Senin, 31 Januari 2011

Yesus

Yesus (Isa) (as), sebagaimana rasul-rasul lainnya, merupakan seorang hamba pilihan Allah yang diutus kepada umat manusia untuk menyeru kepada jalan yang benar. Meskipun demikian, ada beberapa sifat Yesus (as) yang membedakan dari rasul-rasul lainnya. Yang terpenting dari semua itu adalah dia telah diangkat Allah dan akan kembali lagi ke bumi.
Berbeda dengan yang diyakini oleh mayoritas manusia, Yesus (as) tidaklah wafat disalib dan dibunuh ataupun meninggal dengan tujuan dan alasan tertentu. Al-Qur'an memberitakan kepada kita bahwa mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi Allah mengangkatnya kepada-Nya. Tidak ada satu ayat pun yang menunjukkan peristiwa pembunuhan terhadapnya atau bahwa dia telah dibunuh, terlepas dari ayat yang menolak bahwa hal tersebut telah terjadi. Selain itu, Al-Qur'an membeberkan kepada kita beberapa peristiwa dari kehidupan Yesus (as) yang tidak pernah terjadi. Kemudian, kedatangannya yang kedua kali ke bumi merupakan suatu prasyarat akan terjadinya peristiwa-peristiwa ini. Tidak ada keraguan bahwa wahyu-wahyu yang terdapat dalam Al-Qur'an akan benar-benar terjadi.
Sebaliknya, kebanyakan orang mengasumsikan bahwa Yesus (as) telah wafat beberapa ribu tahun yang lalu dan tidak mungkin akan kembali. Pendapat yang keliru ini muncul akibat kurangnya pengetahuan tentang Al-Qur'an dan As-Sunnah. Suatu penelitian yang dilakukan dengan cermat dan hati-hati tentang Al-Qur'an akan menghasilkan suatu pemahaman yang akurat akan ayat-ayat tentang Yesus (as).
Rasulullah (saw) juga bersabda bahwa Yesus (yang dimuliakan) akan diutus kembali ke bumi dan masalah waktunya, yang disebut dengan "akhir zaman", kemungkinan adalah suatu masa di mana bumi pada saat itu akan mencapai kesejahteraan, keadilan dan perdamaian yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Akhir zaman" ditujukan pada suatu periode waktu yang mendekati akhir kehidupan dunia. Menurut Islam, pada masa tersebut akan ada cobaan-cobaan yang mengerikan dari Dajjal, banyak terjadi gempa bumi dan munculnya Ya'juj dan Ma'juj. Setelah itu, nilai-nilai Al-Qur'an akan menang dan manusia akan mengikuti secara ekstensif nilai-nilai yang diperkenalkannya.
Dalam impian mereka, manusia selalu merindukan suatu yang lebih baik, sesuatu pemandangan yang lebih indah, makanan yang lebih enak, suatu masyarakat yang lebih menjanjikan secara sosial…
Pendapat yang lain mengungkapkan bahwa "akhir zaman" adalah suatu periode yang mencangkup keseluruhan konsep, "yang lebih baik", "yang lebih indah" dan sebagainya. Saat itu merupakan suatu masa yang diberkahi yang dirindukan manusia sejak lama. Saat itu merupakan puncak kesejahteraan dan keadaan yang berlimpah-limpah, keadilan dan perdamaian. Saat itu merupakan masa di mana keberkahan-keberkahan ini akan menggantikan ketidakadilan, kerusakan moral, konflik dan peperangan. Saat itu merupakan masa yang benar-benar diberkati ketika nilai-nilai moral Islam akan terpatri di setiap aspek kehidupan.
Bukti bawa Yesus (as) tidak meninggal, bahwa dia telah diangkat ke haribaan Allah dan bahwa dia akan kembali lagi ke bumi akan dikaji dalam situs ini dengan menggunakan ayat-ayat Al-Qur'an yang terang dan nyata. Meskipun demikian, sebelum dimulai akan bermanfaat untuk mengingatkan kembali diri kita beberapa informasi dasar yang secara langsung berhubungan dengan bahasan ini.

Kelahiran Maryam
Maryam, yang telah terpilih untuk melahirkan Yesus (Isa a.s.), terlahir pada saat terjadinya kekacauan, yaitu ketika Bani Israel mengharapkan sekali kedatangan Sang Messiah. Tanpa menyadari dirinya menjadi pusat pengharapan, Maryam secara khusus telah dipilih Allah untuk menerima tugas yang mahamulia ini dan sekaligus menjalaninya. Maryam berasal dari sebuah keluarga yang mulia, keluarga Imran. Allah telah melebihkan keluarga ini di atas seluruh umat manusia.
Seluruh anggota keluarga Imran terkenal mempunyai keimanan yang tinggi kepada Allah. Mereka berpaling kepada Allah dalam melakukan segala bentuk kebajikan dan dengan sangat cermat mematuhi semua perintah-Nya. Pada saat istri Imran mengetahui bahwa dirinya sedang mengandung, ia segera berpaling kepada Sang Penciptanya dan berdo'a, dan ia mempersembahkan apa yang ada dalam rahimnya untuk menjadi "pelayan Allah". Allah memberikan sebuah catatan dalam Al-Qur'an:
(Ingatlah) ketika istri Imran berkata, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dariku. Sesungguhnya, Engkaulah yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Maka tatkala Istri Imran melahirkan anaknya dia pun berkata, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkan seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya, aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada pemeliharaan Engkau dari setan yang terkutuk."
(Surat Ali Imran: 35-36)
Ketika Maryam lahir, Istri Imran tetap hanya mencari keridhaan Allah. Ia berpaling kepada Allah dan mendo'akan Maryam serta keturunannya di bawah perlindungan Allah dari godaan setan yang terkutuk. Dikarenakan keikhlasan dan do'anya, Allah menganugrahkan pada Maryam sifat-sifat yang mulia. Dalam Al-Qur'an Allah menerangkan bagaimana Maryam tumbuh dan berkembang dalam perlindungan dan perawatan-Nya yang amat cermat. "Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik..." (Surat Ali Imran: 37) Zakariya menjadi pelindung Maryam. Selama Maryam berada bersamanya, ia menyadari bahwa Maryam telah dianugrahi sifat-sifat yang luar biasa. Terlebih Allah memberikannya banyak kenikmatan "tanpa perhitungan":
…Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata, "Hai Maryam dari mana engkau memperoleh (makanan) ini?" Mayam menjawab, "Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya, Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. (Surat Ali Imran: 37)
Sebagaimana Allah telah memilih keluarga Imran, Dia juga memilih Maryam, seorang anggota keluarga Imran dan memberikan karunia yang luar biasa. Allah menyucikan Maryam dan telah melebihkan dari seluruh wanita pada masanya. Sifat-sifat yang dimilikinya tertulis dalam Al-Qur'an:
Dan (ingatlah) ketika malaikat (Jibril) berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang ada di masa kamu). Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku'." (Surat Ali Imran: 42-43)
Dalam masyarakat di mana ia tinggal, Maryam telah menjadi seorang yang terkenal mempunyai loyalitas dan keikhlasan terhadap Allah. Khususnya, ia dikenal sebagai seorang wanita "yang menjaga kehormatannya". Dalam surah at-Tahariim, kita dapat menemukan sebuah catatan:
Dan (ingatlah) Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari (roh) ciptaan Kami; dan Dia membenarkan kalimat Tuhannya dan kitab-kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat. (Surat at-Tahriim: 12)
Kehamilan Maryam
Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al-Qur'an, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata, "Sesungguhnya, aku berlindung darimu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa." Ia (Jibril) berkata, "Sesungguhnya, aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci."
(Surat Maryam: 16-19)
Sebagaimana yang diberitahukan dalam ayat di atas, setelah selesai satu tahap pelatihannya, Maryam menarik diri dari masyarakatnya ke wilayah bagian timur dan menghabiskan beberapa waktu hidupnya di sana. Tidak beberapa lama waktu berselang, malaikat Jibril (Gabriel) menampakkan diri pada mayam atas perintah Allah. Maryam, yang merupakan seorang wanita yang mulia dan menjaga kehormatan, benar-benar merasa terganggu melihat seorang yang asing. Malaikat Jibril menerangkan bahwa dia adalah seorang malaikat yang diutus Allah untuk memberikan kabar bahagia tentang seorang anak laki-laki:
(Ingatlah) ketika Malaikat berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putra yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) dari-Nya, namanya Al-Masih Isa putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan salah seorang di antara orang-orang yang didekatkan (kepada Allah)." (Surat Ali Imran: 45)
Mendengar kabar ini, Maryam mengajukan pertanyaan tentang bagaimana mungkin ia dapat mempunyai seorang putra, padahal tidak seorang laki-laki pun yang pernah menyentuhnya:
Maryam berkata, "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!" Jibril berkata, "Demikianlah." Tuhanmu berfirman, "Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan." Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. (Surat Maryam: 20-22)
Maryam berkata, "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-laki pun." Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril), "Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya, 'Jadilah' lalu jadilah dia. (Surat Ali Imran: 47)
Selama Maryam tinggal di "tempat yang jauh" yang disebutkan dalam ayat di atas, Allah mendukungnya, baik secara fisik maupun materi. Ia benar-benar berada dalam lindungan dan perawatan-Nya selama masa mengandungnya. Semua kebutuhannya secara khusus dipenuhi oleh Allah. Sementara itu, dengan menempatkannya di suatu tempat yang tersembunyi, Allah telah mencegah semua kejahatan orang-orang yang sama sekali tidak memahami situasi ini yang mungkin akan menculiknya.
Yesus (as) Adalah Kalimat Allah
Dalam Al-Qur'an, Allah mengarahkan perhatian kita terhadap fakta bahwa dari sejak kelahiran hingga kematiannya, Yesus (as) memang sangat berbeda dengan seluruh manusia pada umumnya di muka bumi. Al-Qur'an menegaskan bahwa kelahirannya dari seorang gadis, satu bentuk penciptaan yang kita tidak terbiasa dengan hal tersebut. Sebelum kelahirannya, Allah memberitahu ibunya tentang sifat-sifat yang dimiliki Yesus (as) termasuk bahwa dia diutus sebagai seorang penyelamat (Messiah) kepada Bani Israel. Dia juga dijuluki "Kalimat Allah":
…Sesungguhnya, Al-Masih, Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya… (an-Nisaa: 171)
(Ingatlah) ketika Malaikat berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putra yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) dari-Nya, namanya Al-Masih Isa putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan salah seorang di antara orang-orang yang didekatkan (kepada Allah). (Surat Ali Imran: 45)
Allah telah memberikannya nama sebelum kelahirannya, sebagaimana Dia perbuat kepada Yahya a.s. Biasanya, anggota keluarga yang memberikan nama kepada anak-anaknya, namun tidak demikian pada kasus Yesus (as). Allah-lah yang memberikannya nama Al-Masih, Yesus (Isa) putra Maryam. Ini merupakan suatu indikasi eksplisit bahwa Yesus (as) diciptakan secara berbeda dari seluruh manusia lainnya.
Tentulah, seperti kelahirannya, keajaiban yang dialami selama hidupnya dan cara dia diangkat keharibaan Allah merupakan tanda-tanda perbedaan dari manusia lain pada umumnya.
Kelahiran Yesus (as)
Sebagaimana yang dikenal luas, kelahiran merupakan suatu proses yang menuntut banyak perawatan. Melahirkan seorang bayi tanpa kehadiran seorang yang berpengalaman dan perawatan medis adalah sesuatu yang sulit. Meskipun demikan, Maryam, yang melakukan semuanya sendirian, telah berhasil melahirkan seorang bayi. Sebuah ungkapan terima kasih atas kesetiaanya kepada Allah dan atas keyakinannya kepada-Nya.
Ketika mengalami rasa sakit yang luar biasa, Allah memberikan ilham dan instruksi pada setiap tahapnya. Dalam hal ini, ia telah melahirkan anaknya tanpa kesukaran dan pada lingkungan yang terbaik. Ini merupakan nikmat yang diberikan kepada Maryam:
Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pohon kurma, dia berkata, "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan."

Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah, "Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyangkanlah pangkal pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.

Maka makan, minum dan bersenanghatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, 'Sesungguhnya aku telah bernzar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.’" (Surat Maryam: 23-26)
Yesus (as) Berbicara Ketika Masih dalam Buaian
Dan (ingatlah kisah) Maryam yang telah memelihara kehormatannya, lalu Kami tiupkan ke dalam (tubuh)nya ruh dari Kami dan Kami jadikan dia dan anaknya tanda (kekuasaan Allah) yang besar bagi semesta alam. (Surat al-Anbiyaa': 91)
Satu peristiwa yang Allah ujikan kepada kaumnya, Maryam adalah kelahiran Yesus (Isa) (as). Kelahiran ini, yang merupakan peristiwa aneh bagi umat manusia, adalah suatu ujian baik bagi Maryam maupun bagi kaumnya. Pada kenyataannya, cara Yesus (as) dilahirkan merupakan suatu keajaiban yang Allah lakukan untuk menyeru umat manusia kepada keimanan yang benar dan satu dari banyak bukti eksplisit dari eksistensi Allah. Akan tetapi, manusia masih saja gagal untuk menangkapnya dan masih menaruh rasa curiga:
Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan suatu perbuatan yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah orang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina." (Maryam: 27-28)
Sebagaimana diterangkan dalam ayat-ayat di atas, saat kembalinya Maryam kepada kaumnya dari tempat yang jauh bersama Yesus (as) kaumnya tidak memperkenankannya untuk memberikan suatu keterangan. Mereka berasumsi bahwa Maryam telah melakukan perbuatan yang tidak senonoh dan mengejutkan serta memfitnahnya dengan cara yang keji. Meskipun demikian, mereka yang menyebarkan fitnah-fitnah tentang Maryam ini telah mengetahui keadaan Maryam dari sejak ia dilahirkan dan menyadari kesucian serta ketakwaannya, seperti anggota-anggota keluarga Imran lainnya.
Pastilah, semua cercaan dan fitnahan ini merupakan suatu ujian bagi Maryam. Ini membuktikan bahwa seorang manusia, yang begitu suci dan saleh, tidak akan melakukan perbuatan keji seperti itu. Ini hanyalah sebuah ujian bagi Maryam. Dari sejak Maryam dilahirkan, Allah selalu menolongnya dan memalingkan semua yang dilakukannya kepada kebaikan. Maryam, pada waktu kembali, menyadari bahwa setiap peristiwa yang terjadi merupakan kehendak Allah dan hanyalah Allah yang dapat membuktikan ketidakbenaran dari fitnah-fitnah ini.
Tentu Allah memberikan ketenangan pada diri Maryam dan memberikannya ilham untuk tetap diam. Allah memerintahkannya untuk tidak berbicara dengan kaumnya, tetapi agar menunjuk Yesus (as) jika mereka mendekatinya dan berusaha untuk menuduhnya. Dengan cara ini, Maryam telah menghindari berbagai rintangan seperti suatu diskusi yang mungkin terjadi. Orang yang akan memberikan jawaban yang akurat kepada mereka adalah Yesus (as). Ketika Allah memberikan kabar gembira akan kelahiran Yesus (as) kepada Maryam, Dia juga memberitahukannya bahwa dia akan berbicara dengan jelas ketika masih di dalam buaian:
Dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia adalah salah seorang di antara orang-orang yang saleh. (Surat Ali Imran: 46)
Selanjutnya, Allah menjadikan semuanya lebih mudah bagi Maryam dan memberikan keterangan yang benar kepada kaumnya Maryam melalui kata-kata Yesus (as). Dengan keajaiban ini, upaya orang-orang kafir yang ada di sekeliling Maryam secara otomatis mengalami kegagalan.
Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, "Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih berada dalam ayunan?" Berkata Isa, "Sesungguhnya, aku ini hamba Allah, Dia memberiku Alkitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku masih hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali." (Surat Maryam: 29-33)
Tidak diragukan, seorang bayi yang berbicara dengan sangat fasih ketika masih dalam buaian merupakan suatu keajaiban. Kaum Maryam merasa heran mendengar kata-kata hikmah dari seorang bayi yang masih berada dalam buaian dan kejadian ini membuktikan kepada mereka bahwa kelahirannya merupakan suatu keajaiban. Semua peristiwa yang mencengangkan ini menunjukkan bahwa bayi yang masih berada dalam buaian tersebut adalah seorang utusan Allah
Ini merupakan balasan yang Allah berikan kepada Maryam atas kepercayaan yang ia berikan kepada-Nya. Dengan menunjukkan keajaiban yang mengejutkan seperti itu, ia memberikan respons terhadap orang-orang yang memfitnahnya. Walaupun demikian, Allah memberitahukan kepada kita bahwa azab yang pedih menanti mereka yang tidak mau menghilangkan pikiran buruk tentang Maryam dibandingkan mempercayai keajaiban ini:
Dan karena kekafiran mereka (terhadap Isa), dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar (zina). (Surat an-Nisaa: 156)
Mukjizat-Mukjizat Yesus (as)
Atas izin Allah, Yesus (Isa) (as) mempunyai banyak mukjizat lainnya selain dilahirkan dari seorang gadis dan pemberitahuannya tentang kenabiannya ketika masih bayi dalam buaian. Pada kenyataannya, kedua keajaiban ini sudah cukup untuk membuktikan bahwa Yesus (as) adalah seorang yang di luar kebiasaan manusia umumnya. Singkatnya, hanya satu keajaibanlah yang dapat membuat seorang bayi yang baru dilahirkan berbicara dengan begitu rasional dengan penuh keimanan:
(Ingatlah), ketika Allah mengatakan, "Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan Ruhul Qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) ketika Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil...." (Surat al-Maa’idah: 110)
Dalam Al-Qur'an, mukjizat-mukjizat Yesus (as) digambarkan sebagai berikut:
…Dan (sebagai) rasul kepada Bani Israel (yang berkata kepada mereka), "Sesungguhnya, aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhan-mu, yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah sebagai bentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka dia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya, pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman. (Surat Ali Imran: 49)
Meskipun semua peristiwa yang di luar kebiasaan tersebut telah terjadi, beberapa orang secara arogan telah menolak mukjizat-mukjizat Yesus (as) tersebut dan mengatakan bahwa semua itu adalah sihir belaka.
Yesus (as) Menyampaikan Ajaran, dan Kesulitan yang Dia Hadapi
Pada waktu Yesus (as) diutus, Bani Israel berada dalam kesulitan puncak, baik masalah politik maupun ekonomi. Di satu sisi, ada beberapa tindakan kejam yang mengakibatkan kesedihan pada masyarakat, dan di sisi lain terdapat ketidaksepakatan keyakinan dan sekte yang mengakibatkan kehidupan menjadi sulit. Di bawah kondisi yang sedemikan itu, umat manusia benar-benar membutuhkan suatu jalan keluar.
Sang Juru Selamat yang dinantikan umat setelah waktu yang lama adalah Yesus (as). Atas kehendak Allah, Yesus (as) dapat berbicara ketika masih berada dalam buaian dan kemudian memberitahukan kepada umat manusia bahwa Al-Masih (Sang Juru Selamat) yang mereka nantikan telah tiba. Yang terjadi kemudian, banyak yang menaruh harapan kepadanya untuk mendapatkan petunjuk darinya.
Walaupun demikian, ada juga beberapa orang tidak menerima Yesus (as). Para pendukung kekafiran pada saat itu, khususnya, menganggapnya benar-benar suatu ancaman bagi keberadaan mereka. Karenanya, mereka membuat rencana-rencana untuk membunuhnya dengan segera ketika mereka mendengar kabar tentangnya. Dikarenakan kecemasan hati mereka, rencana-rencana mereka sebenarnya telah berakhir dengan kegagalan sejak awal. Akan tetapi, tetap saja hal tesebut tidak mampu menghentikan rasa permusuhan mereka kepada Yesus (as) dalam menjalankan misinya.
Meskipun demikian, mereka yang melakukan reaksi tehadapnya tidak terbatas pada kaum kafir saja. Selama periode tersebut, disebabkan beragam alasan, mayoritas para rabi Yahudi melakukan perlawanan terhadap Yesus (as) dengan anggapan bahwa dia melakukan penghapusan terhadap agama mereka. Tentu saja, dengan tindakan mereka tersebut, mereka telah menjadi bagian dari kaum kafir karena sikap oposisi mereka kepada seorang utusan Allah. Apa yang telah dilakukan oleh Yesus (as), sebenarnya hanyalah menyeru umat manusia kepada agama orisinal dan menghapus aturan-aturan yang salah yang diperkenalkan kepada kaum Yahudi oleh para rabi itu sendiri. Bani Israel mendistorsi agama mereka dengan melarang apa yang diperbolehkan oleh ajaran yang asli dan memperbolehkan apa yang dilarang olehnya. Dengan cara ini, mereka mengubah-ubah agama yang benar dari semua bid'ah yang dilakukan terhadapnya pada tahap selanjutnya. Yesus (as) menyeru kaumnya kepada Injil, yang mengandung ajaran Taurat yang diturunkan kepada Musa (as). Ayat Al-Qur'an yang menjelaskan ini adalah:
Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu, dan aku datang kepadamu dengan membawa suatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu. Karena itu, bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. (Surat Ali Imran: 50)
Dalam ayat yang lain, Allah memberitahukan kepada kita bahwa Injil yang diturunkan kepada Yesus (as) merupakan satu tuntunan kepada jalan yang benar bagi mereka yang mempercayainya dan untuk menolong mereka membedakan antara yang benar dan yang batil. Ia juga merupakan sebuah kitab yang mengandung ajaran Taurat:
"Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi-nabi Bani Israel) dengan Isa putra Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa."
(Surat al-Maa’idah: 46)
Para pemuka Bani Israel memberikan perhatian yang lebih besar kepada aturan-aturan yang telah menjadi tradisi dan meragukan apa yang dibawa oleh Yesus (as). Hal ini karena Yesus (as) tidak memberikan tekanan pada aturan-aturan tradisional, tetapi lebih menyeru manusia kepada ketaatan kepada Allah, penolakan terhadap dunia, keikhlasan, persaudaraan, dan kejujuran. Menghadapi suatu perbedaan pemahaman agama tersebut, kaum Yahudi merasa frustasi terhadap yang disampaikan oleh Yesus (as). Dalam Al-Qur'an, Allah memberikan catatan bagaimana Yesus (as) menyampaikan perintah-perintah Allah SWT:
Dan tatkala Isa membawa keterangan dia berkata, "Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa hikmat dan untuk menjelaskan kepadamu sebagian dari apa yang kamu berselisih tentangnya, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah (kepada)ku". Sesungguhnya Allah Dia-lah Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia, ini adalah jalan yang lurus. Maka berselisihlah golongan-golongan (yang terdapat) di antara mereka; lalu kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang zalim yakni siksaan hari yang pedih (kiamat). (Surat az-Zukhruf: 63-65)
Keikhlasan dan sikap yang berbeda yang dimiliki oleh Yesus (as) telah menarik perhatian manusia. Jumlah para pengikutnya semakin bertambah.
Kaum Yahudi Menganggap bahwa Mereka Telah Membunuh Yesus (as)
Tidak diragukan, setiap orang terbiasa dengan dugaan bahwa bangsa Romawi telah menyalib Yesus (as). Sebagaimana dugaan tersebut, bangsa Romawi dan Yahudi telah menangkap Yesus (as) dan menyalibnya. Memang, seluruh umat Nasrani di dunia memiliki keyakinan bahwa Yesus (as) telah meninggal, tetapi kemudian akan kembali lagi dan naik ke surga. Akan tetapi, bila kita merujuk kembali kepada Al-Qur'an, kita mengetahui bahwa apa yang sebenarnya terjadi tidaklah seperti yang mereka yakini,
Dan karena ucapan mereka, "Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana".
(Surat an-Nisaa': 157-158)
Fakta yang disampaikan dalam Al-Qur'an kepada kita adalah jelas. Usaha-usaha bangsa Romawi, yang diprovokasi oleh bangsa Yahudi untuk membunuh Yesus (as), terbukti tidak berhasil. Kutipan yang dinyatakan dalam ayat di atas,
" ...tetapi (yang mereka bunuh) ialah orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka... "
menerangkan peristiwa yang sebenarnya terjadi. Yesus (as) tidaklah dibunuh, tetapi diangkat oleh Allah keharibaan-Nya. Selain itu, Allah menghela perhatian kita kepada fakta bahwa mereka yang membuat pernyataan yang bertentangan dengan ayat di atas tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang kebenaran. Di dalam ayat yang lain, Allah juga berfirman bahwa Dia-lah yang akan menarik Yesus (as) kembali dan Dia akan mengangkatnya kepada-Nya.
(Ingatlah) ketika Allah berfirman, "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang kamu selalu berselisih padanya". (Surat Ali Imran: 55)
Kita akan menganalisis arti aktual dari kata "menarik kembali" pada bab berikutnya. Serpihan bukti-bukti lainnya yang ada dalam Al-Qur'an tentang bahasan ini adalah ungkapan umum yang digunakan bagi kematian nabi-nabi lainnya. Ungkapan-ungkapan yang digunakan untuk kematian atau pembunuhan para nabi dalam Al-Qur'an adalah sangat jelas. Misalnya dalah surah an-Nisaa' ayat 155 terdapat satu contoh eksplisit. Ayat tersebut adalah:
"Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan) disebabkan mereka melanggar perjanjian itu dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan, 'Hati kami tertutup'. Bahkan, sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya. Karena itu mereka tidak beriman kecuali sebagian kecil dari mereka".
Ungkapan yang digunakan untuk Yesus (as) dalam Al-Qur'an sangat jelas, "...padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka..." Pernyataan ini menekankan bahwa Yesus (as) tidak dibunuh, apa pun metode yang digunakan untuk melakukan tujuan tersebut.

Minggu, 30 Januari 2011

MEDIA MASSA SEBAGAI KEKUATAN POLITIK

Dewasa ini media massa sangat berpengaruh dalam politik. Peran yang dimainkan pun juga sangatlah penting. Hal ini terbuktikan dengan frekuensi dan aktifitas media massa yang melaporkan peristiwa-peristiwa politik sering memberikan dampak yang sangat signifikan dalam dunia politik dunia, khususnya Indonesia. Media massa juga sebagi pemicu dan terkadang menjadi patron yang sangat berarti dalam kehidupan bermasyarakat, dan terkadang dapat menjadi salah satu indicator terjadinya perubahan politik.
Sebagai dampak Empiris di Indonesia saja, telah di mulai dari tahun 1998. Media massa sangatlah memegang peranan yang sangat luas,; daya jangkau masyarakat terhadap media dan sebagai konsumsi sehari-hari membuat masyarakat dapat melakukan perubahan politik yang sangat fundamental. Hingga sekarang inipun secara implicit media massa dapat berlaku sebagai oposisi dan pengawasan dari pemerintah. Namun hal tersebut tidaklah sebagai indikator bahwa media massa selaku independen dan netral.
Memang diakui, efektifitas media untuk perubahan politik memerlukan suatu situasi politik yang kondusif, yang popoler disebut dengan keterbukaan politik. Dengan adanya kebebasan pers, maka hal tersebut juga membuktikan bahwa adanya kebebasan dalam berpolitik. Nah, dari silogisme itu, maka kita dapat menggeneralisasikan bahwa media massa atau pers adalah suatu kekuatan dalam politik.
Perubahan politik pun tidak hanya perihal tentang pergantian rezim, tapi juga perubahan politik yang dilakukan media juga perihal kebijakan-kebijakan apa yang diambil oleh pemerintah. Dari segala fakta-fakta yang dibawa oleh media, mayoritas segala kebijakan yang diambil pemerintah haruslah popular. Dan bila menjadi sebuah konsumsi publik, maka langkah-langkah dan kebijakan yang diambil pemerintah memiliki kadar urgensi yang besar pula.
Dalam seluk-beluk Negara demokrasi, media massa yang memiliki kebebasan pers mulai menunjukan sebagai kekuatan politik pula. Hal tersebut dapat terjadi apabila media massa memiliki media tandingan dan berita yang berimbang, sehingga dapat melakukan propaganda yang tidak sepihak kepada masyarakat. Seperti kasus bank century, dimana Metro TV yang selalu meliput semua kegiatan panitia khusus (pansus). Ini tidak terjadi di media yang lain.
Sebagai konsumsi pubik terkadang juga media massa tidak memakai redaksional yang bagus dan tidak memperdulikan pemakaian bahasa yang baik dan benar. Seperti contoh “SBY didakwa oleh pengadilan belanda?” dan juga “Nurdin Chalid mundur dari PSSI?” Hal tersebut semata-mata hanya untuk menjual berita lebih menarik dan menjadikan untung sebagai orientasi utama. Media massa juga memiliki kadar propaganda yang sangat kuat, dan bahkan juga dapat memproduksi kebohongan yang sifatnya dapat diterima oleh public dan dikarenakan banyaknya media massa yang meliput sehingga tidak ada berita pembanding. Hal ini terbukti dengan tidak ada ditemukan senjata pemusnah massal di Iraq, ataupun sosok osama bin laden yang sekian tahun juga belum pernah ditangkap pasukan tentara amerika.
Layaknya anjing pengawas, media massa juga dapat menjadi musuh dari pemerintah dan bahkan bagi koorporasi besar sekaligus berpihak kepada masyarakat, khususnya bagi rakyat marjinal yang tidak megalomaniak dan bersifat lepas atau anomik. Para jurnalis pun dalam posisi ini memandang dirinya sebagai pembela kebenaran dan keadilan, yang dimana mereka tidak sudi untuk memenangkan dan menyuarakan kepentingan politisi dan petinggi eksekutif (elite). Hal ini terbukti dengan Julian assange yang dimana dengan wikileaks-nya, dapat membuka pelanggaran HAM amerika dan rahasia-rahasia yang tidak merakyat.
Terkadang jurnalistik juga mendukung lembaga-lembaga politik yang domain, kelompok ekonomi penting dan nilai yang universal. Namun mereka dapat juga melancarkan kritik terhadap lembaga tersebut, apabila para elit melanggar system yang berlaku. Dalam hal ini media massa lebih mengutamakan system yang telah ada sehingga dapat mempertahankan keeksistensian diri atau kemapanan dari media tersebut. Hal ini dianggap wajar saja agar orientasi laba tetap menjadi hal yang utama, dan untuk mengekat iklan-iklan yang akan masuk. Namun secara sistematika media massa memiliki status yang kuat pula.
Media massa juga melayani berita-berita yang diuntukan untuk kepentingan elit dan kaum miskin pun terpingirkan. Hal ini adalah sesuatu yang umum terjadi saat ini dimana adanya kepentingan-kepentingan politik. Ekonomi dan sebagainya, yang menjadikan media massa tidak lagi berpihak pada khalayak ramai lagi. Seperti contoh adanya pemberitaan harga cabai yang melonjak, hal tersebut akan menjadi polemic massa dan alhasil secra produk kapitali pun tidak merelakan adanya harga cabai yang naik, dan hal ini dapat menjadi alat propaganda bagi yang berkepentingan untuk menggoyang pemerintahan yang ada. Di lain sisi media massa tidak pernah menayangkan harga cabai bila murah, padahal bila haragnya murah nasib petanipun juga akan merana, alhasil media pada situasi ini tidaklah berpihak kepada kaum miskin papa atau kaum marjinal.
Bila media massa,redaksi dan wartawan tidak berani lagi untuk menyuarakan kebenaran dan hanya sekedar memikirkan untung dan menjadi orang yang baik baik-baik saja tanpa adanya perlawanan, demokrasi akan mengalami musibah besar.

Jumat, 28 Januari 2011

tingkah media massa........jangan kita panik....

situasi indonesia yang memang sekarang lebih banyak didominasi oleh media massa sangatlah memprihatikan. media massa sebagai the fourth estate dalam trias politica sangatlah pintar dalam memberitahakan, menginfokan dan bahkan memprovokasi. hal ini sangatlah berani dan media massa sangatlah pintar dalam melakukan hal ini. pertanyaannya adalah seberapa benar media massa dalam penggiringan opini publik???

hal ini sangatlah brgantung pada siapa yang memiliki kapital media tersebut. hal yang tampak jelas adalah disaat media massa menyiarkan perihal tentang kenaikan harga cabai, dan ini sangatlah banyak mempengaruhi para kapital dan pemerintah menjadi bulan-bulanan media massa. namun apakah media massa menyiarkan harga cabai yang murah dan menyengsarakan petani...?? hal ini sangatlah tidak fair....

contoh lainnya adalah, provokasi media perihal indonesia-malaysia. hal ini wajar dilakukan media massa namun tidak berbanding dengan berita yang baik-baik pula.disaat hubungan dua negara serumpun terjalin di pagaruyung, tidak ada liputan yang berbekas dari media massa. yang ada dalam kenangan masyarakat pastilah yang tidak baik saja. media massa perlu lawan tanding, ibarat oposisi dan koalisi. pemerintah memerlukan media massa pembanding ini agar masyarakat mengetahui dan dapat membandingkan. disaat tidak ada pembanding maka provokasi akan menjadi hubungan patron dan klien dari sebuah media massa. televisi adalah jenis media favorit zaman modern ini dan media massa akan menjadi suatu hal yang memiliki kekuatan dalam politik.

kejatahan media massa sangat terlihat di amerika, dimana rakyat amerika digiring opini publiknya untuk menyerang afganistan untuk mencari Osama Bin Laden dan senjata pemusnah massal iraq. sehingga legitimasi rakyat amerika untuk George Bush untuk menyerang dan berperang menjadi besar.dan kemuadian apakh hal ini akan terjadi juga di indonesia??? masyarakat harusnyalah menkritisi media dan janganlah membetulkan dengan cepat, mari kita lawan dan lihat kembali efek yang akan ditimbulkan. tingkatkan daya tajam kita dan janganlah mau diombang ambing begitu saja. LIHAT,DENGAR dan LAWAN......betapa indahnya hidup berdemokrasi...

wajar bila banyak gerakan rakyat intelektual saat ini, seperti nasdem, geram hukum, alienansi anti korupsi dan lain-lain. karena masyarakat sadar politik membawa kepentingan dan beberapa tuntutan, dan yakinlah semakin banyak benturan opini maka akan mencapai sebuah kebenaran........

Kamis, 20 Januari 2011

Minggu, 16 Januari 2011

teori politik.........

TEORI NEGARA THOMAS HOBBES:

Negara
...
Pemikiran Hobbes mengenai negara terdapat di dalam karya besarnya yang berjudul "Leviathan". Leviathan adalah nama binatang di dalam mitologi Timur Tengah yang amat buas. Di dalam filsafat Hobbes, Leviathan merupakan simbol suatu sistem negara. Seperti Leviathan, negara haruslah berkuasa mutlak dan ditakuti oleh semua rakyatnya, karena hanya dengan cara inilah manusia-manusia dapat mengalami ketertiban dan kebahagiaan.

Di dalam pandangannya tentang manusia, Hobbes berpendapat bahwa seluruh perilaku manusia ditentukan oleh kebutuhan mempertahankan diri atau takut akan kehilangan nyawa. Dengan mengetahui hal tersebut, Hobbes merasa mampu menjawab pertanyaan bagaimana manusia harus bersikap baik, yaitu kuasailah rasa takut mati mereka. Bila manusia diancam dan dibuat takut, ia akan dapat mengendalikan emosi dan nafsunya sehingga kehidupan sosial dapat terjamin. Karena itu, negara haruslah menekan rasa takut mati dari warga negaranya, supaya setiap orang berbuat baik.

Terbentuknya negara

Menurut Hobbes, manusia tidaklah bersifat sosial. Manusia hanya memiliki satu kecenderungan dalam dirinya, yaitu keinginan mempertahankan diri. Karena kecenderungan ini, manusia bersikap memusuhi dan mencurigai setiap manusia lain: homo homini lupus! (manusia adalah serigala bagi sesamanya). Keadaan ini mendorong terjadinya "perang semua melawan semua" (bellum omnium contra omnes). Inilah "keadaan alamiah" saat belum terbentuknya negara. Akan tetapi, jika terus-menerus terjadi perang semua melawan semua, tentu saja eksistensi manusia juga terancam. Untuk itu, manusia-manusia mengadakan sebuah perjanjian bersama untuk mendirikan negara, yang mengharuskan mereka untuk hidup dalam perdamaian dan ketertiban.

Status negara

Negara berkuasa secara mutlak dan berhak menentukan nasib rakyatnya demi menjaga ketertiban dan perdamaian. Status mutlak dimiliki negara sebab negara bukanlah rekan perjanjian, melainkan hasil dari perjanjian antar-warga negara. Artinya, di dalam perjanjian membentuk negara, setiap warga negara telah menyerahkan semua hak mereka kepada negara. Akan tetapi, negara sama sekali tidak punya kewajiban apapun atas warganya, termasuk kewajiban untuk bertanggung jawab pada rakyat. Negara berada di atas seluruh warga negara dan berkuasa secara mutlak. Kemudian negara juga berhak menuntut ketaatan mutlak warga negara kepada hukum-hukum yang ada, serta menyediakan hukuman bagi yang melanggar, termasuk hukuman mati. Dengan demikian, warga negara akan menekan hawa nafsu dan insting untuk berperilaku destruktif. Selanjutnya, warga negara akan memilih untuk patuh kepada hukum karena memiliki rasa takut dihukum mati. Hilangnya kebebasan warga negara terhadap negara adalah harga yang harus dibayar jika semua orang ingin hidup dalam ketenteraman, keteraturan, dan kedamaian.

Pembatasan kekuasaan negara

Jikalau kekuasaan negara begitu mutlak dan tidak dapat dituntut oleh warga negara, bukankah potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh negara menjadi amat besar??? Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, Hobbes menyatakan dua hal:

1. Perlu ada kesadaran dari pihak yang berkuasa mengenai konsep keadilan, sebab kelak perbuatannya harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah dalam pengadilan terakhir.

2. Jika negara mengancam kelangsungan hidup warga negara, maka setiap warga negara yang memiliki rasa takut terhadap kematian akan berbalik menghancurkan negara, sebelum negara menghancurkan mereka. Pada situasi tersebut, masyarakat akan kembali ke "keadaan alamiah" untuk selanjutnya membentuk negara yang lebih baik, dan seterusnya.

TEORI NEGARA JOHN LOCKE:

Tentang negara

Pandangan Locke tentang negara terdapat di dalam bukunya yang berjudul "Dua Tulisan tentang Pemerintahan" (Two Treatises of Civil Government). Ia menjelaskan pandangannya itu dengan menganalisis tahap-t...ahap perkembangan masyarakat. Locke membagi perkembangan masyarakat menjadi tiga, yakni:

1. Keadaan alamiah (the state of nature)
2. Keadaan perang (the state of war)
3. Negara (commonwealth).

Tahap keadaan alamiah

Keadaan alamiah adalah tahap pertama dari perkembangan masyarakat. Konsep Locke ini serupa dengan pemikiran Hobbes namun bila Hobbes menyatakan keadaan alamiah sebagai keadaan "perang semua lawan semua", maka Locke berbeda. Menurut Locke, keadaan alamiah sebuah masyarakat manusia adalah situasi harmonis, di mana semua manusia memiliki kebebasan dan kesamaan hak yang sama. Dalam keadaan ini, setiap manusia bebas menentukan dirinya dan menggunakan apa yang dimilikinya tanpa bergantung kepada kehendak orang lain. Meskipun masing-masing orang bebas terhadap sesamanya, namun tidak terjadi kekacauan karena masing-masing orang hidup berdasarkan ketentuan hukum kodrat yang diberikan oleh Tuhan. Yang dimaksud hukum kodrat dari Tuhan menurut Locke adalah larangan untuk merusak dan memusnahkan kehidupan, kebebasan, dan harta milik orang lain. Dengan demikian, Locke menyebut ada hak-hak dasariah yang terikat di dalam kodrat setiap manusia dan merupakan pemberian Allah (Bahasa Nasrani). Konsep ini serupa dengan konsep Hak Asasi Manusia (HAM) di dalam masyarakat modern.

Tahap keadaan perang

Tahap kedua adalah keadaan perang. Locke menyebutkan bahwa ketika keadaan alamiah telah mengenal hubungan-hubungan sosial maka situasi harmoni mulai berubah. Penyebab utamanya adalah terciptanya uang. Dengan uang, manusia dapat mengumpulkan kekayaan secara berlebihan, sedangkan di dalam keadaan alamiah tidak ada perbedaan kekayaan yang mencolok karena setiap orang mengumpulkan secukupnya untuk konsumsi masing-masing. Ketidaksamaan harta kekayaan membuat manusia mengenal status tuan-budak, majikan-pembantu, dan status-status yang hierarkis lainnya. Untuk mempertahankan harta miliknya, manusia menjadi iri, saling bermusuhan, dan bersaing. Masing-masing orang menjadi hakim dan mempertahankan miliknya sendiri. Keadaan alamiah yang harmonis dan penuh damai tersebut kemudian berubah menjadi keadaan perang yang ditandai dengan permusuhan, kedengkian, kekerasan, dan saling menghancurkan. Situasi seperti ini berpotensi memusnahkan kehidupan manusia jika tidak ada jalan keluar dari keadaan perang.

Tahap terbentuknya negara

Locke menyatakan bahwa untuk menciptakan jalan keluar dari keadaan perang sambil menjamin milik pribadi, maka masyarakat sepakat untuk mengadakan "perjanjian asal (primordial)". Inilah saat lahirnya negara persemakmuran (commonwealth). Dengan demikian, tujuan berdirinya negara bukanlah untuk menciptakan kesamarataan setiap orang, melainkan untuk menjamin dan melindungi milik pribadi setiap warga negara yang mengadakan perjanjian tersebut.

Di dalam perjanjian tersebut, masyarakat memberikan dua kekuasaan penting yang mereka miliki di dalam keadaan alamiah kepada negara. Kedua kuasa tersebut adalah hak untuk menentukan bagaimana setiap manusia mempertahankan diri, dan hak untuk menghukum setiap pelanggar hukum kodrat yang berasal dari Tuhan. Ajaran Locke ini menimbulkan dua konsekuensi:

1. Kekuasaan negara pada dasarnya adalah terbatas dan tidak mutlak sebab kekuasaannya berasal dari warga masyarakat yang mendirikannya. Jadi, negara hanya dapat bertindak dalam batas-batas yang ditetapkan masyarakat terhadapnya.

2. Tujuan pembentukan negara adalah untuk menjamin hak-hak asasi warga, terutama hak warga atas harta miliknya. Untuk tujuan inilah, warga bersedia melepaskan kebebasan mereka dalam keadaan alamiah yang diancam bahaya perang untuk bersatu di dalam negara.

Dengan demikian, Locke menentang pandangan Hobbes tentang kekuasaan negara yang absolut dan mengatasi semua warga negara.

Pembatasan kekuasaan negara

Negara di dalam pandangan Locke dibatasi oleh warga masyarakat yang merupakan pembuatnya.Untuk itu, sistem negara perlu dibangun dengan adanya pembatasan kekuasaan negara, dan bentuk pembatasan kekuasaan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah dengan membentuk konstitusi atau Undang-Undang Dasar yang ditentukan oleh Parlemen berdasarkan prinsip mayoritas. Cara kedua adalah adanya pembagian kekuasaan dalam tiga unsur: legistlatif, eksekutif, dan federatif.

Unsur legislatif adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang dan merupakan kekuasaan tertinggi. Kekuasaan ini dijalankan oleh Parlemen yang mewakili golongan kaya dan kaum bangsawan sebab mereka, dengan kekayaannya, paling banyak menyumbangkan sesuatu kepada negara. Dalam membuat undang-undang, kekuasaan legislatif terikat kepada tuntutan hukum alam yaitu keharusan menghormati hak-hak dasar manusia. Unsur eksekutif adalah pemerintah yang melaksanakan undang-undang, yaitu raja dan para bawahannya. Terakhir, unsur federatif adalah kekuasaan yang mengatur masalah-masalah bilateral, seperti mengadakan perjanjian damai, kesepakatan kerja sama, atau menyatakan perang. Menurut Locke, kekuasaan federatif dapat dipegang oleh pihak eksekutif, di mana dalam keadaan darurat pihak eksekutif dapat mengambil tindakan yang melampaui wewenang hukum yang dimilikinya.

Di dalam sistem kenegaraan Locke di atas, tetap ada kemungkinan penyalahgunaan wewenang oleh pihak-pihak yang berkuasa atas rakyat. Oleh karena itu, menurut Locke, rakyat memiliki hak untuk mengadakan perlawanan dan menyingkirkan pihak eksekutif dengan kekerasan bila mereka telah bertindak di luar wewenang mereka. Di sini, rakyat merebut kembali hak yang telah mereka berikan.

Lihat selengkapnya di:
http://id.wikipedia.org/wiki/John_Locke

Nah, dari uraian di ateh tu, di ma latak perbedaan yang menjebak lai, Diak???

TEORI KELAS KARL MARX:

Kelas sosial atau golongan sosial merujuk kepada perbedaan hierarkis (atau stratifikasi) antara insan atau kelompok manusia dalam masyarakat atau budaya. Biasanya kebanyakan masyarakat memiliki golongan sosial, namun t...idak semua masyarakat memiliki jenis-jenis kategori golongan sosial yang sama. Berdasarkan karakteristik stratifikasi sosial, dapat kita temukan beberapa pembagian kelas atau golongan dalam masyarakat. Beberapa masyarakat tradisional pemburu-pengumpul, tidak memiliki golongan sosial dan seringkali tidak memiliki pemimpin tetap pula. Oleh karena itu masyarakat seperti ini menghindari stratifikasi sosial.. Dalam masyarakat seperti ini, semua orang biasanya mengerjakan aktivitas yang sama dan tidak ada pembagian pekerjaan.

Saya uraikan sedikit mengenai gambaran kehidupan pada masyarakat Romawi. Ketika para penguasa Romawi pertama kali memperkenalkan istilah kelas (classis) untuk membagi penduduk ke dalam kelompok - kelompok pembayaran pajak, mereka tidak membayangkan akibat lanjut dari kategorisasi demikian. Kategori yang mereka buat setidaknya mengandung perbedaan penilaian terhadap penduduk. Di satu pihak adalah assidui {{[Baca Dahrendorf (1984) dalam bukunya “Konflik dan Konflik dalam Masyarakat Industri”]}}, yakni orang yang termasuk ke dalam 100.000 penduduk yang mereka hormati; di lain pihak adalah proletarii, yakni orang yang memeiliki kekayaan yang terdiri dari sejumlah anak cucu (proles) dan yang menang atas lumpenproletariat, hanya karena dihitung menurut jumlah kepala (capita censi) mereka belaka. Seperti istilah golongan pendapatan orang Amerika, walau semula tak lebih dari sekedar kategori statistik, namun menyentuh sebagian besar persoalan peka mengenai ketimpangan sosial; begitu pula kelas-kelas Romawi kuno, membagi-bagi penduduk lebih dari sekedar unit-unit statistika belaka. Jika anak-anak muda itu mengatakan sebuah film itu hebat, itu berarti termasuk film kelas utama atau kelas tinggi. Begitu pula jika dikatakan: orang Romawi adalah classis atau classicus, itu berarti bahwa ia termasuk ke dalam kelas utama atau kelas tinggi, kecuali jika secara explisit ia dinyatakan sebagai orang dari kelas ke lima atau proletar.

Dalam makna istilah kelas dapat ditemukan di semua bahasa-bahasa Eropa di penghujung abad ke-18. di abad ke-19, konsep kelas secara bertahap memperoleh corak yang makin pasti. Adam Smith telah berbicara mengenai “si miskin” atau “kelas pekerja”. Di dalam karya Ricardo dan Ure, Saint Simon dan Fourier, dan tentu saja di dalam karya Marx dan Engels, “kelas kapitalis” muncul di sepanjang “kelas pekerja”, “kelas si kaya” di samping “kelas si miskin”, “kelas borjuis” disamping “kelas proleratiat” (yang telah menyertai semua konsep kelas yang yang semula berasal dari Romawi). Sejak konsep kelas khusus in diterapkan petama kali di abad ke-19, sejarah konsep ini telah menjadi sangat pentingnya dalam masyarakat yang dibentuknya.

Kesulitan pertama yang langsung kita hadapi ketika membahas mengenai kelas sosial dari pandangan Karl Marx adalah bahwa, meskipun Marx sering berbicara tentang kelas - kelas sosial, ia tidak pernah mendefinisikan apa yang dimaksud dengan istilah “kelas”. Seakan - akan arti kata itu sudah jelas dengan sendirinya. Pada umumnya, mengikuti sebuah definisi Lenin, kelas sosial dianggap sebagai golongan sosial dalam sebuah tatanan masyarakat yang dtentukan oleh posisi tertentu dalam proses produksi. Itupun belum jelas seratus persen. Apakah para cendikiawan merupakan sebuah kelas tersendiri (pada umumnya disangkal oleh kaum marxis)? Bagaimana halnya golongan pegawai negeri baik sipil maupun militer. Mahasiswa dianggap bukan kelas sosial. Lalu mereka itu apa? Begitu pula tidak jelas apakah kelas merupakan kenyataan selama seluruh sejarah. Apakah dalam semua kebudayaan pasca primitif terdapat kelas sosial? Pertanyaan ini pada umumnya dibenarkan, terutama karena kalimat termasyhur pada permulaan manifesto komunis: “Sejarah semua masyarakat yang ada hingga sekarang ini adalah sejarah perjuangan kelas”. Tetapi dalam tulisan Marx ada juga indikasi bahwa, bertentangan dengan hal itu, kelas sosial merupakan gejala khas masyarakat pascafeodal, sedangkan golongan sosial dalam masyarakat feodal dan kuno lebih tepat disebut “kasta”.

Dasar anggapan kedua adalah bahwa bagi Marx sebuah kelas baru dianggap kelas dalam arit sebenarnya, apabila dia bukan hanya secara objektif merupakan golongan sosial dengan kepentingan tersendiri, melainkan juga secara subjektif menyadari diri sebagai kelas, sebagai golongan khusus dalam masyarakat yang mempunyai kepentingan-kepentingan spesifik serta mau memperjuangkannya. Dalam arti ini hanya kelas buruh industri {{[Kelas buruh atau sering disebut Proletariat berasal dari revolusi industri… (yang mana) ditandai dengan ditemukannya mesin uap, berbagai mesin yang dapat berputar, perkakas tenun mekanik dan sederetan berbagai alat mekanik. Mesin-mesin ini, yang sangat mahal harganya dan yang dengan demikian hanya bisa dimiliki oleh para kapitalis besar, mentransformasikan corak produksi secara keseluruhan, dan menggantikan pekerja-pekerja pada masa tersebut, karena mesin-mesin tersebut mampu menghasilkan komoditi-komoditi yang lebih murah dan lebih baik daripada yang mampu diproduksi oleh para pekerja yang bekerja secara tidak efisien dengan menggunakan tangan. Mesin-mesin tersebut menempatkan keseluruhan industri ke tangan-tangan pada kapitalis besar dan membuat seluruh milik para pekerja menjadi tidak berguna. Hasilnya, para kapitalis dengan segera memiliki segalanya di tangan mereka dan tak ada yang tersisa bagi para pekerja. (Friederich Engels) dimabil dari :Henslin, James M. 2007. Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi. Jakarta: Erlangga]}} yang merupakan kelas dalam arti yang sebenarnya, dan meskipun kurang tajam juga borjuis (dan pada akhir abad ke 20 juga kaum tani di negeri industri maju yang barangkali merupakan kelas sosial paling militan dalam masyarakat mereka).

Ada beberapa unsur dalam teori kelas Karl Marx yang perlu diperhatikan:

1. Tampak betapa besarnya peran segi struktural dibandingkan segi kesadaran dan moralitas. Pertentangan antar buruh dengan majikan bersifat objektif karena berdasarkan kepentingan objektif yang didasarkan kedudukan mereka masing-masing dalam proses produksi.

2. Karena kepentingan kelas pemilik dengan kelas buruh secara objektif bertentangan, mereka juga akan mengambil sikap dasar yang berbeda terhadap perubahan sosial. Kelas pemilik, dan kelas-kelas atas pada umumnya mesti bersikap konserfatif, sedangkan kelas buruh, dan kelas-kelas bawah pada umumnya, akan besikap progresif dan revolusioner.
3. Dengan demikian menjadi jelas mengapa bagi Marx setiap kemajuan dalam susunan masyarakat hanya dapat tercapai melalui revolusi. Begitu kepentingan kelas bawah yang sudah lama ditindas mendapat angin, kekuasaan kelas penind...as mesti dilawan dan digulingkan. Apabila kelas bawah bertambah kuat, kepentingannya pun akan mengalahkan kepentingan kelas atas, jadi akan mengubah ketergantungan dari pada pemilik dan itu berarti membongkar kekuasaan kelas atas.

Di dalam teori kelas Karl Marx ketiga dasar-dasar pemikirannya dihubungkan. Marx mengambil istilah kelas dari ahli ekonomi politik, penerapannya pada kapitalis dan proletariat berasal dari pemikiran sosial utopis perancis, konsep perjuangan kelasnya didasarkan atas dialektika Hegel. Teori kelas menetapkan hubungan problematis antara analisa sosiologis dan pemikiran filosofi di dalam karya Marx. Keduanya dapat dipisahkan dan harus dipisahkan, tetapi dalam proses pemisahan ini, teori kelas dipotong menjadi dua bagian, sebab teori kelas itu selain sebagai dasar bagi filsaat sejarah Marx, adalah juga sebagai peralatan analisisnya tentang dinamika masyarakat kapitalis{{[Diambil dari Suseno, Franz Magnis. 2001. Pemikiran Karl Marx Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionerisme. Jakarta: PT. Gramedia. Halaman 111-112.]}}.

Contoh Kasus yang berhubungan dengan Teori Kelas

Istilah proletariat di Indonesia seringkali diganti dengan kata ‘buruh’ (seperti dalam kalimat: “kediktatoran proletariat” diganti dengan “kediktatoran buruh”). Di Indonesia, kata ‘buruh’ di pikiran sebagian besar masyarakat di Indonesia seringkali hanya berarti ‘pekerja industri kerah biru[{{Istilah yang sering mendefinisikan kaum buruh yakni sebagai pekerja yang melakukan pekerjaan dengan tangannya atau mencari nafkah dengan tenaga fisik. (Sumber: pustaka.unpad.ac.id).]}}‘; yang dengan demikian terminologi tersebut justru mengalienasikan dan mereduksi makna proletariat itu sendiri (dalam kenyataannya pekerja kerah putih tidak mau mendefinisikan dirinya sebagai buruh). Hal ini sebenarnya digunakan untuk memecah kesadaran dan solidaritas yang dapat muncul apabila seluruh proletariat menyadari persamaan diri mereka semua sebagai sebuah kelas-satu-satunya kelas yang mampu mengubah arah sejarah. Dalam era masuknya ideologi Marxisme di Indonesia, para Marxis menggunakan terminologi ‘buruh’ untuk mendefinisikan proletariat dan “pemerintahan buruh tani” sebagai sebuah kediktatoran proletariat. Pada masa tersebut, proletariat di Indonesia yang terkuat dan menjadi basis massa perjuangan mereka adalah para pekerja paling rendah secara hirarki sosial di era kolonialisasi Belanda dan Jepang, karena hanya mereka yang paling signifikan untuk bangkit disebabkan oleh penindasan dan kemiskinan yang ekstrim. Tapi sejalan dengan perkembangan sistem kapitalisme internasional menjadi sistem kapitalisme lanjut, yang walaupun masih memegang pola dasar operasi kapitalisme lama, ia mengubah berbagai bentuk kerja dari awalnya yang sekedar kerja industri, menjadi bentuk-bentuk kerja dalam bentuk layanan jasa dan kerja abstrak (kerja dengan menekankan pada kemampuan otak dan kreatifitas, bukan lagi fisik) sebagai salah satu garda depan invasi mereka. Pemerintahan Suharto dengan jeli melihat hal ini dan mempopulerkan terminologi ‘pekerja’ atau ‘karyawan’ untuk menghapuskan dan memecah definisi ‘buruh’ yang dipopulerkan oleh gerakan Marxis sebelumnya.

Sementara di sisi lain, Suharto, dengan Menteri yang sangat anti-komunis Prof. Dr. Nugroho Notosusanto dalam jajaran kabinetnya, mulai mempopulerkan terminologi ‘pekerja’ dan ‘karyawan’ bagi para pekerja layanan jasa dan kerah putih, serta ‘buruh’ bagi pekerja industri kerah biru. Hasilnya, para proletariat baru, yang mendefinisikan diri mereka berbeda dengan proletariat lainnya berdasarkan cara kerja mereka, upah dan kenyamanan material yang mereka peroleh, benar-benar mulai terpisah dari kesadaran akan kelasnya yang sesungguhnya. Memperhatikan bahwa terminologi ‘buruh’ kini hanya mendeskripsikan ‘pekerja industri kerah biru’ dan semakin mengalienasikan dan memecah kesadaran kelas proletariat, maka itu alasannya mengapa perlu ada batasan tegas antara terminologi ‘pekerja’ bukan ‘buruh’ sesuatu yang justru menjadi semakin kabur di tengah propaganda pecah-belah dari kapitalis. Hal ini dilakukan bukan untuk menyatakan bahwa rezim Suharto benar, tetapi karena terminologi ini memberi aspek penekanan pada kata ‘kerja’ itu sendiri semenjak seluruh kelas proletariat terikat dengan keharusan untuk ‘bekerja’ dan mengembalikan konteks dasar konsep Marxian bahwa kerja adalah bagian instrinsik dari perkembangan kehidupan manusia. Dan dengan penggunaan terminologi tersebut, saat di sini disebutkan tentang pekerja, maka yang dimaksudkan adalah seluruh proletariat, yang tentu saja bukan hanya sekedar pekerja industri kerah biru. Penggunaan terminologi PSK (pekerja seks komersial) yang digunakan dan dipopulerkan kebanyakan oleh para feminis untuk menggantikan terminologi WTS (wanita tuna susila) atau ‘pelacur’ adalah sebuah contoh yang baik tentang bagaimana mereka yang menjual seksualitas tubuhnya adalah juga bagian dari kelas pekerja atau proletariat; terminologi tersebut juga mulai mengubah paradigma umum bahwa hanya perempuanlah yang bekerja menjual seksualitas tubuhnya seperti dalam kata WTS yang begitu populer di tahun-tahun 1980-an. Kesadaran bahwa bahasa sangat berpengaruh dalam pembentukan proses kesadaran akan kelas, seharusnya mulai diperhatikan semenjak demagogi bahasa telah mendominasi mayoritas benak para pekerja kerah biru atas nama ‘budaya buruh’ atau ‘kultur proletariat’.

Dengan demikian juga, mengapa istilah proletariat menjadi penting. Karena ia mampu melampaui perdebatan antara mereka yang menganggap diri buruh, karyawan, pegawai, pekerja, dan mendefinisikan mereka semua dalam satu definisi: proletariat. Dan dengannya, maka May Day sudah selayaknya menjadi hari kita semua, hari di mana proletariat mengingatnya sebagai hari perang kelas, hari penentangan proletariat terhadap kerja-upahan, terhadap kapitalisme. Bukan hanya hari milik para Marxis dan pekerja industri kerah biru, melainkan juga pekerja kerah putih, pelajar dan mahasiswa, ibu rumah tangga, penganggur, pekerja jasa, dan siapapun juga yang merayakannya atas nama mereka sendiri, bukan lagi atas nama solidaritas terhadap pekerja industri kerah biru. Tapi atas nama diri kita sendiri, diri kita semua, demi solidaritas universal sesama proletariat, bukan hanya bagi kerah biru.
Kelas yaitu sekelompok orang-orang yang memiliki fungsi dan tujuan yang sama dalam organisasi produksi. Ada tiga kelas masyarakat menurut Marx yaitu:
a. Kelas pemilik tanah
...b. Kelas pemilik modal
c. Kelas pekerja

Silahkan baca selengkapnya di:
http://tokay.blog.uns.ac.id/2010/01/06/teori-kelas/
TEORI BUNUH DIRI (SUICIDE) EMILE DURKHEIM:

Durkheim memusatkan perhatiannya kepada 3 macam kesatuan sosial yang pokok di dalam masyarakat, yaitu:
...
1. Bunuh diri di dalam kesatuan agama: rasa ingin menjadi pahlawan.
2. Bunuh diri di dalam kesatuan keluarga: rasa kolektivitas besar.
3. Bunuh diri dalam kesatuan politik.

Jenis bunuh diri:
1. Bunuh diri egoistis (egoistic suicide)
Yaitu bunuh diri yang dilakukan oleh seseorang yang tidak dapat menolak role expectation (peranan yang diharapkan dari dirinya oleh masyarakat).
2. Bunuh diri altruistik (altruistic suicide)
Yaitu seseorang melakukan bunuh diri karena merasa dirinya menjadi beban masyarakat, dan merasa kepentingan masyarakat lebih tinggi dibandingkan kepentingannya.
3. Bunuh diri anomik (anomic suicide)
Yaitu bunuh diri yang dilakukan akibat tidak adanya aturan yang mengatur pola sikapnya.
4. Bunuh diri fatalistik (fatalistic suicide)
Bunuh diri yang disebabkan oleh keadaan putus asa ataupun pasrah pada keadaan disekitarnya.
Jika integrasi lemah, bunuh diri naik. Namun, jika integrasi kuat, bunuh diri rendah.

TEORI KELAS atau MASYARAKAT EMILE DURKHEIM???:
ATAU TEORI STRUKTURAL KONSENSUS EMILE DURKHEIM???

Teori structural konesus dengan menggunakan metode sosialisasi diamana sekelompok manusia atau seorang masyarakat menemukan jati dirinya sendiri ...dan belajar memahami menjadi dirinya sendiri melalui lingkunganya dan tempat dimana dia dilahirkan. Teori structural konsesnsus pada dasarnya hanya menjadikana manusia untuk menyesuaikan diri dan berbaur dengan lingkungan yang ia tempati pada saat itu dengan melakukan sosialisasi, dan ketika ia terlepas dari tuntutan peraturan lingkungan yang ia tempati maka ia berhak melepaskan keterikatanya pada lingkungan tersebut. Sebagai contoh saya akan mengambil teori structural consensus dalam perspeektif sosiologi mikro yaitu dimana saya sebagai seorang mahasiswa dituntut mentaati segala peraturan civitas akademika dimana tempat saya belajar, namun setelah saya tidak berada dalam lingkungan civitas akademika saya berada dalam lingkungan sosial yang berbeda.

Perspektif structural-konsensus menurut Emile Durkheim. Durkheim memandang consensus-struktural ialah dimana soseorang harus mempertahankan keberadaanya atau status sosialnya sehingga orang tersebut tidak mengalami perubahan dalam lingkungan sosialnya yang telah mapan. Dosen sosiologi saya Dr. Musa, M.Si berkata bahwa sosiologi itu hanya ada dua macam yaitu sosiologi orang kaya dan sosiologi orang miskin, dan pelopor sosiologi orang kaya tersebut adalah Emile Durkheim, sekali lagi saya tekankan bahwa menurut Durkheim sosiologi ialah ketika seseorang harus bisa menciptakan kondisi yang stabil tanpa ada perubahan, sebagai contoh saya akan mengambil hasil pengamatan saya yaitu hampir sebagian masyarakat di lingkungan saya tinggal yang mempunyai tingkat perekonomian yang mapan berusaha untuk mempertahankanya dengan cara menimbun segala harta yang ia punya tanpa mau untuk berbagi dengan lingkungan sekitar ini adalah contoh kasus dalam lingkungan sosial mikro. Namun dalam kasus sosial makro atau dalam ruang lingkup yang lebih besar seperti sistem pemerintahan politik, teori struktural konsensus menurut sosiologi emile Durkheim saya mempunyai sebuah contoh pada masa orde baru yaitu ketika syarat menjadi seorang presiden yaitu adalah orang yang sudah menjadi presiden, dan memberikan mandat bahwa bagi seluruh PNS untuk memilih golongan partai yang telah disepakati oleh presiden saat itu, hal ini membuktikan bahwa pada masa itu teori structural konsesnsus dalam perspektif Emile Durkheim telah digunakan dalam sistem politik untuk mempertahankan suatu kondisi yang stabil tanpa ada perubahan.

Durkheim juga menegaskan ciri yang penting dalam teori konsensusnya yaitu bahwa struktur sosial terdiri dari norma-norma dan nilai, yaitu dimana setiap orang yang memiliki budaya berbeda tentu mempunyai perilaku yang berbeda pula, dan kita harus melakukan sosialisasi agar bisa menyelaraskan kehidupan dalam lingkuagan sosial yang memiliki perbedaan budaya. Sebagai contoh dalam kehidupan masyarakat eropa ketika seseorang memegang kepala orang lain hal ini menunjukan bahwa orang tersebut menyayangi dan menghormati orang lain, namun bandingkan denga kehidupan di Indonesia, apabila kita memegang kepala orang lain maka kita dianggap tidak sopan, dan sekali lagi sosialisasi berperan penting dalam perbedaan kebudayaan tersebut untuk menyelaraskan kehidupan dalam lingkungan sosial. Pencapaian kehidupan sosial manusia dan keteraturan sosial dalam masyarakat dipahami Durkheim sebagai sebuah solidaritas sosial yaitu dimana manusia belajar dasar-dasar standarisasi menjalani aturan perilaku melalui sosialisasi, walaupun pada kenyataanya aturan-aturan tersebut berada eksternal dalam diri manusia tersebut, meski tidak nyata namun struktur kebudayaan tersebut dirasakan nyata bagi yang menjalankanya dalam satu lingkungan sosial.

Durkheim mengklasifikasikan bentuk-bentuk solidaritas menjadi dua macam, yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik adalah aturan-aturan kolektif yang dijalankan sekelompok masyarakat yang memiliki pandangan sama tentang hidup, solidaritas semacam ini dapat kita temui pada kehidupan masyarakat tradisional, sebagai contohnya pada masa pra islam diamana masyarakat Arab sangat memegang erat tali kekerabatan dalam satu khabilah, maka dari itu solidaritas mekanik dapat saya pahami sabagai sebuah ikatan emosional yang melatarbelakangi terjadinya solidaritas dan sosialisasi. Sedangkan solidaritas organik pada dasarnya juga terjadi karena adanya persamaan pandangan hidup namun lebih menekankan sisi rasionalitas dan harus melalui sebuah kesepakatan, solidaritas semacam ini dapat kita temui pada kehidupan masyarakat modern, sebagai contoh seorang bawahan yang taat pada atasanya dan bias berkerjasanma dengan baik bukan karena adanya ikatan emosional namun karena adanya sebuah kesepakatan yang harus diterima untuk saling memajukan perusahaan dimana mereka sama-sama berkerja.
Dalam tulisan ini tokoh yang menjadi kajian utama adalah Emile Durkheim, semua ahli sepakat bahwa dari tangan Durkheim lah lahir sebuah teori yang dapat menjadi teori tandingan terhadap teori- konflik karl mark. Teori ini terkenal dengan teori fungsionalisme, yaitu dimana seluruh komponen dalam struktur sosial berkerja sesuai fungsinya seperti halnya anatomi tubuh manusia. Saya memahami teori fungsionalisme ini sebagai sebuah perlawanan atau antithesis dari teori konflik karl mark dimana ia mengandaikan sebuah masyarakat tanpa kelas, jadi dapat dipahami teori fungsionalisme Durkheim diciptakan untuk mempertahankan suatu keadaan dimana sikaya tetap menjadi kaya dan posisinya tak tergoyahkan, dalam kasus sosiologi makro, teori fungsionalisme terjadi pada kasus langgengnya kekuasaan bisnis bakrie, dimana bakrie yang pada awalnya muncul sebagai sebuah kekuasaan bisnis berusaha untuk melanggengkan dan memperlebar kekuasaan bisnisnya dengan menguasai sistem-sistem sosial lainya, seperti dalam dunia pendidikan bakrie mendirikan sebuah perguruan tinggi, dalam dunia bisnis bakrie mencakup berbagai aspek seperti telekomunikasi, dan dalam dunia politik pemilik bekrie company menjabat sebagai ketua parpol. Hal ini semata dilakukan untuk mempertahankan status quo dan untuk mempertahankan kejayaan bisnisnya agar tercipta keadaan yang stabil.

Silahkan baca selengkapnya di:
http://sayabukanpecundang.blogspot.com/2010/11/makalah-sosiologi-makro-perspektif.html
Kesimpulan:
Meskipun pada dasarnya sosiologi itu bebas nilai (value free) tetapi ternyata sosiologi tidak dapat tidak memihak, hal ini Nampak pada teori sosiologi makro dengan perspektif structural – consensus dan fungsionalisme yang digagas... oleh Emile Durkheim. Jelas sekali bahwa teori structural-konsensus atau fungsionalisme Durkheim memiliki pemihakan terhadap orang-orang yang diuntungkan secara ekonomi dalam masyarakat. Dengan demikian konsep bahwa sosiologi itu bebas nilai nampaknya sudah tidak dapat dipertahankan lagi.

Silahkan baca selengkapnya di:
http://sayabukanpecundang.blogspot.com/2010/11/makalah-sosiologi-makro-perspektif.html

Teori Solidaritas (The Division of Labour in Society)
- Solidaritas mekanis (tidak terspesialisasi), ada pada masyarakat tradisional.
- Solidaritas organis (mulai terspesialisasi), ada pada masyarakat modern.
Konsekuensi dari mekanis ke organis yaitu individualisme mulai muncul.

Silahkan baca selengkapnya di:
http://claralaura.wordpress.com/2010/12/27/teori-sosiologi-klasik/

Jumat, 14 Januari 2011

Media Massa

A. Pendahuluan
Media massa memiliki peran yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan sudah tidak diragukan lagi baik yang berdampak positif maupun negatif, walau kerap dipandang secara berbeda namun tidak ada yang menyangkal atas perannya yang signifikan dalam perubahan yang terjadi di masyarakat.
Media itu punya kekuatan, jauh melebihi kemampuan manusia. Akan kekuatan media sampai-sampai Napoleon Bonaparte pernah mengatakan , Jika media dibiarkan saja, saya tidak akan bisa berkuasa lebih dari tiga bulanan. Pendapat ini mendudukkan bahwa media dipandang sebagai kekuatan yang bisa mempengaruhi arah kebijakan dan ambisi Napoleon tersebut. Lebih dari itu, media massa menjadi satu-satunya indikator bisa langgengnya kekuasaan dirinya atau tidak.
Mengapa harus media? Sebab, meminjam istilah Marshall McLuhan , media adalah The Extension of Man (perluasan atau kepanjangtanganan manusia). Media itu lebih dari sekedar manusia. Jika manusia bisa bicara, media juga bisa melakukannya. Jika manusia mampu mempengaruhi orang lain, media lebih dari itu. Termasuk jika media kuat dalam menyebarkan pesan-pesan kepada publik, media lebih luas dari yang bisa dilakukan manusia.
The extension of man juga bisa diganti dengan kata-katanya the extension of politic (perluasan/ kepanjangtanganan politik). Bagi politisi dan kaum elit, media bisa dijadikan sarana untuk sosialisasi program. Artinya, di satu sisi di tangan medialah politik bisa besar dan dipersepsi baik oleh masyarakat, di sisi yang lain di tangan medialah citra politisi dan kaum elit di mata masyarakat bisa hancur.

B. Deskripsi Media Massa
Media massa, menurut Stuart Hall, pada dasarnya tidak mereproduksi makna itu sendiri, melainkan menentukan (to define ) realitas melalui pemakaian kata-kata yang terpilih. Lebih lanjut Hall mengatakan : “ Makna tidak secara sederhana bisa dianggap sebagai reproduksi dalam bahasa, tetapi sebuah pertentangan sosial (social struggle), sebuah perjuangan dalam memenangkan wacana. Maka itu pemaknaan yang berbeda merupakan arena pertarungan tempat memasukkan bahasa didalamnya. Manakala bahasa digunakan oleh media massa, maka sebetulnya ia memiliki tanggung jawab yang lebih besar karena ketersebaran yang luas dalam menanamkan stereotip atau prasangka tertentu ( Hall, dalam Sobur, 2001:40) “.
Bagi Gramsci, media massa merupakan arena pergulatan antar ideologi yang saling berkompetensi. Antonio Gramsci melihat media sebagai sebuah ruang di mana berbagai ideologi direpresentasikan. Ini berarti, di satu sisi media bisa menjadi sarana penyebaran ideologi penguasa, jadi alat legitimasi dan kontrol atas wacana publik Namun di sisi yang lain, media juga bisa jadi alat resistensi terhadap kekuasaan. Media massa bisa menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi dominan, sekaligus juga bisa menjadi instrumen perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan.
. Menurut Alex Sobur (2001), walaupun ada perbedaan pandangan mengenai media dari Gramsci, bahwa media massa bukanlah sesuatu yang bebas, independen tetapi media memiliki keterkaitan dengan realitas social. Artinya, dalam setiap teks yang dihasilkan media ada berbagai kepentingan ideologi antara masyarakat dan negara. Dalam diri media massa juga ada kepentingan-kepentingan terselubung seperti kepentingan pemilik modal, kepentingan keberlangsungan lapangan kerja bagi para wartawan, karyawan dan sebagainya
Sementara, Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakankegiatan jurnalistik, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, serta data dan grafik maupun media elektronik,dan segala jenis saluran yang tersedia . Media massa atau Pers adalah suatu istilah yang mulai dipergunakan pada tahun 1920-an untuk mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media.
C. Tinjauan sejarah media massa di Indonesia
Untuk pertama kalinya bangsa kita berkenalan dengan dunia pers, ketika Belanda melalui Vereenigde Oost Indische Compagnie, (VOC) yang memulai penjajahannya di Tanah Air, dan sejak awal lahirnya, langsung berhubungan dengan kepentingan kepentingan politik. Upaya pertama untuk menerbitkan Surat kabar di Batavia (sekarang Jakarta) terjadi tahun 1712, tetapi pemerintah VOC melarangnya. Alasannya, pemerintah takut saingan VOC akan memperoleh keuntungan dari berita dagang yang dimuat koran itu. Ketika pemerintahan "liberal" berada di bawah Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Von Imhoff, tahun 1744 terbit mingguan Bataviase Nouvelles di Jakarta.
Sekalipun Surat kabar Indonesia, Bromartini, sudah terbit tahun 1855, tetapi usaha menjadikan pers Indonesia sebagai alat perjuangan nasional terjadi setelah sejumlah organisasi politik tumbuh, seperti Boedi Oetomo(1908), indische Partij(1911) S arekat Islam (1912), Perhimpunan Indonesia (1922), Partai Komunis Indonesia (1926), dan Partai Nasional Indonesia (PNI). (Suryomihardjo, dalam Hamad 2004:61) Selain menjadi wadah para tokoh organisasi politik menyuarakan gagasan ¬gagasannya, saratnya muatan politis dari persurat kabaran Indonesia pada masa itu juga tampak dari nama nama yang disandangnya yang mencerminkan sikap perjuangan nasionalisme, seperti Suara Kemerdekaan, Suara Berjuang, Benih Kemerdekaan. Nama Kemadjuan Hindia dirubah menjadi Kemadjuan Indonesia. 13 Dari 107 Surat kabar dan majalah, yang terbit sekitar tahun 1920 corak Surat kabar atau majalah Indonesia digolongkan menjadi nasionalis, liberal, radikal, dan komunis, disamping ada yang bercorak netral, politik, dan sekedar dagang berita. Judul¬-juduinya pun menarik perhatian, banyak yang memakai kata "sinar", "Jong", "kebangoenan", "baroe", dan sebagainya".
Kekuasaan politik yang militeristik tak terhindarkan berimbas juga terhadap pers tatkala Balatentara Jepang menduduki Indonesia (1942 1945). Penguasa militer Jepang menempatkan shidooin (penasihat) di bagian redaksi dalam setiap surat kabar dengan tujuan untuk mengontrol media secara langsung.
Segera setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, pemerintah pada tahun 1960 menetapkan 19 pasal peraturan mengenai penerbitan surat kabar. Ke 19 pasal itu secara keseluruhan bersifat kewajiban pers, untuk mendukung politik pemerintah. Pers pada masa Demokrasi Terpimpin (1959 1965), dijadikan alat politik oleh pemerintah otoriter ketika itu.
Pengaruh kekuatan politik terus membayangi pers Indonesia setelah Orde Lama tumbang dan dimulainya Orde Baru. Tonggak politis yang pertama dari penguasa Orde Baru mengenai pers adalah UU Pokok Pers No. 11/66 jo UU No. 4/1967. Pihak yang mengeluarkannya pun bukan Menteri Penerangan, tetapi Laksus Kopkamtib sebuah instrumen kekuasaan buatan Orde Baru. . Dengan adanya dua surat izin ini penguasa Orde Baru sangat mudah memantau pers. Aturan SIC baru dicabut 3 Mei 1977 dengan alasan stabilitas keamanan nasional telah mantap setelah mendapat banyak protes. Kontraversi lainnya adalah mengenai pembreidelan yang sejak jaman kolonial jaman kemerdekaan menjadi ciri utama campur tangan kekuasaan terhadap pers.
Dalam UU Pokok Pers itu dinyatakan: Terhadap pers nasional tidak dikenakan sensor dan pembreidelan (pasal 4), namun menyusul pecahnya Peristiwa Malari 1978 sekurang kurangnya telah dibreidel 7 (tujuh) Surat kabar ibu kota. Peristiwa 15 Januari 1978, merupakan tonggak pengokohan dari pelaksanaan kekuasaan melalui mekanisme Bureaucratic Polity oleh penguasa Orde Baru, yaitu pemusatan kekuasaan di tangan segelintir elite setelah menghabisi semua kekuatan politik saingan. Gurita kekuasaan dari kelompok elite pada masanya (1978 1998) ini sangat kuat dan menjangkau sernua sektor kehidupan tak terkecuali bidang komunikasi Kenyataan ini sejak peristiwa itu, penguasa Orde Baru dalam hal ini Soeharto relatif sendirian saja memerintah Indonesia, termasuk mengendalikan media massa, sampai ia dijatuhkan oleh Gerakan Reformasi tahun 1998.
Sejak kekuasaan orde baru runtuh, kehidupan pers Indonesia menampakkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Seiring adanya perubahan pola kekuasaan, pada awal pemerintahan Presiden B.J. Habibie melalui Mentri Penerangan, Yunus Yosfiah, yang telah mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 01 Tahun 1998 yang menyatakan mencabut Peraturan Mentri Nomor 01 tahun 1984. Dunia pers nasional dapat lebih bebas dalam menjalankan visi dan misinya, iklim keterbukaan yang diberikan oleh Pemerintahan Habibie melalui Undang-Undang Pokok Pers Nomor 40 tahun 1999.
Regulasi Pers yang baru, pada era reformasi telah membuat dinamika pers menjadi lebih bergairah. Dengan demikian, pers nasional memperoleh kebebasan melakukan pengumpulan berita (news gathering ), pengolahan berita (news editing ), dan penyajian bahan berita (news presenting ) serta kebebasan dari berbagai tekanan dan ancaman pihak luar saat melaksanakan fungsi jurnalistik. Seperti halnya legislatif yang secara nyata menjadi kekuatan demokrasi, institusi pers nasional juga kemudian muncul menjadi salah satu kekuatan baru yang lebih nyata dalam tatatanan infrastruktur perpolitikan nasional maupun dalam kehidupan masyarakat di semua tingkatan.
Namun demikian, adanya kebebasan pers ini belum secara langsung meningkatkan pelaksanaan fungsi pers sebagai media informasi, pendidikan, kontrol sosial, dan hiburan. Bahkan peningkatan kualitas penerbitan dan pertambahan jumlah penerbitan pers justru cenderung mendorong terjadinya penyajian informasi yang rancu dan membingungkan masyarakat.
D. media massa adalah subsistem dari sistem politik
Menurut Gurevitch dan Blumer fungsi-fungsi media massa adalah:
1. Sebagai pengamat lingkungan dari kondisi sosial politik yang ada. Media massa berfungsi sebagai alat kontrol sosial politik yang dapat memberikan berbagai informasi mengenai penyimpangan sosial itu sendiri, yang dilakukan baik oleh pihak pemerintah, swasta, maupun oleh pihak masyarakat. Contoh penyimpangan penyimpangan seperti praktik KKN oleh pemerintah, penjualan pasir ke Singapura yang mengakibatkan tujuh pulau hilang dan tenggelam (suatu kerugian yang lebih besar dari sekadar perebutan pulau Sipadan dan Ligitan
2. Sebagai pembentuk agenda (agenda setting) yang penting dalam isi pemberitaannya. Pembentukan opini dengan cara pembentukan agenda atau pengkondisian politik sehingga masyarakat terpengaruh untuk mengikuti dan mendukung rencana-rencana pemerintah. Contohnya: wacana pembatasan subsidi BBM
3. Media massa merupakan platform (batasan) dari mereka yang punya advokasi dengan bukti-bukti yang jelas bagi para politisi, jurubicara, dan kelompok kepentingan.
4. Media massa mampu menjadi tempat berdialog tentang perbedaan pandangan yang ada dalam masyarakat atau diantara pemegang kekuasaan .Media massa sebagai sarana untuk menampung berbagai pendapat, pandangan, dan paradigma dari masyarakat yang ingin ikut andil dalam membangun sistem politik yang lebih baik.
5. Media massa merupakan bagian dari mekanisme penguasa untuk mempertahankan kedudukannya melalui keterangan-keterangan yang diungkapkan dalam media massa. Hal ini kerap terjadi pada masa Orba, ketika masa Presiden Soeharto berkuasa yang selalu menyampaikan keberhasilan-keberhasilan dengan maksud agar masyarakat mengetahui bahwa pemerintahan tersebut harus dipertahankan apabila ingin mengalami kemajuan yang berkesinambungan.
6. Media massa bisa merupakan insentif untuk publik tentang bagaimana belajar, memilih, dan menjadi terlibat daripada ikut campur dalam proses politik.
Keikutsertaan masyarakat dalam menentukan kebijakan politik bisa disampaikan melalui media massa dengan partisipasi dalam poling jajak pendapat dan dialog interaktif. Hasil dari poling atau jajak pendapat tersebut akan merefleksikan arah kebijakan para politisi. Seperti hasil poling akhir-akhir ini dinyatakan bahwa sebagian besar masyarakat pemilih pada pemilu 2009, mengharapkan pemerintah hasil Pemilu dapat memprioritaskan perbaikan ekonomi. Hanya sebagian kecil dari masyarakat yang memilih untuk prioritas pemberantasan korupsi
7. Media massa bisa menjadi penentang utama terhadap semua upaya dari kekuatan-kekuatan yang datang dari luar media massa dan menyusup ke dalam kebebasannya,integritasnya, dan kemampuannya di dalam melayani masyarakat.
Fakta-fakta kebenaran yang diungkapkan oleh media massa dapat menyadarkan masyarakat tentang adanya kekuatan-kekuatan berupa terorisme atau premanisme, maupun intimidasi dari pihak-pihak tertentu yang mencoba mengkaburkan suatu permasalahan.
8. Media massa punya rasa hormat kepada anggota khalayak masyarakat, sebagai kelompok yang punya potensi untuk peduli dan membuat sesuatu menjadi masuk akal dari lingkungan politiknya. Adanya kecenderungan dalam menilai para politisi, komunikator politik, aktivis adalah sebagai pihak yang selalu bicara dengan publik. Oleh karena itu Bryce (1900) menyatakan bahwa khalayak komunikasi (khususnya dalam komunikasi politik) pada umumnya akan terpusat pada masalah opini publik. Dari gambaran di atas mengenai fungsi media massa dalam kaitannya sebagai alat politik, maka semakin jelas bahwa peran media massa sangat besar dalam kekuasaan pemerintahan. Pendapat ini juga dipertegas dengan pernyataan Harold Lasswell, bahwa Politik tidak bisa dipisahkan dari pengertian kekuasaan dan manipulasi yang dilakukan oleh para elit penguasa atau counter elite.
E. Kesimpulan
Media massa dan politik? Peran media tidak hanya sebagai penyalur informasi Atas peristiwa politik yang terjadi tapi juga mempunyai Potensi untuk membangun opini public…
Literasi media akan membangkitkan kesadaran pada diri khalayak bahwa media tidaklah menyampaikan segala sesuatu apa adanya. Melainkan disampaikan dengan mengikuti hukum-hukum yang berlaku dalam dunia media massa. Media Massa melakukan mediasi atas realitas sehingga realitas bukan saja lebih menarik tapi juga lebih indah atau lebih dramatis dari realitas yang sesungguhnya. Itulah representasi yang dilakukan media massa, yang prosesnya sangat banyak dipengaruhi kepentingan ideologis, kekuasaan politik atau ekonomi.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bahasa adalah nyawakehidupan media massa.hanya melalui bahasa para pekerja media bias menghadirkan hasil reportasenya kepada public. Para peneliti berpendapat terdapat tiga tindakan yang biasa dilakukan media, khususnya oleh para komunikator massa, tatkala melakukan konstruksi realitas social yang berujung pada pembentukan citra sebukekuatan politik. Ketiganya adalah pemilihan symbol (fungsi bahasa), pemilihan fakta yang akan disjikan (strategi framing), dan kesediaan member tempat (agenda setting).
Pertama, dalam pilihan kata (symbol) politik. Sekalipun hanya bersifat melaporkan, tapi menjadi sifat dari pembicaraan politik untuk selalu memperhitungkan symbol politik. Dalam komunikasi politik, para komunikator bertukar citra-citra atau makna-makna melalui lambing politik. Mereka saling menginterpretasikan pesan-pesan politik yang diterimanya. Apapun symbol yang akan dipilih akan mempengaruhi makna yang muncul.
Kedua, dalam melakukan pembingkaian (framing) peristiwa politik. Setidaknya oleh alasan teknis keterbatasan kolom (ruang) dan durasi (waktu). Jarang ada media yang mengemas sebuah peristiwa secara utuh. Atas nama kaidah jurnalistik, media massa menyederhanakan peristiwa melalui mekanisme pembungkaian fakta-fakta dalam bentuk berita sehingga layak terbit. Untuk kepentingan pemberitaan tersebut, sering kali media massa hanya menyoroti hal-hal yang dianggap penting saja. Pembuatan frame itu sendiri didasarkan ataas berbagai kepentingan internal maupun eksternal media, baik teknis, ekonomis, politis,ataupun ideologis.
Ketiga, adalah menyediakan ruang atau waktu untuk peristiwa politik (fungsi agenda setting). Justru hanya jika media massa member ruang pada sebuah peristiwa politik, maka peristiwa politik akan memperoleh perhatian oleh masyarakat. Semakin besar tempat yag diberikan semakin besar pula perhatian yang diberikan khalayak. Pada konteks ini, media mempunyai fungsi agenda setter. Bila satu media menaruh sebuah peristiwa sebagai head-line pasti peristiwa tersebut memperoleh perhatian yang besar dari public. Faktanya, konsumen media jarang memperbincangkan kasus yang tidak dimuat oleh media, yang boleh jadi kasus itu justru sangat penting untuk diketahui masyarakat.

Kamis, 13 Januari 2011

kebijakan tarif cukai rokok 2011

I.Latar Belakang Masalah
Sejak diberlakukannya Undang-undang No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai menggantikan beberapa perundang-undangan produk kolonial Belanda, sektor cukai mendapatkan perhatian yang cukup besar dari masyarakat luas, khususnya dari para pakar, pengusaha barang kena cukai dan para pejabat eksekutif maupun legislatif. Hal ini terbukti dengan seringnya lembaga-lembaga kemasyarakatan memandang perlu diadakannya seminar, sarasehan, maupun diskusi-diskusi panel di media elektronika, maupun pemberitaan di media-media cetak.
Salah satu faktor penting yang menjadi daya tarik mengapa cukai sering dibicarakan oleh berbagai kalangan masyarakat adalah peranannya terhadap pembangunan dalam bentuk sumbangannya kepada penerimaan negara yang tercermin pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Pada suatu seminar, yang diprakarsai oleh ESCOM (Economic Issues Community) sekali lagi cukai menjadi topik yang penting untuk dibicarakan oleh para stock holder yang pada intinya membahas masalah Ekstensifikasi, dan Intensifikasi Cukai serta Kendala dan Dampaknya bagi Pengusaha dan Konsumen. Pada saat ini Indonesia masih termasuk dalam kelompok “ extremely narrow” dalam pengenaan cukai karena cukai dipungut hanya terhadap 3 (tiga) jenis barang yaitu etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol dan hasil tembakau.
Dalam upaya menghimpun cukai untuk menutup penerimaan negara dalam APBN dari sektor cukai, pemerintah tidak dapat secara terus menerus tergantung pada 3 (tiga) jenis BKC tersebut, Untuk masa yang akan datang sudah harus diupayakan adanya pengembangan barang kena cukai (usaha ekstensifikasi) yang lain yang dapat meningkatkan penerimaan negara dari cukai.
Dalam rangka ekstensifikasi barang kena cukai ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah mencoba untuk memperkenalkan 12 (dua belas) jenis calon BKC untuk mendapatkan tanggapan atau masukan dari berbagai pihak seperti pengusaha, dan para pakar. Berbagai masukan tersebut akan dipergunakan sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam mengambil keputusan dalam pengembangan BKC ini. Selain itu mulai 1 Januari 2011, Kementerian Keuangan kembali menaikkan tarif cukai rokok eceran. Dengan kenaikan tarif tersebut, maka harga rokok eceran juga akan meningkat. Kenaikan tarif cukai ini ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Agus Martowardojo yang diterbitkan pada 3 November 2010 namun berlaku awal Januari 2011 .
Disamping upaya ekstensifikasi sebagai cara untuk meningkatkan penerimaan cukai, pemerintah juga telah menempuh upaya intensifikasi, antara lain melalui penerapan strategi kebijakan tarif dan HJE, penegakan hukum (law enforcement), pemantauan HJE, audit dan verifikasi.
Perkembangan industri rokok menjadi suatu hal yang diperdebatkan tatkala dihadapkan dengan dua kepentingan besar yakni ekonomi dan kesehatan. Tak dapat dipungkiri bahwa industri rokok memiliki peranan yang sangat besar dalam memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara. Pada tahun 2008, industri ini memberikan pemasukan sebesar Rp 51,21 triliun. Peningkatan pendapatan negara dari cukai rokok diestimasi akan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Perkembangan ini juga ditunjang dengan tingkat konsumsi rokok Indonesia yang mendapat peringkat ke-3 di dunia pada tahun 2008.
Dalam kurun waktu tiga bulan (Januari hingga Maret 2010), Menteri Keuangan menyatakan bahwa pemasukan dari cukai rokok telah mencapai 22,26 % dari target APBN 2010. Berdasarkan data dari Ditjen Bea dan Cukai, target penerimaan cukai dalam APBN 2010 adalah Rp 57,29 triliun. Penerimaan negara dari cukai rokok ini jauh melampaui industri lainnya bahkan mengalahkan industri pertambangan emas sekalipun. Realisasi penerimaan bea masuk hingga Maret 2010 telah mencapai 18,98 % dari target APBN 2010 sebesar Rp 16,5 triliun. Sementara realisasi penerimaan bea keluar mencapai 5,3 % dari target APBN 2010 sebesar Rp 7,6 triliun.
Industri rokok disamping memberikan pemasukan yang signifikan bagi pendapatan negara juga memberikan penghidupan yang begitu besar bagi masyarakat. Jumlah pabrik rokok di Indonesia yang mencapai 4416 pabrik telah menampung ratusan ribu tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Dilihat dari pertumbuhan penyerapan tenaga kerja, secara keseluruhan penyerapan tenaga kerja industri rokok tumbuh sebesar 2,69 % per tahun. Pertumbuhan industri rokok di tanah air tidak lepas dari tingginya tingkat konsumsi perokok aktif. Data yang dikeluarkan oleh BPS pada tahun 2006 menyebutkan bahwa pengeluaran rumah tangga untuk rokok jauh lebih besar dari pengeluaran untuk kebutuhan dasar rumah tangga lainnya yakni mencapai 12 % dari total pendapatan di keluarga tersebut.
Hasil penelitian Lembaga Demografi FE UI pada tahun 2008 bahkan menunjukkan bahwa pengeluaran untuk pembelian rokok buatan pabrik rata-rata Rp 3.545,00 per hari atau seperempat dari penghasilan hariannya sebagai buruh tani. Pengeluaran untuk rokok lebih dari 5 kali lipat pengeluaran untuk makanan bergizi. Dilihat dari proporsi total pengeluaran bulanan, belanja rokok mencapai lebih dari 3 kali pengeluaran untuk pendidikan (3,2%) dan hampir 4 kali lipat pengeluaran untuk kesehatan (2,7%) .
Laporan sebagaimana yang ditulis surabaya-ehealth.org/ mencatat 800 juta dari 1,2 miliar perokok dunia berasal dari negara berkembang. Dari jumlah tersebut termasuk jumlah perokok anak. Prevalensi anak yang merokok di Indonesia diperkirakan mencapai 25,9 juta atau sekitar 37 %. Data di tahun 2004 menunjukkan anak mulai merokok pada usia 5 tahun. Tingkat konsumsi rokok terbesar berada pada usia produktif yakni 25-64 tahun dengan persentase 29% sampai 32%.
Meskipun industri rokok menjadi pilar kokoh dalam roda perekonomian bangsa namun bahaya konsumsi rokok tidak boleh dilupakan. Pertumbuhan ekonomi yang diberikan oleh industri ini harus ditukar dengan penurunan kualitas hidup manusia. Badan khusus PBB yang menangani masalah kesehatan dunia, WHO, bahkan memberikan peringatan bahwa dalam dekade 2020-2030 tembakau akan membunuh 10 juta orang per tahun, 70% di antaranya terjadi di negara-negara berkembang. Serangan ini terjadi melalui beberapa penyakit yang ditimbulkan dari rokok seperti AIDS, jantung, impotensi, paru-paru, infeksi saluran pernafasan, kanker dan sebagainya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan dampak rokok adalah melalui kenaikan cukai rokok secara progresif.

II.Lingkup dan Ragam Masalah
Pada dasarnya cukai hanya dikenakan terhadap barang-barang yang memiliki sifat dan karakteristik tertentu yakni konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Berdasarkan Pasal 5 Undang-undang Nomor 39 tahun 2007 Tentang Cukai disebutkan bahwa tembakau dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi:
a. untuk yang dibuat di Indonesia: 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik; atau 2. 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
b. untuk yang diimpor: 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea masuk;
atau 2. 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
Berdasarkan Peraturan Menkeu No. 118/ PMK. 04/2006 tentang kebijakan cukai 2007, mulai 1 Juli 2007, pemerintah menetapkan cukai ganda untuk produk rokok berupa tarif advalorum dengan kenaikan sebesar 7% dan tarif spesifik yang ditetapkan secara bervariasi sesuai jenis rokok antara Rp 3 dan Rp 7 per batang. Kebijakan penaikan cukai terhadap tembakau ini merupakan langkah konkrit dalam membatasi peredaran barang-barang unhealthy.
Kenaikan cukai rokok secara progresif menjadi salah satu strategi uyang baik dalam progresitas penerimaan negara (government revenue). Disisi lain kenaikan cukai dapat meningkatkan harga jual rokok kepada konsumen. Dengan meningkatnya harga rokok maka kelompok kolektif seperti remaja, anak-anak dan orang-orang yang berpenghasilan minim tidak akan membeli rokok atau setidak-tidaknya mengurangi konsumsi rokok per harinya. Sehingga alokasi dana rumah tangga untuk kesehatan, pangan dan pendidikan akan semakin meningkat. Bank Dunia menyimpulkan bahwa kenaikan harga produk tembakau sebesar 10% akan menurunkan tingkat permintaan global sebesar rata-rata 4-8%, dan dapat mencegah paling sedikit 10 juta kematian yang berhubungan dengan tembakau.
Kenaikan cukai ini harus didasarkan pada kerangka kerja (framework) yang jelas. Untuk itu diperlukan dua hal penting yang harus mendapatkan perhatian khusus yakni audit cukai dan penegakan hukum (law enforcement). Audit cukai adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang cukai. Jika dalam audit cukai ditemukan penyimpangan-penyimpangan maka diperlukan penegakan hukum yang konsisten yang dapat menjerat para pelaku sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

 Peranan cukai terhadap Penerimaan Dalam Negeri.
Sebagai salah satu sumber penerimaan negara, cukai mempunyai peranan yang sangat penting dalam APBN khususnya dalam kelompok Penerimaan Dalam Negeri yang senantiasa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Apabila dalam tahun anggaran (TA) 1990/1991 penerimaan cukai baru mencapai Rp. 1.799,8 miliar atau menyumbang sekitar 4 % dari Penerimaan Dalam Negeri maka dalam TA 1999/2000 jumlah tersebut telah meningkat menjadi Rp. 10.398,0 miliar atau menyumbang sebesar 7,3 %. Berdasarkan gambaran tersebut diatas, maka pada dasarnya penerimaan cukai masih memiliki potensi yang cukup besar dalam meningkatkan peranannya sebagai salah satu sumber dana pembangunan.
Peranan Penerimaan Cukai terhadap Penerimaan Dalam negeri
( TA 1990/1991 - 1999/2000).
( dalam miliar rupiah )
Tahun Anggaran Penerimaan Cukai H.T Lainnya Jumlah Penerimaan Dalam Negeri Peranan
(%)
1990/1991 1.713,8 86,0 1.799,8 42.193,0 4,3
1991/1992 1.703,3 211,7 1.915,0 42.582,0 4,5
1992/1993 2.116,4 125,2 2.241,6 48.862,6 4,6
1993/1994 2.470,4 155,4 2.625,8 56.113,1 4,7
1994/1995 2.647,5 505,8 3.153,3 66.418,0 4,7
1995/1996 3.451,2 141,5 3.592,7 73.013,9 4,9
1996/1997 4.060,5 202,3 4.262,8 87.603,3 4,9
1997/1998 4.892,8 208,4 5.101,2 108.183,8 4,4
1998/1999 7.459,4 478,5 7.973,9 152.869,5 5,2
1999/2000 10.113,3 285,2 10.398,0 142.203,8 7,3


 Penerimaan Cukai Hasil Tembakau
Sementara itu, perkembangan realisasi cukai hasil tembakau terlihat mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun dan perbandingannya dengan penerimaan cukai lainnya hampir mencapai tingkat rata-rata 94 % per tahun, sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini .




Perbandingan Cukai Hasil Tembakau dengan Cukai lainnya
TA.1990/1991 - 1999/2000
( dalam miliar rupiah )
Tahun Anggaran Penerimaan Cukai HT Lainnya Jumlah Peranan
( % )
1990/1991 1.713,8 86,0 1.799,8 95,2
1991/1992 1,703,3 211,7 1.915,0 88,9
1992/1993 2.116,4 125,2 2.241,6 94,4
1993/1994 2.470,4 155,4 2.625,8 94,0
1994/1995 2.965,3 190,9 3.156,2 93,9
1995/1996 3.467,9 138,2 3.605,1 96,1
1996/1997 4.066,3 198,3 4.264,6 95,3
1997/1998 4.909,1 193,8 5.102,9 96,2
1998/1999 7.483,1 259,1 7.742,2 96,6
1999/2000 10.113,3 285,2 10.398,0 97,2

Pada TA 1990/1991 sumbangan cukai hasil tembakau terhadap cukai secara keseluruhan adalah sebesar 95,2 % kemudian setiap tahunnya menunjukkan angka peningkatan (kecuali TA 1991/1992), dan pada TA 1999/2000 realisasi penerimaan cukai hasil tembakau mencapai jumlah Rp.10.113,3 miliar atau sebesar 97,26 %. Sementara itu, jika dilihat dari perkembangan realisasinya penerimaan cukai hasil tembakau dalam kurun waktu 10 tahun terakhir telah terjadi peningkatan sebesar 590 % atau hampir mencapai 6 (enam) kali lipat, yaitu dari Rp. 1.713,8 miliar pada TA 1990/1991 menjadi Rp. 10.113,3 miliar pada TA 1999/2000.

 Pencapaian Target Penerimaan Cukai
Pada umumnya target penerimaan cukai selalu dapat dipenuhi, dan jika tidak tercapai maka kekurangannya tidak begitu signifikan. Pencapaian target selama 5 (lima) tahun terakhir, secara rata-rata mencapai sebesar 103,32 % per tahun. Gambaran pencapaian dapat dilihat dalam tabel di bawah ini .
Perbandingan Target dan Realisasi Penerimaan Cukai
TA 1995/1996 - 1999/2000
( dalam miliar rupiah )
Tahun Anggaran Target Realisasi Pencapaian
(% )
1995/1996 3.667,6 3.605,1 98,29
1996/1997 4.216,7 4.264,6 103,13
1997/1998 4.436,3 5.102,9 115,02
1998/1999 7.755,9 7.742,2 99,82
1999/2000 10.160,0 10.398,5 102,34

III.Pernyataan Masalah
Sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan dana untuk kegiatan pemerintahan disatu pihak, semakin berfluktuasinya penerimaan negara dari sektor migas, serta semakin sulitnya memperoleh pinjaman luar negeri, maka diperlukan upaya peningkatan dana yang berasal dari dalam negeri termasuk penerimaan cukai. Disamping itu, mengingat masih rendahnya rasio antara penerimaan cukai terhadap PDB di Indonesia yaitu baru sekitar 0,75 %, sementara di negara-negara lain telah mencapai rata-rata diatas 2%. Hal ini mengindikasikan bahwa penerimaan cukai masih mungkin untuk terus dikembangkan baik melalui ekstensifikasi maupun melalui intensifikasi.
Dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari cukai tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai upaya baik melalui ekstensifikasi berupa penambahan barang kena cukai maupun melalui intensifikasi melalui upaya penegakan hukum (law enforcement), pemantauan HJE, audit dan verifikasi serta peningkatan pengawasan fiisik maupun administrasi barang kena cukai.

 Penambahan jenis BKC
Sampai saat ini, Indonesia masih tergolong dalam negara yang “extremely narrow” dalam pengenaan cukai, yaitu hanya terhadap 3 jenis barang kena cukai yang terdiri dari etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol dan hasil tembakau. Sementara di negara-negara lain pada umumnya bervariasi, dan lebih dari 3 (tiga) jenis BKC. Sebagai gambaran misalnya, Finlandia mengenakan cukai terhadap 16 jenis barang, Perancis 14 jenis barang, India 28 jenis barang, Jepang 24 jenis, Malaysia sebanyak 14 jenis barang, Jerman 13 jenis dan Singapura mengenakan cukai terhadap 10 jenis barang. Sementara itu, negara-negara OECD dewasa ini mengenakan cukai terhadap 3 jenis barang.
Pada dasarnya, argumentasi atau alasan dikenakannya cukai terhadap BKC di beberapa negara adalah bervariasi, antara lain pertama, to control (membatasi) beredarnya barang-barang yang dianggap immoral atau unhealthy jika dikonsumsi masyarakat. Kedua, untuk menghindari terjadinya externality yang negatif ( to internalize external diseconomies), ketiga, cukai juga dapat dikenakan terhadap barang-barang yang non esensial atau atas konsumsi barang mewah, dan keempat, cukai juga digunakan sebagai suatu sarana untuk menciptakan tenaga kerja (employment creation) seperti rokok SKT,KLB,KLM dan salah satu faktor lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah cukai merupakan salah satu sumber penerimaan negara (government revenue) dalam pembiayaan pembangunan.
Berdasarkan beberapa argumentasi tersebut dan kemungkinan potensi penerimaan cukainya, telah dipilih 12 (dua belas) jenis barang untuk dikenakan cukai yaitu sabun, deterjen, air mineral, semen, sodium cyclamate dan sacharine, gas alam, metanol, ban, minuman ringan, kayu lapis, bahan bakar minyak dan baterai kering/accu.
Dari kajian yang telah dilakukan terhadap 12 jenis barang tersebut, dengan pertimbangan potensi, stabilitas dan fleksibilitas penerimaan cukainya pada tahap pertama dipilih 3 ( tiga) jenis barang yang diprioritaskan untuk dikenakan cukai yaitu semen, minuman ringan, dan ban.
Terhadap kemungkinan penetapan ketiga jenis barang tersebut sebagai barang kena cukai telah dibicarakan dengan DPR dan telah didiskusikan dalam forum seminar yang melibatkan berbagai pihak terkait baik dari pemerintah, pengusaha, wakil asosiasi dan masyarakat.
Adapun karakteristik dari ketiga jenis barang tersebut sehingga dianggap layak dikenakan cukai secara singkat adalah sebagai berikut :
a. Ban
Faktor-faktor yang mendukung dikenakannya cukai terhadap ban antara lain adalah faktor kenyamanan, elastisitas permintaan, serta potensi penerimaan yang akan diperoleh.
a.1. Faktor kenyamanan (comfortable)
Merupakan salah satu faktor yang dapat dipertimbangkan , dengan asumsi bahwa ban merupakan salah satu komponen kendaraan yang dapat meningkatkan kenyamanan berkendaraan bagi pengemudinya.
Lebih terfokus lagi kepada jenis ban luar bias/konvensional dan ban radial yang digunakan untuk kendaraan mobil pribadi, dan ban luar sepeda motor yang memiliki kapasitas besar yang sebagian besar dimiliki oleh golongan ekonomi menengah ke atas.
Hal ini dimaksudkan pula secara tidak langsung akan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor yang beredar di jalan, sehingga diharapkan dapat mengurangi biaya yang timbul akibat terjadinya kemacetan dan pemeliharaan jalan yang pada akhirnya akan menciptakan efisiensi penggunaan kendaraan bermotor.
a.2. Faktor Elastisitas Permintaan
Untuk meningkatkan penerimaan negara, ekstensifikasi obyek cukai akan lebih berhasil bila dikenakan terhadap barang-barang yang permintaannya lebih inelastis (kurang peka terhadap perubahan harga) dan volume produk serta nilai produksinya relatif besar. Dalam kondisi ini penerimaan cukai yang diterima dapat lebih besar, karena pengenaan cukai akan mengakibatkan penurunan jumlah barang yang diminta dalam proporsi yang lebih kecil dari tarif cukainya. Berdasarkan penelitian, elastisitas permintaan terhadap ban adalah sebesar - 0,30846 yang berarti bahwa setiap kenaikan harga sebesar 10% mengakibatkan permintaan terhadap ban mobil turun sebesar 3,0846 %. Dengan demikian maka ban layak dikenakan cukai karena nilai mutlak elastisitas permintaannya dibawah 1 (inelastis) sehingga berpotensi sebagai sumber penerimaan cukai.
a.3. Faktor Potensi Penerimaan
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, dengan asumsi produksi ban tahun 2000, diperkirakan bahwa ban sangat berpotensi untuk dikenakan cukai.
b. Semen
b.1. Faktor Lingkungan
Salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam pengenaan cukai terhadap semen, adalah dalam rangka mengkompensasikan dampak negatif terhadap lingkungan sosial maupun kesehatan masyarakat yang ditimbulkan oleh industri semen, efisiensi pemakaian sumber daya alam, serta dalam rangka mengoptimalkan penggalian alternatif sumber dana pembangunan.
b.2. Faktor Elastisitas Permintaan
Berdasarkan kajian statistik diperoleh hasil bahwa besarnya elastisitas permintaan terhadap semen adalah - 0,80673. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga 10% akan mengakibatkan penurunan jumlah permintaan sebesar 8,0673%. Oleh karena itu, semen mempunyai sifat permintaan yang inelastis yang berarti berapapun kenaikan harga semen tidak banyak mempengaruhi permintaan masyarakat terhadap semen.
c. Minuman Ringan
c.1. Faktor Lingkungan
Dalam proses pengolahan bahan baku menjadi bentuk yang siap dikonsumsi, terjadi limbah baik limbah cair maupun padat. Hal ini wajar terjadi karena setiap proses perubahan bentuk materi menjadi bentuk jadi selalu ada sisa berbentuk limbah yang apabila dalam jumlah banyak akan menganggu lingkungan. Disamping itu, sebagian besar industri minuman ringan pada umunya menyedot air tanah sebagai sumber bahan baku utama. Pengambilan air tanah secara berlebihan akan mengakibatkan pertama, turunnya permukaan air tanah dan kedua, akan mengakibatkan peresapan air laut (intrusi) sehingga merusak kualitas air tanah dsb.

c.2. Elastisitas Permintaan
Berdasarkan analisa statistik terhadap data produksi industri minuman ringan secara umum memiliki sifat inelastis dengan koefisien elastisitas sebesar (-0,82). Hal ini berarti bahwa kenaikan harga minuman sebesar 10% akan mengakibatkan penurunan permintaan sebesar 8,2 %. Kesimpulan ini berarti permintaan dan penawaran minuman ringan kurang peka terhadap perubahan harga. Dalam batas-batas tertentu peningkatan harga minuman ringan tidak akan terlalu mempengaruhi permintaan masyarakat.

 Kemungkinan Pengalihan PPnBM menjadi Penerimaan Cukai.
Ekstensifikasi Barang Kena Cukai sebagaimana tercantum dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-undang No.11 Tahun 1995 tentang Cukai, dapat dilaksanakan melalui Peraturan Pemerintah setelah mendapatkan persetujuan DPR pada pembahasan RUU. APBN untuk tahun anggaran yang akan datang.
Pada dasarnya ekstensifikasi BKC dengan cara memasukkan barang-barang yang dikenakan PPnBM (barang mewah) menjadi obyek cukai dimungkinkan mengingat salah satu argumentasi/kriteria pemungutan cukai adalah :
“Cukai juga dapat dikenakan atas barang-barang yang sifatnya non esensial atau atas konsumsi yang dari segi pertimbangan jika dikonsumsi oleh anggota masyarakat, maka tingkat expenditures dari anggota masyarakat tersebut dapat dianggap sebagai proxies untuk tax paying capacity mereka.
Misalnya, konsumsi atas barang-barang kosmetik, jewelry, minyak wangi dan lain-lain ( Agung Permana, 1999 )”.
Dengan demikian pada dasarnya terdapat kemungkinan untuk mengalihkan barang-barang yang dikenakan PPnBM menjadi objek cukai. Sebagaimana diketahui jumlah barang yang dikenakan PPnBM atau barang yang termasuk kategori Barang Mewah menurut SK. Menkeu No. 591/KMK.04/1986 antara lain adalah :
Kelompok I : ( PPnBM 10 % ) antara lain :
a. Minuman ringan yang tidak mengandung alkohol;
b. Kendaraan bermotor beroda dua dari segala merk dan jenis;
c. Alat-alat mewah dengan tenaga listrik ( elektronik );
d. Alat-alat fotografi;
e. Alat-alat olah raga mewah;
f. dsb.
Kelompok II : ( PPnBM 20 % ) antara lain :
a. Minuman mengandung alkohol;
b. Semua jenis kendaraan bermotor balap beroda dua dan beroda empat;
c. Kendaraan bermotor jenis sedan, jeep, mobil balap;
d. Kapal pesiar
e. dsb.
Dengan demikian, dalam pelaksanaannya diperlukan pembahasan secara komprehensif dan cermat oleh instansi terkait dari segala aspek, baik aspek yuridis maupun aspek teknis administratif dan kesiapan SDM. Hal ini perlu dipertimbangkan apabila akan dilaksanakan pengalihan pengenaan PPnBM menjadi objek cukai mengingat begitu banyak jenis barang yang termasuk dalam kategori barang mewah.



IV. Alternatif Kebijakan
Salah satu strategi yang sangat efektif untuk mengoptimalkan penerimaan cukai selama ini adalah dengan menggunakan instrumen tarif cukai dan Harga Jual Eceran ( HJE ). Meskipun pada dasarnya secara makro penerimaan cukai juga dipengaruhi oleh kondisi perekonomian seperti laju pertumbuhan ekonomi, tingkat pendapatan masyarakat serta elastisitas permintaan konsumen terhadap BKC.
Dalam menyusun kebijaksanaan penerimaan cukai terdapat berbagai faktor yang harus dipertimbangkan antara lain besarnya tarif cukai, jumlah produksi, serta Harga Jual Eceran Hasil Tembakau dimana masing-masing faktor mempunyai hubungan fungsional yang tidak dapat dipisahkan. Berubahnya salah satu variabel akan mempengaruhi variabel yang lain.
Untuk menentukan besarnya tarif cukai ( Permana Agung, 1994 ) dalam analisanya mengemukakan bahwa tingkat tarif yang semakin tinggi tidak selalu berarti akan menghasilkan penerimaan cukai yang semakin tinggi pula. Pada tingkat tertentu ( sesuai dengan teori Laffer ) yaitu pada saat mencapai area yang dikenal sebagai “Prohibitive Range for Government” maka penerimaan cukai justru akan mengalami penurunan . Hal ini disebabkan kenaikan tarif tersebut sudah tidak mampu lagi didukung oleh tingkat produksi dan penjualan oleh sebagian produsen.
Mengingat hal tersebut, maka pengenaan tarif cukai dan HJE harus dilakukan secara berhati-hati dan harus betul-betul dikaji tingkat kemampuan konsumen dalam menanggung beban cukai, jangan sampai memasuki area “Prohibitive Range for Government”. Secara garis besar intensifikasi cukai dapat dilakukan antar lain melalui strategi kebijaksanaan cukai, penegakan hukum, pemantauan HJE, audit dan verifikasi, serta peningkatan pengawasan peredaran BKC.

 Strategi Kebijaksanaan Cukai
Dalam rangka menindaklanjuti usaha unifikasi dan simplifikasi Struktur Tarif Cukai Hasil Tembakau telah diberlakukan struktur tarif berdasarkan SK. Menteri Keuangan No.89/KMK.05/2000 tanggal 29 Maret 2000 tentang Penetapan Tarif Cukai dan Harga Dasar Hasil Tembakau. Kebijakan tersebut merupakan perubahan dari SK. No. 124/KMK.05/1999 tanggal 31 Maret 1999 sebagaimana diubah terakhir dengan SK. Menteri Keuangan No.482/KMK.05/1999 tanggal 7 Oktober 1999.
Sistem pengenaan tarif cukai dan HJE berdasarkan kebijakan ini pada dasarnya mempertimbangkan :
• Pencapaian target penerimaan T.A 2000
• Perlindungan tenaga kerja
• Perlindungan industri kecil
• Menciptakan persaingan yang sehat antar pengusaha/pabrikan

 Penegakan Hukum ( Law Enforcement )
Pada dasarnya pengenaan tarif cukai berdasarkan SK. Menteri Keuangan No. 89/KMK.05/2000 tanggal 29 Maret 2000 tentang Penetapan Tarif Cukai dan Harga Dasar Hasil Tembakau telah mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Kenaikan tarif cukai yang tinggi tersebut dapat menimbulkan dampak antara lain:
• Peredaran rokok polos ( tanpa pita cukai )
• Pelekatan pita cukai palsu
• Pelekatan pita cukai yang bukan haknya, seperti HJE yang lebih rendah dan tidak sesuai dengan peruntukkannya.
Apabila hal itu sampai terjadi maka akan mengakibatkan tidak tercapainya penerimaan cukai secara optimal. Oleh karena itu, untuk mengihindari hal-hal yang tidak diinginkan perlu dilakukan penegakan hukum ( law enforcement ) secara tegas sehingga target penerimaan cukai dapat tercapai secara optimal


.
 Pemantauan HJE
Pemantauan HJE dimaksudkan untuk memantau kepatuhan semua pihak guna dijadikan bahan atau barang bukti dalam rangka menegakkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai khususnya cukai hasil tembakau.
Pengawasan dilakukan terhadap kemungkinan terjadinya penggunaan pita cukai palsu serta penggunaan pita cukai yang bukan haknya antara lain dengan HJE yang lebih rendah ( tidak sesuai dengan HJE minimum ) atau dengan tarif cukai yang lebih rendah dan tidak sesuai dengan peruntukkannya.
Pemantauan dilakukan dengan cara operasi pasar atas BKC yang beredar di bawah pengawasan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai ( KPBC ) setempat. Hasil pengawasan tersebut wajib diinformasikan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai up. Direktur Cukai. Apabila ada dugaan terjadi pemalsuan pita cukai, maka KPBC setempat wajib mengirimkan masing-masing contoh BKC tersebut ke Kantor Pelayanan DJBC.
Daerah obyek pemantauan dipilih di daerah yang rawan peredaran BKC yang dilekati pita cukai palsu, didaerah pinggiran kota, kantong-kantong transmigrasi, pemukiman baru dsb. Dengan adanya kegiatan pemantauan HJE ini diharapkan penerimaan cukai dapat lebih optimal.

 Audit dan Verifikasi
Berdasarkan pasal 16 UU No.11 Tahun 1995 tentang Cukai disebutkan bahwa setiap pengusaha wajib menyelenggarakan administrasi secara baik. Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan audit dan verifikasi terhadap administrasi pabrikan selama 10 tahun. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran jumlah cukai yang seharusnya di bayarkan.
Apabila ternyata berdasarkan audit dan verifikasi ditemukan kecurangan atau kekurangan pembayaran cukai, maka tindak lanjut temuan dapat diberikan berdasarkan tingkat pelanggaran atau kesalahannya dengan sanksi-denda administrasi atau pidana sesuai ketentuan yang berlaku.
 Peningkatan Pemeriksaan
Pejabat Bea dan Cukai berhak memeriksa fisik maupun dokumen BKC. Pasal 35 UU No.11 Tahun 1995 tentang Cukai, Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan fisik di pabrik, tempat-tempat penyimpanan atau tempat lain yang digunakan untuk menyimpan BKC yang belum dilunasi atau memperoleh pembebasan cukai.
Secara berkala Pejabat Bea dan Cukai melakukan kunjungan ke pabrik untuk memeriksa situasi pabrik, persediaan pita cukai, rutinitas kegiatan produksi dan lainnya. Dengan pemeriksaan yang lebih efektif dan efisien maka diharapkan penerimaan cukai akan lebih optimal
V. Rekomendasi Kebijakan
PP - No.81 TAHUN 1999
Pada dasarnya dalam PP-No.81 Tahun 1999 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan diatur dalam 5 (lima) hal pokok yaitu mengenai :
• Kadar kandungan nikotin dan tar
• Persyaratan produksi dan penjualan rokok
• Persyaratan iklan dan promosi rokok
• Penetapan kawasan bebas rokok
• Pengawasan
Dalam 5 (lima) hal pokok yang diatur dalam PP-No.81 Tahun 1999 tidak ada yang langsung berkaitan dengan tugas Dep.Keuangan beserta jajarannya termasuk Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam rangka menghimpun penerimaan negara berupa cukai hasil tembakau.
Dalam hal pengawasan Ditjen Bea dan Cukai dapat dilibatkan dalam pengaturan pencantuman label pada kemasan rokok tentang kandungan nikotin dan tar dan dalam pengaturan label peringatan pemerintah atas bahaya merokok berdasarkan PP No.81 tahun 1999. Dalam hal ini Ditjen Bea dan Cukai dapat ikut serta di dalam pengaturan kemasan penjualan eceran rokok dengan memberikan persyaratan-persyaratan tertentu.
Sebagaimana diketahui, sampai saat ini PP No.81 Tahun 1999 belum ditindak lanjuti dengan peraturan pelaksanaannya, sehubungan dengan masih diperdebatkan oleh banyak kalangan, baik mengenai substansi peraturan maupun mengenai legalitas PP No.81 Tahun 1999 itu sendiri.
Dalam hal substansi yang banyak dipermasalahkan adalah menyangkut pengaturan kadar nikotin dan tar yang terkandung dalam rokok. Kalangan yang keberatan atas ketentuan tersebut adalah industri rokok kretek, yang merasa bahwa ketentuan tersebut mustahil diterapkan pada rokok kretek, mengingat kandungan nikotin dan tar sangat tinggi pada rokok kretek karena adanya campuran cengkeh maupun tembakau yang digunakannya. Oleh sebab itu bagi industri rokok kretek kondisi tersebut memerlukan waktu dan upaya yang serius untuk dapat memenuhi kriteria kandungan tar/nikotin sebagai mana dipersyaratkan dalam PP No.81 Tahun 1999 tersebut.
Terlepas dari kesulitan yang dihadapi rokok kretek untuk direkayasa sesuai kadar nikotin sebagaimana dipersyaratkan dalam PP No. 81 Tahun 1999, Pemerintah tetap berkepentingan atas pencapaian target penerimaan cukai tahun 2000 yang besarnya Rp. 10,05 trilyun hanya dalam waktu 9 ( sembilan ) bulan.
Dalam tabel dibawah ini diberikan gambaran peranan cukai rokok kretek terhadap cukai rokok secara keseluruhan selama 5 tahun terakhir yang rata-rata sekitar 90%.
Peranan Cukai Rokok Kretek Terhadap Hasil Tembakau Lainnya
Tahun 1995 s.d. 1999
( dalam milyar rupiah )
Tahun Cukai Rokok Kretek % Lainnya %
SKM SKT / KLB Jumlah
1995 2.640,9 463,8 3.104,7 88,8 290,0 11,2
1996 3.200,6 640,8 3.841,4 90,3 411,9 9,7
1997 3.766,2 573,9 4.340,1 90,2 466,4 9,8
1998 5.657,2 1.038,1 6.695,3 90,5 695,7 9,5
1999 7.118,5 1.699,9 8.818,4 89,3 1.052,8 10,7

Berdasarkan fakta tentang peranan rokok kretek yang cukup dominan terhadap penerimaan cukai rokok, disamping fakta bahwa industri rokok kretek banyak melibatkan kegiatan ekonomi yang terserap dari hulu sampai ke hilir ( banyaknya tenaga kerja yang terserap ) membawa konsekuensi logis apabila industri rokok kretek tersebut dipertaruhkan. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaan PP No.18 Tahun 1999 khususnya dalam penerapan kadar nikotin dan tar untuk rokok kretek perlu mempertimbangkan berbagai aspek dan dampak negatif yang mungkin terjadi, termasuk juga kemungkinan berkurangnya penerimaan negara dari cukai rokok kretek.
Sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan dana untuk kegiatan pemerintahan di satu fihak, disamping semakin berfluktuasinya penerimaan non migas, serta semakin sulitnya memperoleh pinjaman luar negeri, maka diperlukan upaya peningkatan dana dari dalam negeri termasuk penerimaan cukai.
Penerimaan cukai terutama Cukai Hasil Tembakau dalam penerimaan negara menunjukkan trend yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Namun demikian masih dapat ditingkatkan mengingat peranannya dalam penerimaan dalam negeri maupun rasionya terhadap PDB relatif masih kecil ( masing-masing sekitar 7 % dan 0,75 % ) sehingga masih terdapat peluang untuk menambah objek pengenaan cukai.
Untuk meningkatkan penerimaan cukai dalam rangka memenuhi kebutuhan pembangunan telah dilakukan berbagai upaya baik melalui ekstensifikasi berupa penambahan Barang Kena Cukai; maupun melalui usaha intensifikasi berupa strategi kebijaksanaan cukai yang memadai, penegakan hukum (law enforcement), pemantauan HJE, audit dan verifikasi serta peningkatan kegiatan pengawasan terhadap peredaran / produksi BKC.
Dalam melaksanakan ekstensifikasi berupa penambahan beberapa Barang Kena Cukai, seperti semen, ban dan minuman ringan, masih diperlukan koordinasi yang intensif dengan instansi terkait. Disamping itu masih perlu dilakukan sosialisasi yang bersifat kontinyu, sehingga masyarakat dikondisikan untuk dapat menerima kebijaksanaan tersebut. Demikian pula dalam pelaksanaan ekstensifikasi diusahakan sedemikian rupa sehingga memerlukan waktu yang tepat serta tarif cukai yang dirasakan tidak terlalu membebani masyarakat, namun tetap dalam kerangka peningkatan penerimaan negara yang optimal.
PP No. 81 Tahun 1999 dalam implementasinya sejauh mungkin harus mencerminkan aspirasi berbagai pihak yaitu pemerintah, pengusaha dan masyarakat, sehingga dapat diterima secara adil oleh semua pihak. Perbedaan pendapat tentang substansi dalam berbagai hal yang menyangkut berbagai kebijaksanaan cukai seperti ekstensifikasi, intensifikasi, PP No.81 Tahun 1999 serta Tarif dan HJE, merupakan hal yang perlu dipecahkan bersama oleh seluruh pihak terkait termasuk aparat birokrasi, sehingga dapat dicapai solusi yang bersifat “Win-Win Solution’ terutama tidak mengurangi penerimaan negara dari cukai. Karena pelaksanaan pemungutan cukai rokok yang telah ditargetkan tetap terus diupayakan pencapaiannya, dengan mempertimbangkan arah kebijakan umum yang telah digariskan.







DAFTAR PUSTAKA

http://m.antaranews.com
Undang-undang No. 11 Tahun 1995
Tri Wibowo, 2003. pertumbuhan penyerapan tenaga kerja, Jakarta, Gramedia
Ridwan Amiruddin, 2010, http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2010/02/06/strategi-pengendalian-rokok/

PP-No.81 Tahun 1999
Undang-undang Nomor 39 tahun 2007