Rabu, 17 November 2010

Wajah Hukum yang Tegas

Ondeh mandeh...
la muak ambo caliak berita a, paniang lo kapalo jadinyo.
sia nan ka dipicayo an lai koa...
kamari bedo, inyak salah, siten salah.
baa kok ndak ka bencana jo nagari ko...

Baru hangat sekali kasus Gayus Tambunan keluar dari rutan mako brimob, jakarta. disaat semua berfikir bahwa semua telah kita percayakan kepada aparat hukum untuk bertindak seadil-adilnya, ternyata tidak la menjalankan amanat tersebut. rakyat merasa ditikam dari belakang, dan rakyat merasa ini memang sudah BUSUK dan berulat-ulat. terdengar ektem memang, namun itulah yang dirasakan pada saat ini.

suatu hal yang tidak sepatutnya terjadi, disaat tahanan bisa bebas keluar masuk. semua dirasa aman dan nyaman. rasa keadilan terasa tercabik disaat seorangf penjahan kerah biru mendapatkan hukuman yang lebih parah dan menyiksa, namun prinsip the quality of law sangat tidak dapat diaplikasikan dengan baik. hukum hanya topeng semata, hukum hanya berlaku bagi yang miskin dan hukum dapat diperjual belikan sebagai komoditi jasa.

muak sekali rasanya kita melihat apa yang terjadi sedemikian rupa. nah, kita kembali ke kasus gayus. ada bebrapa point yang harus dikritisi.
1. Gayus adalah pegawai rendahan yang dimana hanya mungkin memiliki gaji 2 atau 3 juta, dan itu hanya tergolong masyarakat ekonomi kelas menengah. namun dapat lolos dari rutan, dan kegiatan penggelapan pajak pun tersusun rapi. karena....

2. Gayus adalah orang yang pintar, dapat kita katakan bahwa dia adalah orang yang ditugasi sebgai penagih pajak perusahaan besar. saking hebatnya, dia mampu berkompromi dengan aparat hukum untuk mendapatkan penghasilan tambahan. simbiosis mutualisme BUSUK ini sangatlah akurat terjadi....yah, sama-sama cari makan la.

3. Mahasiswa Ilmu politik ataupun ilmu komunikasi dapat belajar banyak dari Gayus, tentang bagaimana lobby yang baik. seorang yang akan membayar pajak, dan kemuadian pembayar pajak tersebut dapat mengurangi nilai pajaknya, dengan jaminan dan opsi-opsi yang aman dari jeratan hukum. tidak lain dan tidak bukan hakl tersebut adalah suatu sistem kerja yang brilian. si pembayar pajak ingin tetap kaya dan kapitalnya tidak berkurang karena miskin, si tukang pajak ingin tambah penghasilan dan si aparat hukum mau cari makan.

4. menurut kabar ada 60 sampai 140 lebih perusahaan besar yang ada ditangan gayus. sebagai orang yang lagi dapat masalah, perusahaan tersebut tidak ingin terciprat getah hukuman tersebut. salah satu carannya adalah buat Gayus menutup mulut dan meminta hal-hal yang mengenai kecurangan pajaknya, sedapatnya tidak masuk ranah hukum. obrolan dipenjara bukanlah suatu hal yang mengenak kan bagi si kapital ini, karena mungkin saja takut diketahui media massa. salah satu jalannya adalah kompromi ini hareus dilakukan diluar sel. Mungkin saja bali menjadi tempat yang asik bagi Gayus, dan polisi....

5. suatu hal yang umum adalah polisi dapat dibayar oleh sikapital agar gayus dapat keluar-masuk tahanan. kartu AS ada ditangan gayus, si kapital harus dapat bertemu dan belobby kembali. bagaimana dengan polisi..??? ah gampang, kan sama-sama cari makan.

6. whistle blower mafia pajak dan makelar kasus adalah susno duadji. sementara sekarang susno ditahan, dalam kasus ikan arwana. dan Gayus juga ditahan di rutan yang sama, pelapor dan tahanan; sang wasit dan pemain berada di t4 yang sama. aneh ya???? seorang mantan kabareskrim, masuk rutan brimob. emank brimobnya gak segan apa, nahan senior kayak gini. ya bisa aja susno bakalan main-main ke sel Gayus, atau sebaliknya. dan lobby gayuspun akan dilancarkan. kan dia orang pintar...

7. siapa sutradara dari kasus ini??? siapakah aktor sebenarnya??? apakah gayus, si kapital atau aparat hukum??? apakah intelejen yang bermain??? apa tugas dari satgas mafia hukum yang belum satu pun memiliki track rocord yang bagus semenjak dibentuk???? (lo kerja gak sih pak...anj**g)!!! apakah publik penonton yang baik selamanya??? mari kita temukan jawaban ini....

sekarang apakah kita akan tinggal diam dan melihat ini begitu saja, apakah masyarakt kita penggemar sinetron yang tangguh, sehingga yang hanya dapat dilakukan hanya menonton saja?? ayo kawan, kita ini sudah bosan dijejali rasa yang sama. melihat hal tersebut menjadi tidak karuan, apakah kita akan melihatnya saja di layar kaca...???

menurut saya ada langkah-langkah ekstream dalam kasus ini..???

1. Gayus dan si kapital yang dirasa terlibat dan juga aparat hukum yang bermain dalam lolosnya gayus harus dihukum secara politik oleh DPR, secra terbuka dan disiarkan secra langsung dan ditonton oleh rakyat.

2. HUKUM MASSA, masyarakat dapat melakukan tindakan koersif kepada yang dirasa terduga dengan cara rakyat dalam hukuman. bisa saja rakyat melakukan kekerasan dalm interograsi ini.

3. Jangan percaya dengan air mata Gayus di pengadilan. Gayus yang aktor, bintang besar dan pintar ini, sudah pasti saja mencurahkan keahlian aktingnya dalam sidang di PN jakarta selatan 15 november 2010 ini.

4. Masihkah kita percaya dengan kepolisian agar mengungkap Motif Gayus Tambunan keluar masuk penjara dan jalan-jalan ke bali..???sementara Gayus telah dapat keluar-masuk dari rutan Mako Brimob (yang kabarnya Brimob kan pasukan elite kepolisian, namun Gayus aja bisa keluar masuk tuh..???) dan dari pengakuan Gayus pun banyak ko tahanan yang keluar masuk...???

kawan-kawan yang budiman, disaat hukum telah menjadi komoditi jasa yang dapat diperjual-belikan. disaat pemimpin negara tidak dapat berbuat apa-apa. dan korupsi menjadi budaya yang mengakar dalam kaum elit. maka jalan yang akan ditempuh adalah.....

1. seperti yang disebut diatas akan ada HUKUM MASSA, yaitu masyarakat yang akan melakukan hukuman, suatu masyarakat yang OKLORASI juga akan berdampak bagus dan tegas. kita banyak melihat pencuri dipukul massa. dan sekarang apa salahnya kalau koruptor; si penjahat kerah putih ini dihakimi massa juga dahulu, meskipun dia hanya tersangka. toh nantinya dia akan merasakan bagimana sakit dan malunya digebukin.kangen sekali rasanya mendengar "lihat disana, koruptor itu dihakimi massa..." hoho...

2. tidak ada remisi bagi koruptor dan minimal 10 tahun penjara. sehingga udara yang bebas haruslah menjadi barang yang langka bagi koruptor. Dan....

3. Dalam budaya masyarakat, hukuman yang hebat adalah pengucilan. jadi dirumah sang koruptor pun, harus di buat plakat besar "RUMAH TANGGA KORUPTOR", dan tidak hanya orang miskin yang kena stiker "rumah tangga miskin" seperti yang terjadi di kota padang. membuat seakan-akan kemiskinan adalah sebuah kejahatan yang disengaja. apakah korupsi bukan lah juga kejatan yang sama seperti (luar) biasa..?

4. koruptor dilarang memiliki hak politik dan hak memilih.

5. koruptor dilarang memakai jas dan batik, selama persidangan. namun di berikan baju khusus sehingga dapat menimbulkan budaya malu bagi untuk korupsi.

Demikianlah wajah hukum yang tegas, memiliki efek jera, mengikat, sangat sakit luar dalam dan memiliki kadar ketakutan yang mengacam. Itulah gambar hukum yang sebenarnya. dan satu hal lagi BIARKAN KAMI YANG MISKIN MENCARI NAFKAH dan REZKY YANG HALAL......

Sabtu, 13 November 2010

Jurusanku yang (tak) kucinta

Sewaktu saya bekerja keras di kantor, walaupun sebenarnya tidak begitu sibuk bagi ukuran orang sibuk yang dimana orang sibuk seperti apa sibuk daripada presiden republik mimpi yang selalu sibuk mencari lawakan akan sebuah lawakan parodi yang begitu tidak lucu namun disibukan karena harus lucu.

kata kata kalut pun begitu saja keluar dari pikiranku, mengalire bagaikan arus lahar dingin gunung berapi di jawa. namun hal tersebut tiada hebatnya dengan jurusan ilmu politik universitas andalas yang terkadang aku cinta dan terkadang tidak kucintai sama sekali, namun itulah kenyataanya.hal ini membuat aku akan bertanya dalam sunyi malam, kapan kita akan bergerak dan membuat perubahan???

jawabannya adalah, SOON.........
lihatlah perbandingan antara jurusan di FISIP saja....
jangan tanya dengan kualitas mahasiswa dan jangan tanya kualitas dosen....
wujud cinta akan lahir dan semua berasal dari kekesalan dan kekecewaan.
semua wajar terjadi karena kita merasa bosan dijejali rasa yang sama...

Check this out, pantas saja begini:

http://fisip.unand.ac.id/antropologi/
http://fisip.unand.ac.id/sosiologi/
http://fisip.unand.ac.id/politik/
http://fisip.unand.ac.id/an/
http://fisip.unand.ac.id/hi/
http://fisip.unand.ac.id/kom/

Wahai Dosen, hindari dan selesaikan segera pertikaian diantara kalian,KAMI TAHU ITU....!!!!
Wahai HIMA Ilmu Politik, Macan ompong yang hanya bisa pergi proyek, beraninya hanya menyalahkan dan percuma kalian menyandang slogan BERGERAK UNTUK BERUBAH.....segeralah Anda-Anda turun dari kursi nyenyak Anda, Bangun dari mimpi panjang Anda. dan segera ubah rezim yang jelas-jelas seperti Banci....the holly f***ing shit, asshole....!!!!

Kamis, 11 November 2010

Jika Gayus Terbukti ke Bali, Adnan Tak Akan Bela Gayus

Dibalik Kedatangan Obama ke Indonesia

Berikut isi lengkap teks pidato Obama di Istana Merdeka Indonesia dalam jamuan makan malam negara resmi, Selasa (9/10) yang dilansir oleh situs Gedung Putih.


PRESIDENT OBAMA: President Yudhoyono, Mrs. Yudhoyono, to all the distinguished guests who are here today, thank you for this extraordinary honor. I am proud and humbled to accept this award on behalf of my mother. And although she could not be here in person, I know that my sister Maya Soetoro would be equally proud.

Now, I’m going to have the opportunity to speak tomorrow and so I will try to keep my remarks brief. First of all, thank you for the bakso. (Laughter.) The nasi goring. (Applause.) The emping. (Laughter.) The kerupuk. (Laughter.) Semuanya enak. (Laughter.) Thank you very much. (Applause.)

But the fact, Mr. President, that you would choose to recognize my mother in this way speaks to the bonds that she forged over many years with the people of this magnificent country. And in honoring her, you honor the spirit that led her to travel into villages throughout the country, often on the back of motorcycles, because that was the only way to get into some of these villages.

She believed that we all share common aspirations -- to live in dignity and security, to get an education, to provide for our families, to give our children a better future, to leave the world better than we found it. She also believed, by the way, in the importance of educating girls and empowering women, because she understood that when we provide education to young women, when we honor and respect women, that we are in fact developing the entire country. That’s what kept bringing my mother back to this country for so many years. That’s the lesson that she passed on to me and that’s the lesson that Michelle and I try to pass on to our daughters.

So on behalf of our entire family, we thank you. I am deeply moved. It is this same largeness of heart that compels us tonight to keep in our thoughts and prayers all those who are suffering who from the eruptions and the tsunami and the earthquake. With so many in need tonight, that’s one more reason for me to keep my remarks short.

As a young boy in Menteng Dalam 40 years ago, I could never imagine that I would one day be hosted here at Istana Negara -- never mind as President of the United States. I didn’t think I would be stepping into this building ever. (Laughter and applause.)

And I know that much has been made about how a young boy could move between such different countries and cultures as Indonesia and the United States. But the truth is, is that our two countries have far more in common than most people realize. We are two peoples who broke free from colonial rule. We are both two vast nations that stretch thousands of miles. We are both two societies that find strength in our diversity. And we are two democracies where power resides in the people. And so it’s only natural that we should be partners in the world.

I am fortunate to have a very strong partner in President Yudhoyono -- Indonesia’s first directly elected president, and a leader who has guided this nation through its journey into democracy. And our two nations are fortunate that we are forging a partnership for the 21st century. And as we go forward, I’m reminded of a proverb: bagai aur dengan tebing -- like bamboo and the river bank, we rely on each other.

And so I would like to propose a toast. In the spirit of friendship between our two countries, we are reminded of the truth that no nation is an island, not even when you’re made up of thousands of islands. We all rely on each other together, like bamboo and the river bank. And like my mother riding between villages on a motorcycle, we are all stronger and safer when we see our common humanity in each other.

So President Yudhoyono, and to all the distinguished who are here, thank you for your extraordinary friendship and the warmth with which you have received Michelle and myself. And I promise that it won’t take so long before I come back.

Kamis, 04 November 2010

REVIEW BOOK; BUDAYA POLITIK

BOOK REVIEW
Judul: Politik Indonesia-Transisi Menuju Demokrasi
Pengarang: Afan Gaffar
Penerbit: Pustaka Pelajar
Konsentrasi Ulasan: Bab 3
Perihal: Budaya Politik
Halaman: 95-121

Pengantar
Didalam buku yang ditulis oleh Affan Gafar ini, berisikan tentang apa-apa saja yang diperkuat dalam politik indonesia khususnya pasca reformasi dan juga khusus dalam konsentrasi ulasan pada Bab 3, perihal tentang budaya politik indonesia. Hal yang menarik dalam budaya yang ternyata juga adalah sebagai cerminan dari sikap mental suatu organisme ataupun individu yang terhimpun dalam sebuah wilayah .
Sikap mental melahirkan tindakan kerja, yang akan menciptakan kebiasaan kerja jika dilakukan berulang-ulang hingga menjadi nilai yang mendarah daging sehingga berwujud pada tabiat kerja. Bila tabiat kerja tersebut dimiliki oleh sebagian besar orang, maka akan berjung kepada budaya suatu daerah.
Dituliskan oleh pengarang bahwasanya budaya politik sudah tidak lagi diminati oleh para ilmuawan politik, yang disebabkan oleh beberapa hal :
A. Penjelasan yang bersifat struktural dalam memahami politik diindonesia kurang representative bila dibandingkan dengan penjelasan bersifat lain.
B. Penjelasan yang bersifat alternatif yang dianggap lebih representatif dan memiliki tingkat generalisasi yang tinggi. Sementara penjelasan kultural memperlihatkan wajah yang etnosentris dan parokial.
C. Belum terselesaikannya perdebatan tentang model penjelasan mana yang lebih baik untuk menjelasakan politik indonesia, apakah model yang bersifat strukural aatau kultural.

Dalam perkembangannya, ilmu politik juga mengalami perubahan yang dinamis sebagai ilmu sosial. Diterangkan bahwa ilmu politik setelah PD II tejadi revolusi dibidang pendekatan, seperti pendekatan kebiasaan atau behavioral approach. Terjadinya behavioral revolution ini, di dalam ilmu politik sebagaia dampak dari semakin menguatnya tradisi atau mazhab positifisme. Paham ini diperkuat dengan tokoh-tokoh besar sosiologi, seperti Herbert Spencer, Aguste Comte dan Emile Durkheim. Sementara dalam ilmu politik di pelopori oleh Charles E.Merriam, dengan mazhab Chicago.(Somit and Tannenhaus,1967; Almond and Verba, 1963; Almond, 1990)
Budaya yang terus berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan sosial yang ada juga mempengaruhi ilmu poitik dalam perkembanganya. Jelas terlihat dari pendekatan baru yang lebih modern dengan menggunakan statistik sosial, seperti penelitian survei atau survey research. Kemudian salah satu dampak yang juga terlihat adalah semakin bayaknya bermunculan teori yang bersifat grand maupun pada tingkat mengengah (middle level theory). Kemudian juga ilmu poitik diprerkaya dengn berbagai istilah istilah baru, seperti rule adjuction, tool analysis dan lain lain-lain.
Orientasi dari budaya politik ini dapat dibuat matrik oleh affan ,yang mengakut tentang budaya politik yang bersifat parokial-kognitif, subjektif-affektif, partisipatif-evaluatif. Budaya politik yang demokratik ini menyangkut ”suatu kumpulan sistem keyakinan, sikap, norma, persepsi dan sejenisnya, yang menopang terjadinya partisipasi” (Almond dan Verba, hal.178). Artinya,warga negara mempunyai keyakinan bahwa mereka memiliki kompetensi untuk terlibat dalam proses politik yang berjalan. Dan disinalah terjadinya civic culture yang digambarkan oleh Gabriel Almond
Afan Gaffar juga menekan bahwa pentingkan sosialisasi politik dalam wahana pembentukan budaya politik. Dalam ilmu sosiologi, sosialisasi adalah proses pembelajaran terhadap sesuatu kepada individu ataupun kelompok, dan keluarga adalah agen primer dari sosialisasi tersebut, termasuk juga dalam khazanah ilmu politik. Jadi dalam buku ini juga sangat ditekankan pentingnya pembelajaran politik kepada khalayak.baik itu secara primer ataupun sekunder.
Di Indonesia juga terjadi dilema budaya politik yang mendarah daging dengan budaya politik yang dominan, dalam hal ini adalah masyarakat dari suku bangsa jawa. Bagi orang Jawa, kekuasaan itu pada dasarnya bersifat konkret, besarannya konstan, sumbernya homogen, dan tidak tidak berkaitan dengan persoalan legitimasi. Hal itu berbeda dengan masyarakat barat, dimana kekuasan itu bersifat abstrak dan berasal dari berbagai macam sumber, seperti uang, harta kekayaan, fisik, kedudukan, asl-usul, dan lain sebagainya .masyarakat Jawa dan sebagian besar masyarakat lain di indonesia, pada dasarnya adalah masyarakat yang hierarkis.
Salah satu budaya politik yang menonjol di indonesia adalah kecenderungan pembentukan pola hubungan patronage, baik dikalangan penguasa maupun masyarakat, yang didasarkan atas patronage. Atau, oleh James Scott (1976) disebut sebagai pola hubungan patron-client. Seperti yang dipetakan oleh Afan Gaffar, dalam proses kolusi tersebut jhuga membutuhkan perantara atau orang tengah yang disebut dengan istilah Middleman/Brooker.
Disebut juga bahwa, Indonesia adalah Negara yang cenderung Neo-patrimonalistik, yang relevan dengan rezim orde baru. Hal ini dapt kita analogikan dengan konsep neo-patrimonalistik Webber: “Dalam prakteknya secara ekplisit semua tergantung kepada pertimbangan seseorang (Soeharto): dikarenakan sikap terhadap konsentrasi penggunaan dan konsentrasi permintaannya (Soeharto) dan murni karena hubungan personal, keinginan, janji dan hak-hak istimewa .
Kemudian, adanya pesemistis dari penulis tentang sosialisasi politik: tidak memunculkan civil society. Hal ini karena pertama, anak-anak tidak dididik secra mandiri. Kedua, tingkat politisasi sebagian masyarakat rendah. Ketiga, setiap individu yang berhubungan secara langsung dengan negara tidak mempunyai alternatif lain kecuali mengikuti kehendak negara, termasuk dalam hal pendidikan politik.

Kelebihan Buku
Dalam Bab ini Afan Gaffar telah membuat akan jalan dan silogisme secara implisit kepada pembaca tentang sebab dan akibat dari budaya politik yang harus dirobah dalam transisi indonesia menuju ruang indahnya demokrasi. Melalui pendekatn kebiasan atau pendekatan budaya dalam ilmu politik Afan dapat menerangkan secra gamblang apa dan bagaimana fenomena rezim tersebut terjadi.
Didukung dengan pendapat para ahli yang berasal dari ilmuan sosial lainya, Affan mampu mambuat buku ini menjadi ilmiah dan mendapatkan perangkat analisis (tool analysis) yang tajam dalam tiap ulasannya. Disertai dengan contoh-contoh yang konkret dan komprehensif yang memang labih banyak berada pada masa rezim orde baru Soeharto
Kemudian, Affan juga dapat mengurutkan akan sebab dan akibat tentang mengapa pendekatamn kultural tidak sepopuler ;pendekatan struktural, dan kemuadian mengenai nilai-nilai yang ada dalam masyarakat yang mendominasi indonesia sehingga terciptanya budaya politik.
Selain itu juga Affan dapat mengambarkan asal-asul dan dasar logika kenapa dan bagaimana budaya korupsi, kolusi dn nepotisme itu dapat mengakar dalam masyarakat kita melalui patronge tendency . Serta gejala noe-patrimonilistik yang menghambat mengalirnya proses demokratisasi di indonesia.

Kekurangan Buku
Untuk keilmiahan buku ini tidak dapat kita ragukan lagi, bahkan hal ini disingkron dengan teori para ahli. Namun hal tersebut tidak akan terlepas dari kekuranganya, bila kita mengkritisi sebuah buku. Karena dalam isi dari bab tersebut tidak dapat mengeneralisasi semua kebudayaan masyarakat indonesia yang majemuk.
Kekurangan ini tidak hanya pada sampel yang diambil oleh penulis (suku bangsa dominan; Jawa) tapi juga pada pembukan dan akhiran yang sangat kontradiktif dan ironis. Seperti misal pada awalnya mengutipkan adanya sosialisasi politik yang sangat diperlukan dalam politisasi masyarakat dan sangat dibutuhkan dalam proses transisi demokrasi, kata-kata yang provokatif tersebut dapat menjadikan ungkapan ekspresi optimisme dari penulis.
Namun pada akhir pada penulisan, penulis membuat tulisan yang lebih merajuk kepada rasa pesimistis dan rasa ketertinggalan ketimbang bangsa-bangsa di barat. Hal ini ditandai dengan subtittle yang berbunyi ”sosialiasasi politik: tidak memunculkan civil society” . Bahasa yang provokatif dan sangat suram tersebut didukung lagi oleh contoh-contoh yang up date, dan sesuai dengan realita dan kebudayaan masyarakat pada umumnya.
Yang menarik adalah penulis mengatakan bahwa proses pendidikan yang terbuka adalah pendidikan politik yang didapat dari media massa . Namun timbulah pertanyan senetral apakah media masaa pada saat ini, dan seberapa cerdas masyarakat dalam mengkritisi setiap informasi yang datang. Jangan sampai indonesia menjadi the one nation controlled by the media.
Terlebih sekarang ini juga media dalam genggaman sejumlah megalomaniak politik yang tidak lagi berorientasi dalam usaha mencerdaskan rakyat dan dalam tiap penyampaiannya juga dapat dikatakan provokatif dan masyarakatpun tidak dapat menemukan berita yang berimbang.

Kesimpulan
Pada dasarnya, buku ini terbilang baik untuk memahami tentang sebab dan akibat, apa, kenapa dan bagaimana realita dan fenomena budaya politik itu terjadi. Buku ini juga memiliki cakrawala yang terukur dan bukan hanya menghajatkan peremajaan unsur, tapi juga menyiapkan basisi bufdaya yang matang.
Pendidikan dan sosialaisasi politik telah ada ditulis oleh Tan Malaka, secara implisit dalam Madilog dan eksplisit dalam Aksi Massa. Buku ini juga dapat sebagai bahan verifikasi dari budaya politik dan sosialisai politik kedepannya. Namun agar lebih berimbang juga dibutuhkan referensi lain yang menyangkut transisi reformasi. Jadi, butuh menyegerakan gerakan besar dan konsisten untuk menggerakan roda demokratisasi.