, serta terlalu diserimpung masa silam. Menurut saya, Sikap negarawan (statesmanship) adalah yang dadanya terbuka dan toleran, dan memiliki lentera masa depan bagi bangsanya. Sikap kenegarawanan itu mahal dan semahal pun itu, demi masa depan bangsa akan terasa ringan bila kita berlakukan secara bersama.

Saya sepakat reformasi politik dan laju perubahan atau pembangunan politik dilaksanakan secra gradual, tetapi harus didorong secra akseleratif. Artinya, totalitas dalam pembangunan politik itu musti dijalankan secara secara terukur. Dorongan idealisme harus ditentukan dengan realitas yang objektif, kalau dua faktor diatas tidak bisa ditemukan maka tekanan idealisme akan menjadi kuat. Kemudian kita akan dapat membayangkan hal yang akan terjadi proses menuju sampyuh .

Menurut Anas Urbaningrum , Agenda-agenda menuju konsolidasi demokrasi tersebut dapat dikerucutkan dalam delapan isu-isu pokok yang menurut saya adalah langkah konkret dalam merumuskan strategi dalam mengatasi laju pertuimbuhan politik di Indonesia. Hal-hal tersebut adalah:
1. Pembangunan sistem kepartaian yang mampu mendorong tumbuhnya partai-partai politik yang sehat dan fungsional
2. Penyelenggaraan pemilu yang demokratis, baik dalam pemilihan wakil rakyat diparleman mapun memilih pejabat eksekutif, baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat lokal.
3. Mempertegas dan memperjelas hubungan antra sipil dan militer yang sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi.
4. Melahirkan proyek otonomi daerah yang produktif dan adil dan bukan membuat raja-raja kecil tiap-tiap daerah
5. Kebebasan pers yang berkualitas dan produktif.
6. Pembangunan masyarakat yang semakin berdaya, bertenaga dan mampu menjadikan kekuatan banding atu kekuatan kontrol terhadap negara
7. Pengembangan perilaku kepemimpinan pada berbagai tingkatan pemerintahan, yang terbuka, toleran, bermoral, taat hukum dan patuh pada konstitusi.
8. Pembangunan ekonomi yang benar-benar memperhatikan prinsip-prinsip keadilan.

Demokrasi dapat kita istilah sebagai berikut: kalau kita naik bus AKAP-antar kota antar provinsi, jurusan Padang-Pekanbaru, kita tidak akan hiraukan siapa supirnya (legitimasi), bahkan keinginan berkenalapun tidak terbesit oleh kita. Tetapi kita percaya bahwa 8 jam lagi kita akan sampai di terminal di Pekanbaru (predictable). Berangkat jam 8pagi tiba jam 4 sore Berhenti di Padang panjang-Payakumbuh untuk transit dan istirahat (sistemik-institusional). Semua penumpang membeli tiket yang sama dan harga yang sama dan adanya membeda-bedakan penumpang (egaliter). Sang sopir tidak boleh membawa keluarganya jika tidak beli tiket (anti nepotisme). Jatah snack bagi penumpang juga sama (adil).

Inilah gambaran politik dimasa depan, dimana kepemimpina yang dail berjalan secra institusional; mekanisme politik jelas, tegas dan kokoh; kontruksi budaya politik yang egaliter, partisipatriotis dan emansipatif; struktur politik yang tegak diatas nilai demokrasi yang matang dan akan mendapatkan legitimasi objektif dari rakyat.

Senin, 28 Juni 2010

V for V.......vi veri veniversum vivus vici

penghiatan berdarah dan persekongkolan
aku tahu betul mengapa pengkhianatan berdarah,
seharusnya tidak boleh dilupakan.
tapi bagaimana dengan orangnya..???
siapa dia...???
seperti apa orangnya???

kita disuruh mengingat pemikirannya, bukan orangnya.
karena manusia bisa gagal.
dia bisa tertangkap, dia bisa dibunuh dan terlupakan.
sebuah pemikiran dapat merubah dunia

aku menyaksikan dari awal akan kedasyatan sebuah pemikiran.
aku melihat manusia membunuh dengan mengatasnamakan pemikiran itu...
dan mati karena mempertahankan pemikiran tersebut.
tapi kau tak bisa mencium sebuah pemikiran...
tak bisa menyentuh ataupun memegang pemikiran tersebut.

pemikiran tidak berdarah.
mereka tidak merasakan sakit.
mereka tidak punya cinta.
dan bukan sebuah pemikiran yang aku rindukan.

yang tak lain merupakan suatu bentuk yang mengikuti suatu fungsi.
aku hanya bertanya paradoks siapa sesungguhnya pria bertopeng..??
seorang mantan pemain teater yang sederhana,
pelaku, korban maupun penjahat karena pergantian takdir.

wajah ini, bukanlah sebuah lapisan meja hias..
melainkan sisa dari suara rakyat,
yang sekarang kosong....
lenyap....

meski, bencana masa lalu yang menyakitkan masih berkobar
dan bersumpah melenyapkan orang culas
dan penjahat di barisan depan
dan menghancurkan kekejian dan kelaliman

satu-satunya keputusan adalah balas dendam
dendam turun temurun dipegang sebagai nazar yang tak sia-sia
demi nilai-nilai dan kejujuran
bahwa suatu hari akan membebaskan yang waspada dan yang bijak

itu artinya, aku, seperti tuhan
tidak bermain dadu dan tidak percaya pada kebetulan.

tapi tentu saja ada orang-orang yang tak menginginkan kita bicara
bahkan sekarang ini pun, mereka meneriakan perintah lewat teleponnya.
dan pria-pria bersenjatapun segera berdatangan.
kenapa...???

karena sekalipun pemukul dipakai sebagai pengganti percakapan,
kata-kata akan mempertahankan kekuatannya...
kata-kata memiliki arti-arti
dan barang siapa yang mendengarkan, ucapkalah sebuah kebenaran.

dan kebenaran adalah,,,,
ada yang salah dengan negeri ini, bukan??
kekejaman dan ketidakadilan,
ketidaktoleransian dan penindasan.

dan dulu kalian pernah memiliki kebebasan menyatakan,,
keberatan, berfikir dan berbicara saat diperlukan.
sekarang terkena sensor dan pengawasan memaksamu tunduk
dan meminta penyerahan total.

bagaimana ini bisa terjadi...??
siapa yang salah...???
pasti ada yang salah dan yang lebih bertanggung jawab,
dan mereka akan dituntut

tapi sekali lagi, kebenaran akan terkuak.
kalau kita mencari yang bersalah
kita hanya perlu melihat sebuah cermin
aku tahu mengapa kau tak melakukannnya...????

siapa yang tidak takut perang, teror dan penyakit....???
ada jutaan masalah yang berkomplot
untuk merusak pemikiran kita
dan merampok perasaan kita yang wajar..

rasa takut mengambil yang terbaik dari kita
dia menjanjikan ketentraman
dia menjanjikan kedamaian
namun dia meminta persetujuan untuk diam dan patuh...!!!!

rakyat seharusnya tak perlu takut terhadap pemerintah
pemerintah seharusnya takut kepada rakyat
simbol-simbol diberi kekuatan oleh rakyat
namun tanpa banyak orang, sebuah simbol tak akan berarti.

"vi veri veniversum vivus vici"
(dengan kekuatan kebenaran,aku,selagi kuhidup,
telah menaklukan jagad raya)

dan karena itu, kututupi kekejianku
dengan firman yang kucuri dari kitab suci
dan aku kelihatan seperti orang kudus
padahal aku adalah iblis...!!


.............................GUIDO FAWKES

Kamis, 27 Mei 2010

RASA TERSINGGUNG

Salah satu hal yang sering membuat energi kita terkuras adalah timbulnya rasa ketersinggungan diri. Munculnya perasaan ini sering disebabkan oleh ketidaktahanan kita terhadap sikap orang lain. Ketika tersinggung, minimal kita akan sibuk membela diri dan selanjutnya akan memikirkan kejelekan orang lain. Hal yang paling membahayakan dari ketersinggungan adalah habisnya waktu kita. Efek yang biasa ditimbulkan oleh rasa tersinggung adalah kemarahan. Jika kita marah, kata-kata jadi tidak terkendali, stress meningkat, dan lainnya. Karena itu, kegigihan kita untuk tidak tersinggung menjadi suatu keharusan.

Apalagi di Musim Pillkada, hampir semua sikap tulisan atau status membuat kita tersinggung..

Apa yang menyebabkan orang tersinggung? Ketersinggungan seseorang timbul karena menilai dirinya lebih dari kenyataan, merasa pintar, berjasa, baik, tampan, dan merasa sukses. Setiap kali kita menilai diri lebih dari kenyataan bila ada yang menilai kita kurang sedikit saja akan langsung tersinggung. Peluang tersinggung akan terbuka jika kita salah dalam menilai diri sendiri. Karena itu, ada sesuatu yang harus kita perbaiki, yaitu proporsional menilai diri.

Teknik pertama agar kita tidak mudah tersinggung adalah tidak menilai lebih kepada diri kita. Misalnya, jangan banyak mengingat-ingat bahwa saya telah berjasa, saya seorang guru, saya seorang pemimpin, saya ini orang yang sudah berbuat. Semakin banyak kita mengaku-ngaku tentang diri kita, akan membuat kita makin tersinggung.

Ada beberapa cara yang cukup efektif untuk meredam ketersinggungan:

1. Belajar melupakan

Jika kita seorang sarjana maka lupakanlah kesarjanaan kita. Jika kita seorang direktur lupakanlah jabatan itu. Jika kita pemuka agama lupakan kepemuka agamaan kita. Jika kita seorang pimpinan lupakanlah hal itu, dan seterusnya. Anggap semuanya ini berkat dari Allah agar kita tidak tamak terhadap penghargaan. Kita harus melatih diri untuk merasa sekadar hamba Allah yang tidak memiliki apa-apa kecuali berkat ilmu yang dipercikkan oleh Allah sedikit. Kita lebih banyak tidak tahu. Kita tidak mempunyai harta sedikit pun kecuali sepercik titipan berkat dari Allah. Kita tidak mempunyai jabatan ataupun kedudukan sedikit pun kecuali sepercik yang Allah telah berikan dan dipertanggung jawabkan. Dengan sikap seperti ini hidup kita akan lebih ringan. Semakin kita ingin dihargai, dipuji, dan dihormati, akan kian sering kita sakit hati.

2. Kita harus melihat bahwa apa pun yang dilakukan orang kepada kita akan bermanfaat jika kita dapat menyikapinya dengan tepat

Kita tidak akan pernah rugi dengan perilaku orang kepada kita, jika bisa menyikapinya dengan tepat. Kita akan merugi apabila salah menyikapi kejadian dan sebenarnya kita tidak bisa memaksa orang lain berbuat sesuai dengan keinginan kita. Yang bisa kita lakukan adalah memaksa diri sendiri menyikapi orang lain dengan sikap terbaik kita. Apa pun perkataan orang lain kepada kita, tentu itu terjadi dengan izin Allah. Anggap saja ini episode atau ujian yang harus kita alami untuk menguji keimanan kita.

3. Kita harus berempati

Yaitu, mulai melihat sesuatu tidak dari sisi kita. Perhatikan kisah seseorang yang tengah menuntun gajah dari depan dan seorang lagi mengikutinya di belakang Gajah tersebut. Yang di depan berkata, “Oh indah nian pemandangan sepanjang hari”. Kontan ia didorong dan dilempar dari belakang karena dianggap menyindir. Sebab, sepanjang perjalanan, orang yang di belakang hanya melihat pantat gajah. Karena itu, kita harus belajar berempati. Jika tidak ingin mudah tersinggung cari seribu satu alasan untuk bisa memaklumi orang lain. Namun yang harus diingat, berbagai alasan yang kita buat semata-mata untuk memaklumi, bukan untuk membenarkan kesalahan, sehingga kita dapat mengendalikan diri.

4. Jadikan penghinaan orang lain kepada kita sebagai ladang peningkatan kualitas diri dan kesempatan untuk mempraktekkan buah – buah roh yaitu, dengan memaafkan orang yang menyakiti dan membalasnya dengan kebaikan

Kamis, 08 April 2010

Prahara Pilkada

Oleh: Dr. J. Kristiadi
Peneliti Senior CSIS dan Dewan Pengawas PP AIPI
Periode 2008-2011

Otonomi daerah sudah berlangsung lebih dari 10 tahun, tetapi isu politik masih sangat sentralistik. Maka, tidak aneh beberapa calon kepala daerah berkampanye melalui televisi nasional.

Sementara itu, isu-isu penting seperti pemberdayaan kelembagaan di tingkat lokal, yang berhubungan langsung dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, hampir tidak memperoleh tempat dalam ruang publik. Bahkan, ketika tahun 2010 dilakukan pemilihan kepala daerah (pilkada) di 244 daerah, isu-isu penting tersebut tenggelam oleh isu berkualitas transaksional, seperti Pansus DPR tentang Hak Angket Bank Century. Padahal, pilkada dirancang untuk memperkuat demokrasi, menghasilkan pemimpin yang merakyat, memiliki empati, peka serta peduli terhadap kepentingan dan penderitaan rakyat. Dengan demikian, diharapkan lahir kebijakan yang memihak rakyat serta menumbuhkan daya saing berdasarkan keunggulan setiap daerah.

Tingkat signifikansi pilkada juga dapat dicermati melalui frekuensi penyelenggaraannya. Sejak Juni 2005 hingga tahun berjalan 2010 telah dilakukan 700 lebih pilkada. Berarti, setiap minggu rata-rata dua kali pilkada, tapi ternyata harapan masyarakat jauh panggang dari api. Tidak nyambung tingkat frekuensi pilkada dengan kesejahteraan rakyat.

Tentu banyak penyebabnya. Beberapa yang penting adalah sebagai berikut. Pertama, kausa struktural yang bersumber dari ketidakjelasan peran, tugas, dan wewenang gubernur. Ia, selain kepala daerah, adalah ”orangnya pusat” yang berkedudukan di ”unit antara” (provinsi) untuk melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan terhadap pimpinan kabupaten/wali kota sebagai ”unit dasar”.

Isu ini terbengkalai selama bertahun-tahun. Karena itu, meski Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 sebagai pedoman menyusun program lima tahunan daerah sudah diterbitkan, pembangunan di daerah sangat sulit dikoordinasikan, apalagi diawasi.

Namun, yang lebih menyulitkan lagi adalah dominannya kepentingan transaksional di antara kekuatan politik di daerah dalam memperebutkan anggaran daerah. Oleh sebab itu, terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Kewenangan Gubernur merupakan salah satu jawaban mengatasi persoalan tersebut meskipun belum maksimal.

Kendala struktural lain adalah konflik kepala daerah dengan wakil kepala daerahnya. Sebagian besar dari 544 kepala daerah terlibat perseteruan yang sangat memengaruhi kinerja pemerintahan daerah. Pokok persoalan dimulai sejak proses pencalonan. Pada tingkat itu, calon wakil kepala daerah adalah tokoh yang mempunyai konstituensi, bahkan merupakan representasi kalangan tertentu yang dapat saling memperkuat pencalonan.

Tidak jarang kontribusi investasinya lebih besar dibandingkan calon kepala daerah. Namun, setelah pasangan menang dan dilantik, wakil kepala daerah hanya pembantu serta tidak mempunyai kewenangan yang jelas. Hubungan semakin memburuk kalau akses wakil kepala daerah melakukan ekstraksi kekayaan negara sangat dibatasi. Biasanya, wakil kepala daerah akan menghimpun kekuatan untuk mencalonkan diri pada periode berikutnya atau melakukan hal-hal agar kepemimpinan kepala daerah tidak berhasil.

Pada titik inilah birokrasi di daerah mulai tercerai-berai. Birokrasi terbelah karena jadi ajang pertarungan kepala daerah dengan wakil kepala daerah. Meski birokrasi dilarang undang-undang untuk berpolitik, kalau kedua pemimpin daerah memaksa birokrasi menjadi tim sukses, mereka harus bersedia; atau kehilangan jabatan dan masa depan, mengingat pembina mereka adalah kepala daerah.

Biasanya kemenangan satu pihak akan menggusur birokrasi daerah yang dicurigai sebagai lawan politiknya. Bahkan, jabatan birokrasi di daerah dapat dijadikan komoditas untuk mengembalikan investasi kekuasaan dalam pencalonan. Dinas-dinas ”mata air”, misalnya dinas permukiman dan prasarana wilayah, kehutanan, pertanian, dan pendidikan, dapat diperjualbelikan melalui mutasi—dapat terjadi setiap tahun—dengan harga ratusan juta rupiah.

Oleh sebab itu, reformasi birokrasi tidak akan pernah dapat dilakukan kecuali ada kekuatan yang dapat memaksa partai politik mengakhiri petualangan politiknya di ranah birokrasi. Hancurnya birokrasi di daerah hanya menunggu waktu saja.

Sejalan dengan semakin menguatnya politik kepentingan sebagai panglima, daya rusak pilkada yang akan lebih menghancurkan adalah proses menguatnya oligarki dan dinasti politik. Isyarat munculnya raja-raja kecil semakin sulit dihambat.

Kalau di tingkat nasional fenomena jaringan kekerabatan, oligarki, dan dinasti politik antara eksekutif, DPR, dan DPD sekitar 40 persen, perekrutan politik dalam pilkada pada 2010 diduga tidak kalah akselerasinya. Kajian yang lebih serius pasti akan mampu mengungkapkan bahwa perekrutan politik para pemburu kekuasaan sudah melabrak kepatutan dan kesantunan.

Indikasi sudah muncul, misalnya incumbent kepala daerah dua periode tidak malu-malu mencalonkan diri sebagai wakil kepala daerah di daerah yang sama atau menjagokan istri atau saudaranya. Mertua berpasangan dengan menantu. Incumbent bupati dua periode mencalonkan menjadi wakil bupati dan anaknya dicalonkan menjadi bupati menggantikan posisi ayahnya.

Dalam negara demokrasi, setiap warga negara mempunyai hak yang sama. Namun, mengingat iklim politik yang sarat dengan transaksi politik, justru demokrasi telah kehilangan rohnya karena kompetisi di medan pertarungan tidak adil. Mereka yang memiliki modal dari kekuasaan yang diperoleh dengan politik uang memiliki akses kepada kekuasaan dan mempunyai peluang yang lebih besar untuk menang. Membiarkan proses ini, pilkada bukan membuka surga bagi masyarakat, melainkan prahara yang akan menenggelamkan impian rakyat.

Kamis, 18 Maret 2010

POLITIK JAWA

ANALISA POLITIK JAWA
Pada dasarnya setiap rumusan tentang kekuasaan berlawanan dengan rumusan yang setara dalam tradisi Jawa, dan dari interelasi antara rumusan yang berlawanan tersebut kesalinghubungan dan konsistensi tradisi ini diturunkan.
1. Kekuasaan adalah konkret.
Kekuasaan adalah sesuatu yang nyata,tidak bergantung pada pihak-pihak yang mungkin menggunakannya. Kekuasaan bukanlah suatu postulat teoritis melainkan suatu kenyataan eksistensial. Dalam pemikiran Jawa tidak ada pemisaha tegas antara benda hidup dengan tak hidup,karena semua ditopang oleh kekuasaan tak tampak yan sama.

2. Kekuasaan adalah homogen.
Kekuasaan sama jenisnya dan berasal dari sumber yang sama yang berada pada ditangan satu individu maupun kelompok adalah sama dengan yang berada ditanan individu atau kelompok lain.
3. Besarnya kekuasaan didalam semesta adalah konstan.
Dalam pandangan Jawa, jagat raya tidaklah berkembang atau menyusut,jumlah kekuasaan didalamnya selalu tetap. Kuantitas keseluruhannya tidaklah berubah meskipun pendistribusian mungkin beragam. Dalam teori politik konsepsi ini sangat penting karena konsentrasi kekuasaan pada satu tempat memerlukan penyusutan yang sepadan dari tempat lain.
4. Kekuasaan tidaklah memerlukan keabsahan.



ETIKA POLITIK JAWA


John Pamberton dalam buku On the Subject of “Java” (1994) mengisahkan kegagalan administrasi-politis untuk melakukan riset pada tahun 1980-an tentang hubungan budaya dan politik Jawa dengan rezim Orde Baru (Soeharto). Tema itu diajukan untuk membaca Jawa dalam pemilu 1982. Kegagalan prosedural justru mengantarkan Pamberton pada studi unik untuk membaca Jawa sebagai konstruksi implikatif terkait dengan pelbagai konteks politik, seni, ekonomi, spiritualitas, dan kultural. Jawa pun terpahami dalam tanda petik karena menjadi tanda penting dalam perpolitikan Indonesia tapi tidak terbuka utuh. Jawa selalu mengandung tabir rahasia untuk minta terjemahan atau penafsiran mutakhir sesuai arus jaman.

Kisah kecil dari Pamberton itu patut jadi fragmen awal untuk membaca etika (politik) Jawa saat ini menjelang pemilu. Pamberton penasaran dengan politik semantik Orde Baru dalam memaknai pemilu sebagai “pesta demokrasi”. Pengartian itu adalah ritualisasi politik dengan melibatkan elemen-elemen lahir batin dari rakyat Indonesia. Pemilu di Jawa pun dimaknai dengan pelbagai laku dari jagad batin (sakral) sampai jagad politik (profan).

Laku politik memang membuat sekian orang jadi repot ketika ingin masuk panggung sebagai aktor (caleg). Mereka mesti membuat sekian pertaruhan: pamrih politik, etika, kalkulasi ekonomi, harga diri, status sosial, atau pengabdian. Pertaruhan itu tampak dalam keramaian wajah dan jargon politik di jalan, televisi, koran, radio, rumah, atau ruang publik. Aktor-aktor politik membuat taktik untuk bisa merasa hadir di dalam kehidupan publik. Mereka ingin kehadiran representatif dalam spanduk, poster, baliho, atau iklan menjadi komunikasi intim dengan calon publik pemilih.

Pertanyaan pelik: “Bagaimana implikasi laku aktor-aktor politik itu dalam ranah etika politik dan etika Jawa?” Kampanye dengan tebar foto wajah dan jargon politik adalah kelumrahan dalam pasar politik. Sistem dan medium untuk kampanye itu ingin mencapai pada kalkulasi maksimal untuk pemerolehan simpatik dari publik pemilih. Kampanye pun diimbuhi dengan iklan-iklan menggoda dan melenakan di media massa. Kampanye dalam model-model itu memang mengandung spirit demokratis tapi menyimpan dilema etis.
Barangkali orang-orang mahfum bahwa kehadiran foto wajah dan jargon politik dari aktor-aktor politik itu hampir homogen. Mereka minta doa restu dan dukungan. Mereka pun tak lupa memberi janji indah dan melenakan entah demi apa dan siapa. Mereka tanpa sungkan memuji diri sendiri sebagai aktor politik pilihan. Wajah sebagai representasi dalam pengertian E. Levinas adalah makna kehadiran tak terelakkan. Kalimat permintaan dan janji politik adalah tegangan pamrih dan etika politik. Pamrih politik dalam kasus perpolitikan mutakhir kerap menundukkan etika politik. Janji tinggal kenangan ketika kursi sudah tercapai. Etika jadi “amung lamis”.
Perbedaan kecil tampak dari aktor-aktor politik dalam membuat pola komunikasi dengan pendekatan kejawaan. Beberapa aktor melakukan komunikasi politik melalui instrumen-instrumen Jawa dengan pemanfaatan bahasa Jawa, ikon-ikon Jawa, seni, dan ritual Jawa. Pemanfaatan bahasa Jawa hendak membuka dialog intim dengan nuansa dan politik rasa. Bahasa Jawa mungkin jadi alat untuk membuat aktor dan publik pemilih ada dalam dunia kolektif kejawaan. Rasa politik dengan bahasa Jawa itu kental terasa dalam iklan di radio dan televisi lokal.

Laku Politik dari aktor-aktor politik itu dalam tataran tertentu rentan dengan penabrakkan etika politik dan etika Jawa. Frans Magnis-Suseno dalam Etika Politik (1991) mengartikan etika politik sebagai lambaran etis dalam dimensi kehidupan politis manusia. Etika politik adalah legitimasi untuk laku politik. Pengertian itu bisa dijadikan acuan untuk membaca laku politik dengan pelbagai wajah dan jargon politik. Representasi dan pencitraan diri dalam poster, spanduk, baliho, atau iklan adalah pola politik modern. Pola ini cenderung sebagai narsisisme politik. Politik memusat pada pemujaan individu atas pelbagai hal dari, oleh, dan untuk diri sendiri.

Narsisisme politik itu tentu menjadi peringatan atas etika politik. Aktor politik dengan narsisisme itu bisa sekadar memanfaatkan publik untuk legitimasi politik dengan mengorbankan lambaran etis sebagai juru bicara kepentingan rakyat. Etika dalam narsisime politik ini jadi virus ganas dalam politik dan kehidupan publik dalam anutan etika Jawa.
Laku politik memang rentan dengan fenomena konflik atau harmoni. Narsisisme politik bisa jadi titik kritis atas nasib politik demokrasi. Etika tentu mungkin jadi kontrol dan kritik untuk laku dan risiko politik. Etika Jawa sebagai anutan dalam politik mengajarkan relasi individu dan publik dengan nilai-nilai untuk harmoni atau keselarasan. Franz Magnis-Suseno dalam Etika Jawa (1984) mengingatkan bahwa etika Jawa menganut pada paham rukun dan hormat. Realisasi prinsip-prinsip itu ada dalam pelbagai sisi kehidupan masyarakat Jawa dari kehidupan keluarga sampai kehidupan politik.

Bisakah etika Jawa jadi anutan dalam politik? Pertanyaan ini pelik ketika dihadapkan dengan realitas politik hari ini. Orang Jawa sebagai aktor politik terkadang lupa atau mengabaikan etika Jawa karena kalkulasi politik praktis dan pragmatis. Aktor politik terkadang menganggap ertika Jawa justru menjadi halangan karena susah dijadikan sebagai spirit untuk pertarungan politik. Pemahaman keliru ini semakin jadi dalih untuk para aktor politik menabrak etika demi lakon politik. Aktor politik dengan implisit dan eksplisit terus melakukan pencitraan diri dengan risiko menantang atau menyaingi aktor lain. Pola persaingan tanpa lambaran etika (politik) Jawa ini mungkin jadi titik awal untuk pemunculan “lakon politik tak etik”.
Bagi orang Jawa, pengaruh kesenian wayang dalam kehidupan nyata sangat besar. Cerita wayang maupun tokoh-tokoh wayang seringkali mengilhamisikap hidupnya, baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Tidak kurang dari Soeharto, presiden kedua negara kita. Menjelang kejatuhannya, dia pernah mengatakan akan mengundurkan diri dan akan lebih meningkatkan kehi dupan rohaninya. Seperti para raja ksatria dalam tokoh pewayangan, jika sudah tua tidak mau lagi menja di raja; dan akan mengabdikan dirinya untuk meni ngkatkan amal ibadahnya dengan menjadi seorang pendeta. Dalam istilah pewayangan, sering dis ebut dengan: ”lengser keprabon, mandeg pandita”.
Kebudayaan Jawa adalah kebudayaan pusat di Indonesia. Hal ini disebabkan, karena sekalipun Indonesia tidak identik dengan Jawa, tetapi jelas bahwa Jawa adalah pusat Indonesia. Satu pernyataan ini memang tidak berlebihan, hal ini tidak saja disebabkan mayoritas penduduk Indonesia adalah orang Jawa, tetapi juga disebabkan banyaknya perantau Jawa ke berbagai daerah di Indonesia. Para pera ntau dari Jawa mempunyai ikatan kekerabatan dan ikatan budaya yang sangat kuat. Oleh karena itu, sekalipun mereka sudah puluhan tahun tinggal di daerah lain yang mempunyai latar belakang sosial budaya berlainan, namun mereka masih tetap dapat mempertahankan identitas Jawanya.
Jawa adalah kelompok etnis yang sangat toleran, mereka sudah menerima pengaruh pengaruh asing tanpa harus mengorbankan identitasnya. Seperti halnya pendapat Niels Mulder yang mengatakan, bahwa budaya Jawa memiliki kekuatan dan kemampuan integritas untuk menemukan jalan dalam menyesuaikan diri dengan dunia modern dan dengan p erubahan sosial. Betapapun dengan berub ahnya jaman, kebudayaan dan identitas Jawa yang dasariah tidaklah banyak berubah, dan orang Jawa amat sadar serta bangga dengan kebudayaan mereka.2 Kesadaran diri budaya yang begitu kuat, menurut Anderson, merupakan landasan emosional dan psikologis bagi toleransi Jawa sejati. Kebanggaan itu begitu mendarah daging, sehingga hampir saja semua ditolerir, asalkan dapat diadaptasi atau diterangkan dari sudut pandangan Jawa.
Pandangan hidup orang Jawa dan penekanan tingkah laku seseorang agar nrima, sabar, el ing lan waspada, andap asor, tepa selira, dan prasaja. Dengan tercapainya keserasian, atau harmoni hidup. Keserasian hidup dapat menciptakan ketenangan dan ketentraman. Pusat politik dan kebudayaan umumnya, sekaligus merupakan pusat-pusat pemerintahan. Di pihak lain, adanya pandangan istana sentrisme, sejak tumbuhnya pusat -pusat politik yang berupa kerajaan-kerajaan, bahkan sampai sekarang
Bagi masyarakat Jawa, kerja sama (gotongroyong) ataupun saling tolong, sebe narnya dilandasi oleh pandangan hidup nya, bahwa orang yang suka menolong atau membantu sesamanya, dianggap telah “men anam budi”. Menanam budi bagi masyarakat Jawa, dianggap suatu perbuatan yang “luhur”, yang kompensasinya atau balas jasanyadirasakan dalam kehidupannya yang tenang, tentram dan bahagia. Pandangan semacam itu nampak dalam ungkapan bahasa Jawa luhur wekasane , yang maksudnya bahwa perbuatan yang baik atau ”mulia” bila orang mau berbuat kebajikan, maka ia akan mendapat pahala yang baik pula. Ungkapan tersebut sekaligus juga memberikan gambaran, bahwa sikap hidup yang luhur (baik) memiliki suatu nilai moral yang tinggi dan oleh sebab itu perlu dilakukan oleh setiap orang. Sekalipun untuk mencapainya, seseorang kadang-kadang, bahkan kalau perlu men gorbankan kepentingannya maupun hartanya.
Ungkapan “Digdaya tanpa aji, sugih tanpa bandha, menang tanpa ngasorake“ membuktikan hal itu. Arti yang tersirat dari ungkapan tersebut ialah, bahwa itikad baik mengalahkan segalanya. Dari ungkapan di atas , menunjukkan kepada kita, bahwa orang Jawa lebih mengutamakan “kekayaan batin” bila dibandingkan “kekayaan harta”. Sehi ngga anggapan Niels Mulder yang mengatakan:
“…tidak ada alasan kultural yang kuat
mengapa para petani Jawa tidak berjuang
bagi meningkatnya pendapan dan kondisi
materiil mereka. Petani Jawa sada r akan
statusnya yang rendah dan ia p un sadar
bahwa ia tidak dapat melarikan diri dari
hubungannya yang akrab dengan tanah;
namun demikian tetaplah tak ada alasan
mengapa ia tidak meningkatkan kondisi
materiilnya”.

Menurut Sartono, konsep kekuasaan atau otoritas kharismatik di dalam masyrakat Indonesia pada umumnya, dan masyarakat Jawa pada khususnya, mempunyai denotasi pengertian kesaktian.
Ben Anderson, dalam uraiannya soal konsep kekuasaan Jawa perlu diutarakan di sini, bahwa konsep Jawa mengenai kekuasaan berdimensi empat sesuai dengan konsep pewayangan: sakti-mandraguna, mukti-wibawa.
Mandraguna menunjukkan kepada kecakapan, kemampuan, ataupun ketrampilan dalam satu atau beberapa bidang, seperti olah-senjata, kesenian, pengetahuan, dan sebagainya.
Mukti lebih berhubungan dengan kedudukan yang penuh dengan kesejahteraan.
Wibawa berarti kedudukan terpandang (prestise) yang membawa pengaruh besar.

Kasta bangsa Jawa
1. Priyayi
2. Abangan
3. Santri
4. Wong Cilik
Setiap kasta sudah memiliki tugas dan tanggungjawabnya masing-masing di dalam masyarakat, sehingga pembagian tugas dan pekerjaan seseorang akan sangat ditentukan oleh kastanya.
Cara yang ditempuh, adalah dengan pendek atau yang bersifat “legitimasi”. Melalui para pendeta, pujangga, maupun pegawai istana yang ahli di bidangnya, dibuatlah hikayat, pantun, mitos, babad, silsilah, serta lain-lainnya, yang pada dasarnya berisi penjelasan guna melegitimasikan kekuasaan raja. Salah satu di antaranya adanya ajaran, bahwa para raja adalah keturunan, penjelmaan, atau pengantara dewa -dewa (konsep dewa-raja). Bagi masyarakat Jawa, khususnya yang menganut mistik, para raja dianggap termasuk unsur-unsur mistik di bumi ini yang amat penuh kuasa, yang mewadahi kekuatan kosmis, kekuatan magis yang berasal dari pribadi raja, memerkati dan menjamin kesejahteraan para warga.
Usaha raja-raja Mataram di dalam me-legitimasikan kekuasaannya, bahwa dia bukan hanya sebagai pimpinan pemerintahan, tetapi juga sebagai pimpinan keagamaa n dapat kita lihat dari gelar Pangeran Mangkubumi yang menggunakan gelar kerajaan “ Kanjeng Sultan Hamengkubuwana Senapati Ing Al aga Ngabdurrahman Sayidin Panatagama Kalipatullah”, yang secara singkat hanya gelar ketiga yang selalu disebut dalam babad, yaitu Hamengkubuwana. Kerajaannya diberinama Ngayogyakarta Adiningrat. Dari gelar dan nama kerajaannya, jelas sultan Hamengkubuwana I mengidentifikasikan dirinya dengan Wisnu, sebab Hamengkubuwana berarti “Yang Memelihara Dunia”, jadi Wisnu. Ngayogyakarta Adiningrat berarti “Ayodya Yang Makmur, Yang Indah di Dunia”. Ayodya adalah nama ibukota kerajaan Rama, dan Rama adalah inkarnasi Wisnu. Dalam babad-babad, Sultan Hamengkubuwana sering dikatakan sebagai Wisnu yang sedang turun ke bumi. Gelar “Ngabdurrahman Sayidin Panatagama Kalipatullah” berarti, bahwa Pangeran Mangkubumi juga seorang pimpinan dan pelindung agama Islam. Disamping itu gelar “Senapati Ing Alaga”, menunjukkan bahwa dia juga sebagai seorang panglima perang, yang mahir dalam bidang peperangan. Gelar yang bersifat Hinduistis dan Islam ini, jelas dimaksudkan agar dia diakui dan dihormati sebagai pimpinan agama Hindu dan sekaligus sebagai pimpinan agama Islam.
Budaya Politik Jawa
Yahya Muhaimin dalam tulisannya “Persoalan Budaya Politik Indonesia” mengutarakan tentang sikap-sikap masyarakat Jawa terkait dengan pelaksanaan politik di Indonesia. Adapun sikap-sikap itu antara lain:
1. Konsep “Halus”
Masyarakat Jawa cendrung untuk menghindarkan diri atau cendrung untuk tidak berada pada situasi konflik dengan pihak lain dan bersamaan dengan itu mereka juga cendrung selalu mudah tersinggung. Ciri-ciri ini berkaitan erat dengan konsep “halus” (alus) dalam konteks Jawa, yang secara unik bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan kata subtle, smooth, refined, sensitive, polite dan civilized. Konsep ini telah ditanamkan secara intensif dalam masyarakat Jawa sejak masa kanak-kanak. Ia bertujuan membentuk pola “tindak-tanduk yang wajar”, yang perwujudannya berupa pengekangan emosi dan pembatasan antusiasme serta ambisi. Menyakiti dan menyinggung orang lain dipandang sebagai tindakan kasar, rough, crude, vulgar, coarse, insensitive, impolite dan uncivilized
Dari tema-tema kultural seperti di atas, kita dapat memahami mengapa orang Jawa mempunyai kesulitan untuk berlaku terus terang. Ini terjadi karena ia ingin selalu menyeimbangkan penampilan lahiriah dengan suasana batinnya sedemikian rupa sehingga dianggap tidak kasar dan tidak menganggap keterbukaan (keterusterangan) sebagai suatu yang terpuji kalau menyinggung pihak lain
2. Menjunjung Tinggi Ketenangan Sikap
Masyarakat Jawa cendrung untuk menghindarkan diri atau cendrung untuk tidak berada pada situasi konflik dengan pihak lain dan bersamaan dengan itu mereka juga cendrung selalu mudah tersinggung. Ciri-ciri ini berkaitan erat dengan konsep “halus” (alus) dalam konteks Jawa, yang secara unik bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan kata subtle, smooth, refined, sensitive, polite dan civilized. Konsep ini telah ditanamkan secara intensif dalam masyarakat Jawa sejak masa kanak-kanak. Ia bertujuan membentuk pola “tindak-tanduk yang wajar”, yang perwujudannya berupa pengekangan emosi dan pembatasan antusiasme serta ambisi. Menyakiti dan menyinggung orang lain dipandang sebagai tindakan kasar, rough, crude, vulgar, coarse, insensitive, impolite dan uncivilized (ora njawa).
Dari tema-tema kultural seperti di atas, kita dapat memahami mengapa orang Jawa mempunyai kesulitan untuk berlaku terus terang. Ini terjadi karena ia ingin selalu menyeimbangkan penampilan lahiriah dengan suasana batinnya sedemikian rupa sehingga dianggap tidak kasar dan tidak menganggap keterbukaan (keterusterangan) sebagai suatu yang terpuji kalau menyinggung pihak lain
3. Konsep Kebersamaan
Dalam kebudayaan Jawa, kebersamaan ini secara operasional tidak sekedar diaktualisasikan dalam aspek-aspek yang materialistis, tapi juga dalam aspek-aspek yang non materialistis atau yang menyangkut dimensi moral. Implikasi dimensi yang sangat luas ini ialah kaburnya hak dan kewajiban serta tanggung jawab seseorang. Jika seseorang mempunyai hak atas sesuatu, maka dalam kerangka ini, orang lain akan cendrung berusaha menikmati hak tersebut. Pihak yang secara intrinsik mempunyai hak juga cendrung membiarkan orang lain ikut menikmatinya. Karena itu, kalau seseorang memiliki kewajiban atau tanggung jawab, maka orang tersebut cendrung ingin membagi kewajiban itu pada orang lain. Dengan demikian, takkala suatu pihak dituntut untuk mempertanggungjawabkan kewajibannya, maka secara tidak begitu sadar ia seringkali bersikap agar pihak lain juga bersama-sama memikul tanggung jawab itu. Bahkan seluruh anggota masyarakat diinginkan agar sama-sama mengemban tanggung jawab.
Implikasi selanjutnya ialah adanya kecendrungan bahwa takkala diperingatkan (dikritik) agar bertanggung jawab, ia cendrung mengabaikan peringatan (kritik) tersebut sebab orang lain atau anggota masyarakat selain dia dirasakannya tidak dimintai pertanggunjawaban, padahal mereka telah ikut menikmati haknya tadi. Sedemikian jauh sifat pengabaian itu sehingga sering sampai pada titik “tidak ambil pusing”. Pada titik inilah masyarakat Jawa kelihatan kontradiktif, yakni, pada satu segi, selalu berusaha bersikap dan berlaku halus serta bertindak tidak terus terang, tetapi pada segi lain sering bersikap “tidak ambil pusing” (tebal muka) terhadap kritik yang langsung sekalipun serta bersikap “menolak” secara terus terang.

PERBANDINGANNYA DENGAN POLITIK MODERN
Suatu kontras skematik dengan aspek signifikan dalam konsep Eropa modern menjelaskan gagasan Jawa tentang kekuasaan:
1. Kekuasaan adalah abstrak.
Kita lazimnya memahami keberadaan kekuasaan pada kisaran luas keragaman situasi yang didalamnya tampak sejumlah orang patuh, rela atau tidak rela pada kehendak orang lain. Kita biasanya tidak menganggap seseorang atau sekelompok orang memilki kekuasaan kecuali dengan menunjukkan hubungan sebab-akibat antara perintah,baik implicit maupun eksplisit dan pelaksanaannya
2. Sumber-sumber kekuasaan adalah heterogen.
Kekuasaan dapat dianggap menjadi akibat dari atau diturunkan dari pola-pola perilaku tertentu. Maka sumber kekuasaan dapat berupa dari kekayaan,status social,jabatan formal,organisasi,senjata,populasi,dsb. Meskipun dalam praktiknya berbagai sumber itu mungkin,dalam analisis politik sumber tersebut diperlakukan sebagai variable-variabel terpisah yang mempengaruhi perilaku.
3. Penimpukan kekuasaan tak memiliki batasan inheren.
Karena semata merupakan suatu abstraksi yang memaparkan hubungan tertentu antarmanusia,kekuasaan pada dasarnya tak terbatas. Sepanjang kita menganggap senjata, kekayaan, organisasi dan teknologi termasuk sebagai sumber kekuasaan maka dalam teori paling tidak,tidak ada batas dalam akumulasi kekuasaan. Dalam hal ini konsep kita tentang kekuasaan dikondisikan secara langsung oleh percepatan perkembangan teknologi modern.
4. Kekuasaan secara moral ambigu.
Prinsip ini secara logis mengikuri konsep sekuler kekuasaan politis sebagai hubungan antarmanusia bahwa kekuasaaan tidak dengan sendirinya abash. Ambiguitas moral ini tentu saja diperkuat dengan pandangan kita bahwa kekuasaan diturunkan dari sumber heterogen.

Salah satu ide yang amat kuat dalam wawasan politik modern ialah terbentuknya negara hukum (recht staat) dan mencegah tumbuhnya negara kekuasaan (macht staat). Dalam konteks pengalaman negara-negara Eropa, ide itu merupakan pembalikan dan perlawanan terhadap kecenderungan dan pola yang sangat umum di sana sebelum zaman modern, berupa kekuasaan absolut raja-raja dan para penguasa agama. Seperti halnya dengan bidang-bidang lain dalam kehidupan yang lebih rasional dan manusiawi (seperti ilmu pengetahuan dan wawasan kemanusiaan atau humanisme), bangsa-bangsa Barat baru mulai benar-benar mengenal ide dan praktek tentang negara hukum dari pengetahuan mereka tentang Dunia Islam. Saat akhir-akhir ini bermunculan berbagai tulisan hasil kajian ilmiah yang menggambarkan bagaimana unsur-unsur peradaban Islam merembes dan mempengaruhi Barat, yang kemudian berhasil menerobos zaman, memasuki sejarah modern.Beberapa kalangan sarjana Barat sendiri mempersoalkan perbedaan antara "modernisme" dan "modernitas". Yang pertama berkonotasi kuat pengagungan pola hidup zaman mutakhir ini sebagai "kebijakan final" umat manusia, perwujudan terakhir proses panjang sejarah pertumbuhan dan perkembangan peradaban. jadi "modernisme", sebagai "isme", mendekati ketentuan tentang sebuah ideologi tertutup, sama dengan sekularisme, rasionalisme, dan lain-lairi.
Sedangkan "modernitas" adalah suatu ungkapan tentang kenyataan mengenai hidup zaman mutakhir ini, dalam pengertian positif dan negatif yang campur aduk, dengan pendekatan spesifik kepada suatu masalah spesifik. Misalnya, dalam bidang-bidang yang menyangkut masalah teknikalitas, pengorganisasian, pengelolaan dan produksi, zaman sekarang adalah benar-benar puncak kemampuan umat manusia yang tingkat peradabannya dengan zaman-zaman sebelumnya tidak lagi terlukiskan menurut deret hitung, melainkan menurut deret ukur dengan angka faktor yang sangat besar. Tetapi, tentang kesadaran moral dan rasa kesucian yang benar (yang bebas dari unsur takhayul dan dongeng), zaman modern tidak menunjukkan tanda-tanda perbedaan berarti dengan zaman sebelumnya. Kesadaran moral dan rasa kesucian, dalam maknanya yang paling hakiki, merupakan masalah kemanusiaan yang abadi dan perennial. Dalam beberapa hal, zaman modern sekarang menunjukkan segi-segi pelaksanaan yang lebih baik daripada zaman sebelumnya, tapi dalam beberapa hal lain justru lebih buruk.
Penampilan kemanusiaan yang paling kejam dan keji justru terjadi di zaman modern oleh bangsa-bangsa modern (Barat), berupa pemerosotan harkat dan martabat kemanusiaan orang-orang Afrika menjadi budak-budak yang hanya sedikit sekali berada di atas binatang (Portugis punya peranan besar sekali di bidang ini), pemburuan dan pembunuhan orang-orang Aborigines untuk kesenangan dan cendera mata orang-orang kaya Eropa (!) dan pengisi museum antropologi mereka (Republika, 19 Maret 1998), pembersihan etnis dan genosida oleh bangsa-bangsa ("modern") Jerman dan Serbia, pendirian dan penegakan sebuah negara atas dasar mitos dan dongeng keagamaan (oleh kaum Yahudi) dengan merampas dan menindas hak bangsa lain yang sah, dan seterusnya. Dalam masalah-masalah ini, reputasi bangsa-bangsa Muslim adalah supreme, amat jauh mengatasi bangsa-bangsa "modern" tersebut, biar pun dalam fase sejarah Dunia Islam yang paling rendah.
Dari kualitas kultural yang tergambar secara singkat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sesungguhnya hubungan-hubungan sosial merupakan basis dan sumber hubungan politik. Dalam hubungan sosial politik masyarakat Jawa bersifat sangat personal. Di samping itu, terdapat suatu kecendrungan yang amat kuat bahwa dalam masyarakat terdapat watak ketergantungan yang kuat pada atasan serta ketaatan yang berlebihan pada kekuasaan, sebab status yang dipandang sebagai kewibawaan politik dijunjung begitu tinggi. Semua kecendrungan sosio-kultural ini memperkental sistem patron-klien yang sangat canggih dalam masyarakat. Dengan sistem seperti ini, keputusan-keputusan dalam setiap aspek diambil untuk menjaga harmoni dalam masyarakat yang dipimpin para “orang bijak” tersebut, yang menurut banyak orang, disebabkan oleh warisan kultural masyarakat pemerintahan tani tradisional yang bersifat sentralistik
Kelemahan yang dimiliki oleh budaya Jawa yang satu akan dapat ditanggul angi oleh kelebihan etika Jawa yang lain lagi, sehingga antara kekurangan dan kelebihannya itu dapat dicari suatu alternatif sikap, baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maupun dalam berbagai sektor kehidupan lainnya. Feodalisme Jawa dapat diatasi oleh sikap tenggang rasa, yang intinya mencerminkan perlunya sikap demokratis terhadap sesamanya. Sikap yang demikian ini selain mengajarkan perlunya sikap demokratis, juga sikap dan sifat adil guna diperoleh suatu kebenaran dala m kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sejalan dengan semakin meluasnya pendidikan di Indonesia, maka feodalisme Jawa tentunya juga akan semakin menipis, sehingga memberikan peluang yang sangat baik bagi semakin terciptanya iklim demokrasi di Indonesia. Apalagi sikap feodal ini umumnya hanya dimiliki oelh generasi itu, yang sebentar lagi sudah akan berakhir perannya dalam kancah kehidupan politik maupun pemerintahan di Indonesia, dan digantikan oleh generasi muda yang sudah banyak mendapat didikan yang lebih demokratis dibandingkan dengan pendahulunya. Terkikisnya sikap feodal Jawa ini nantinya bukan hanya disebabkan oleh meningkatnya pendidikan di Indonesia yang semakin meluas dan semakin maju, tetapi tidak kalah pentingnya adalah semakin meluasnya ajaran keagamaan, khususnya agama Islam yang mengajarkan paham keadilan, kesamaan derajat umat manusia. Hal ini sejalan dengan ajaran agama Islam dari salah satu ayat ajarannya, yang antara lain mengatakan: ”bahwa di hadapan Allah semua manusia itu sama, yang membedakannya adalah amal dan ibadahnya
Oleh karena itu sebenarnya posisi umat Islam menghadapi modernitas itu tidaklah terlampau sulit. Di luar masalah kejiwaan (orang Islam cenderung merasa minder, kemudian menutup diri dan menjadi agresif, karena secara keliru merasa terkalahkan oleh orang Barat), yang dihadapi umat Islam tidak lain ialah, tantangan bagaimana menghidupkan dan meneguhkan kembali nilai-nilai keislaman klasik (salaf) yang murni dan menterjemahkannya dalam konteks ruang dan waktu yang ada. Sebab, seperti diamati dan telah menjadi pengakuan kesarjanaan mutakhir, dari semua sistem ajaran, khususnya agama, yang secara sejati dilihat dari sudut semangat dan jiwa ajaran itu sendiri, Islam adalah yang paling dekat dengan segi-segi positif zaman modern. Ernest Gellner, misalnya, mengatakan bahwa hanya Islamlah dari semua agama yang ada yang esensi ajarannya tetap relevan dengan tuntutan segi positif modernitas, dan yang proses ke arah itu tidak harus ditempuh dengan melakukan kompromi dan mengalah kepada desakan-desakan luar, tetapi justru dengan kembali ke asal dan mengembangkan nilai-nilai asasinya sendiri. Di sinilah relevansinya seruan kembali kepada Kitab Suci dan Sunnah Nabi.