Senin, 12 November 2012

STRATEGI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM POLITIK


(Perspektif United Nation Development Program dan Persiapan Pemilu 2014)

A.    Latar Belakang
Kontruksi budaya dan sosial yang awalnya memasung perempuan dan menempatkan perempuan pada wilayah privat (urusan rumah tangga), macak, manak dan masak, telah membuka jalan pada perempuan untuk berkiprah pada wilayah publik dengan kebijakan pererintah yang lahir pada tahun 2003 tersebut.
Seiring dengan perkembangan dan beragamnya persoalan perempuan yang haknya sering dirampas dan belum diletakkan sebagaimana mestinya oleh masyarakat, misalnya tingginya tingkat kekerasan perempuan secara psikologis dan fisik menggugah pola pikir dibeberapa kalangan aktivis perempuan maupaun politisi yang dekat dengan produk kebijakan untuk mengkaji masalah ini secara serius, tidak hanya menjadikan bagian objek kajian saja. Legitimasi Negara tersebut harus dimanfaatkan sebagai moment politik bagi kuam perempuan. Tidak hanya hiasan formalitas yang hanya untuk memenuhi jumlah undang–undang saja .
Secara umum, hak –hak perempuan dianggap telah memiliki signifikansi yang kuat di masa modern. Namun secara Historis perempuan masih juga telah tersubordinasi oleh laki –laki. Perempuan dianggap sebagi jenis kelamin ke dua, sebagaimana Simon de Behavoir menggambarkan perempuan. Kita mendengar gerakan pembebasan perempuan di Eropa di amerika di awal tahun enam puluhan. dinamika ini terjadi juga di negara –negara berkembang atau negara dunia ketiga. Hanya saja realisasi keadilan gender bukanlah perkara mudah. Bahkan di Barat yang sangat maju di bidang industri, ilmu pengetahuan dan teknologi yang rata rat melek hurufnya 100% dan tingkat pendidikan tinggi kaum perempuan jauh lebih besar dan potensi lapangan pekerjaan dan gender yang lebih besar, kaum perempuan masih menempati pada posisi subordinat. Pemukulan istri (wife- battering ) juga masih merajalela. Namun demikian kita tidak menafikan bahwa di wilayah dunia ketiga kesadaran tentang keadilan gender juga meningkat tajam. Kaum elit pada kalangan perempuan kota memimpin gerakan perempuan itu, karena mereka sangat terdidik dan memiliki kesadaran tinggi terhadap isu gender bahkan hak asasi manusia menjadi isu sentral.

Perempuan Indonesia sudah terlibat dalam perjalanan bangsa sejak revolusi fisik sampai sekarang adalah modal sejarah yang bisa dipakai perempuan Indonesia dalam era reformasi yang sudah megakui peran perempuan memalui legitimasi Undnag –undang partai maupun dalam bentuk intruksi presiden. Perempuan perempuan hebat seperti Kartini, Cut Nyak Dien, Dewi Sartika yang menjadi figur nyata bagi perempuan Indonesia untuk mengisi pembangunan bangsa ini. Dengan terjun pada wilayah politik ungensi perempuan Indonesia akan satu kelas lebih maju dari sebelumnya denngan memanfaatkan keterbukaan dan globalisasi dalam emansipasi yang lebih besar untuk membawa bangsa ini menjadi bangsa yang lebih bermartabat. Perempuan harus lebih aktif mulai dari perlibatan dalam APB Nagari sampai pada kebijakan yang lebih tinggi, karena ia sebagai kekuatan perubahan dalam masyarakat, mengingat jumlah perempuan di Indonesia lebih besar dari pada laki laki.

Politik yang identik dengan maskulinitas dengan produknya yang masih memarginalkan perempuan dimana pokok masalah masih di lihat pada sudut pandang laki - laki. Oleh karenanya masih minimal jumlah perempuan yang bergabung dan terjun dalam dunia politik. Pada tahun Pemilu 2004 yang satu tahun telah diterbitkanya undang undang tentang kuota 30% pada perempuan masih menempatkan perempan pada nomer urut sepatu dan memilki peluang yang sangat kecil untuk menembus kursi Parlemen. Karena itu perjuangan ini akan efektif bila sarana politik yang sudah tersedia dengan jatah 30% harus benar - benar terisi untuk membangun kekuatan politik diparlemen mendatang.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat kita simpulkan bahwa ketertinggalan wanita membutuhkan suatu langkah-langkah atau strategi dalam sebuah pembangunan sehingga dapat rumuskan masalah yakni, Bagaimana Strategi dalam pemberdayaan perempuan dalam politik menurut perspektif UNDP dan persiapan pemilu 2014?

C.    Konsep Strategi
Pengertian konsep strategi itu sendiri berasal dari bidang militer. Kata itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu stat-egia yang artinya kepemimpinan atas pasukan, seni memimpin pasukan.[1] Hingga awal zaman industrialisasi pengertian strategi hampir hanya sebatas pada makna militer. Baru kemudian sesudah itu pengertian strategi mengalami perluasan makna kedalam bidang-bidang lainnya seperti ekonomi, politik, dan kemasyarakatan.
Van Clausewitz menjelaskan bahwa tujuan strategi bukanlah merupakan kemenangan yang nampak di permukaan, melainkan yang terletak di belakangnya. Pengertian ini sangatlah penting bagi perencanaan strategi politik. Sedangkan strategi menurut Jack Plano merupakan rencana yang menyeluruh atau berjangka panjang yang mencakup serangkaian gerakan yang langsung diarahkan untuk mencapai tujuan yang menyeluruh. Berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh Jack Plano di atas bahwa dalam strategi terdapat[2]:
-          Suatu rencana, yang sifatnya menyeluruh dan memiliki rentang waktu yang panjang.
-          Di dalam rencana tersebut mencakup serangkaian kegiatan yang diarahkan pada tujuan yang diharapkan.
-          Tujuan yang menjadi sasaran dari serangkaian kegiatan yang dilakukan.
-          Sebuah rencana sistematis untuk mencapai tujuan yang diinginkan kelompok.
Konsep strategi itu sendiri bermakna pola alokasi sumber daya dalam uapaya mencapai berbagai sasarannya, di lain hal disebutkan bahwa pengertian strategi adalah merupakan alat untuk mencapai tujuan dan dalam perkembangannya konsep ini terus berkembang yang pada intinya dapat dikatakan sebagai tujuan jangka panjang dari suatu organisasi, serta pendayagunaan dan alokasi sumber daya yang penting untuk mencapai tujuan tersebut, sebagaimana yang dikemukakan oleh Chandler dalam Freddy Rangkuti yakni strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumber daya.[3]
Di samping itu, Warsito Utomo dalam Tarmizi Ismail mengatakan bahwa strategi merupakan suatu pendekatan, alat atau pola kegiatan yang terencana untuk mencapai tujuan yang difokuskan pada a few key or critical areas, atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa strategi merupakan suatu pilihan tindakan kebijakan yang betul-betul mampu memecahkan masalah yang dihadapi[4]. Efektif tidaknya suatu strategi ditentukan oleh ada tidaknya kesepadanan antara sumber daya organisasi dengan lingkungan luarnya. Konsep kesepadanan antara skill dan resources organisasi denga lingkungan luarnya mendapat pengakuan dari kalangan teoritis.
Menurut Jhon M. Bryson strategi secara luas dapat dipandang sebagai pola tujuan, kebijakan, program, tindakan keputusan atau alokasi sumber daya yang mendefinisikan bagaimana organisasi itu, apa yang dikerjakan organisasi, dan mengapa organisasi itu melakukannya.[5] Oleh karena itu strategi dapat dikatakan sebagai perluasan misi guna menjembatani organisasi dan lingkungannya dalam pencapaian tujuannya. Strategi biasanya dikembangkan un tuk mengatasi isu strategis, strategi menjelaskan tentang respon organisasi terhadap pilihan kebijakan pokok (jika pendekatan sasaran bagi isu strategis yang diambil, strategi akan dikembangkan untuk mencapai sasaran; atau jika pendekatan visi keberhasilan yang diambil, stgrategi akan dikembangkan untuk mencapai visi itu).
Dalam berbagai definisi, strategi sebagai rencana berskala besar yang berorientasi jangkauan masa depan yang jauh serta ditetapkan sedemikian rupa sehinga memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya dalam kondisi persaingan yang kesemuanya diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan dan berbagai skala sasaran organisasi yang bersangkutan.[6]
Secara singkat strategi dapat  juga didefinisikan sebagai “a plan to achieve the mission and meet the mandates” atau suatu rencana untuk meraih misi dan melaksanakan mandat.[7] Maka secara garis besar dapat disimpulkan bahwa strategi merupakan suatu rencana untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang disusun sedemikian rupa oleh suatu organisasi yang sesuai dengan misi yan hendak dicapainya, sekaligus untuk melaksanakan mandat atau tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan mempertimbangkan pengaruh faktor lingkungan organisasi baik internal maupun eksternal, dimana strategi tersebut harus bersifat efektif.

D.    Analisis
a.      UNDP
Perempuan dan anak perempuan yang unik dan terpengaruh oleh konflik bersenjata dan bencana. Dalam pasca konflik dan pengaturan bencana, mereka sering menderita kurangnya keamanan dan dikecualikan dari pengambilan keputusan dan partisipasi dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik. Hukum nasional dan sistem peradilan juga tetap diskriminatif terhadap mereka. Krisis dapat memberikan kesempatan untuk mendobrak hambatan tradisional dan peran yang sering membatasi kontribusi perempuan kepada masyarakat, dan "membangun kembali dengan lebih baik" di mana kesenjangan tidak diabaikan.
UNDP berpandangan bahwa bila mana perempuan berhasil sebagai politisi, memperoleh suara melalui kepemimpinan dan partisipasi. Perempuan akan berdampak pada peningkatan kebijakan sebagai sistem pemerintahan menjadi lebih inklusif, demokratis dan bebas dari kekerasan. Ketika perempuan berpartisipasi dalam politik, ada manfaat untuk wanita, pria, anak-anak, masyarakat dan bangsa. UNDP berusaha untuk memastikan bahwa perempuan memiliki suara yang nyata di semua lembaga pemerintahan sehingga perempuan dapat berpartisipasi secara setara dengan laki-laki dalam dialog publik dan pengambilan keputusan.
Untuk meningkatkan perempuan dalam politik, sosial, dan pemberdayaan ekonomi konflik bersenjata dan pengaturan bencana, UNDP berpandangan bahwa[8]:
a)      Memperkuat keamanan perempuan dan anak perempuan melalui penegakan hukum, keamanan dan reformasi sektor keadilan, dan multi-sektoral pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dan berbasis gender
b)      Mendukung partisipasi politik perempuan, pemberdayaan dan representasi, termasuk pemerintah pusat dan daerah, pencegahan konflik dan proses perdamaian
c)      Bekerja dengan pemerintah nasional untuk mengembangkan kebijakan dan jasa yang bermanfaat bagi perempuan dan laki-laki sama-sama
d)     Mendukung pemulihan ekonomi dan upaya reintegrasi yang memberikan peluang mata pencaharian sesama dengan perempuan, termasuk akses terhadap tanah dan kredit
e)      Bekerja sama dengan mitra internasional dan nasional dalam agenda kebijakan global PBB tentang Perempuan, Perdamaian dan Keamanan




b.      Indonesia (fakta terbaharukan)
Pada tanggal 28 Oktober 2012, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan hasil verifikasi administrasi 16 partai politik calon peserta pemilihan umum (Pemilu) yang berhasil lolos verifikasi dan 18 partai politik yang gagal menjadi peserta pemilu. Verifikasi Partai Politik calon peserta Pemilu ini dilakukan oleh KPU berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 7 Tahun 2012 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tahun 2014 dan PKPU No. 8 Tahun 2012 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, serta PKPU No. 12 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 8 Tahun 2012.
Pasal 4 ayat 2 (butir e ) PKPU No. 8 tahun 2012 menentukan bahwa Partai Politik peserta Pemilu Anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah wajib memenuhi persyaratan, salah satunya adalah menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Kemudian dalam PKPU No. 12 tahun 2012 adalah kewajiban memenuhi keterwakilan perempuan dalam kepengurusan parpol diperingan, sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat 2a , yaitu: “Dalam bila hal syarat keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) pada kepengurusan partai politik tingkat provinsi dan kabupaten/kota tidak terpenuhi, partai politik membuat surat pernyataan sebagaimana formulir Model F-13 Parpol”. Ke-16 partai politik yang lolos verifikasi administratif adalah:
1) Partai Nasional Demokrat (Nasdem),
2) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP),
3) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB),
4) Partai Bulan Bintang (PBB),
5) Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura),
6) Partai Amanat Nasional (PAN),
7) Partai Golongan Karya (Golkar),
8) Partai Keadilan Sejahtera (PKS),
9) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra),
10) Partai Demokrasi Pembaruan (PDP),
11) Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI),
12) Partai Demokrat,
13) Partai Persatuan Pembangunan (PPP),
14) Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB),
15) Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN), dan
16) Partai Persatuan Nasional (PPN).

Dengan telah diumumkannya ke-16 partai politik tersebut sebagai partai politik calon peserta pemilu yang lolos verifikasi administratif, tentunya KPU telah mengidentifikasi partai politik yang memenuhi syarat menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota dan partai politik yang menyampaikan surat pernyataan sebagaimana formulir Model F-13 Parpol karena belum dapat dipenuhinya syarat keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) pada kepengurusan partai politik tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

E.     Solusi
Dalam strategi kesetaraan gender, UNDP berusaha untuk menghilangkan bias gender dalam pembangunan nasional dan internasional, menggabungkan kesadaran gender ke dalam kebijakan, program dan reformasi kelembagaan, melibatkan laki-laki untuk mengakhiri ketidaksetaraan gender, dan mengembangkan alat peka gender untuk memantau kemajuan dan menjamin akuntabilitas.
Untuk memenuhi prinsip transparansi, akuntabilitas, dan pemenuhan hak atas informasi publik bagi masyarakat, Komisi Pemilihan Umum seharusnya menginformasikan kepada publik[9]:
1.      Jumlah partai politik yang menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) pada kepengurusan di tingkat pusat, provinsi dan Kabupaten /kota.
2.      Jumlah partai politik yang belum berhasil menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) pada kepengurusan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Informasi ini juga dilengkapi dengan keterangan mencakup jumlah dan persentase kepengurusan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang telah memiliki keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen), memiliki keterwakilan perempuan tetapi belum mencapai 30% (tiga puluh persen), dan tidak ada (0%) keterwakilan perempuan.
3.      Analisa tentang sebab-sebab tidak terpenuhinya syarat minimal 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik.
Sementara menurut UNDP, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan adalah hak asasi manusia yang terletak di jantung pembangunan dan untuk melakukan pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium atau biasa disebut dengan Millennium Development Goals (MDGs). Dengan demikian maka UNDP melakukan merampungkan tuntutan berupa program yang dilaksanakan oleh dunia internasional sebagai berikut[10]:
1)      Meningkatkan jumlah perempuan di jabatan public
2)      Meningkatkan kepemimpinan perempuan dengan membantu untuk mereformasi proses pemilu, mereformasi partai politik, dan memperkuat parlemen, peradilan dan layanan sipil
3)      Memperkuat kemampuan organisasi perempuan untuk mengadvokasi dan melaksanakan proyek-proyek yang mempromosikan hak-hak perempuan
4)      Mempromosikan reformasi peradilan untuk menjamin perlindungan hukum yang sama bagi perempuan dan laki-laki miskin
5)      Memastikan bahwa layanan publik yang penting seperti kesehatan dan pendidikan manfaat perempuan miskin, laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki secara adil
6)      Mensosialisasi ratifikasi, pelaksanaan, dan pelaporan internasional dan regional instrumen perempuan seperti Konvensi tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan
7)      Mengurangi kekerasan berbasis gender

F.     Penutup
Sesuai dengan komitmen dan strategi yang telah ditawarkan UNDP maka dari itu dibutuhkan sinergi dari setiap elemen politik yang ada. Misalnya partai politik yang harus berkomitmen dalam mewujudkan persamaan kesempatan bagi kader laki-laki dan perempuan untuk menduduki posisi pengambilan keputusan dalam partai politik sesuai tingkatan kepengurusan dan kesenjangan (gap) antara harapan gerakan perempuan dengan kesiapan partai politik dan kader perempuan dalam partai politik dalam meningkatkan keterwakilan perempuan dalam politik untuk sebuah suksesi 30%.
Mengingat pentingnya data dan informasi KPU tentang keterwakilan perempuan pada kepengurusan Partai Politik, sehingga kita berharap agar KPU dapat dengan segera mengumumkannya melalui media massa dan media informasi miliki KPU. Akhirnya, perbedaan dan diskriminasi terhadap gender dapat di reduksi dalam usaha pemberdayaan perempuan.


[1] Peter Schoder, Strategi Politik, Jakarta : Frederich Nauman Stifing, 2004, hal. 15
[2] Jack C. Plano, Robert E. Riggs dan Helenan S Robin, Kamus Analisa Politik, Jakarta : CV. Rajawali, 1985, hal. 254.
[3] Freddy Rangkuti, Analisis SWOT Membedah Kasus Bisnis, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1999. hlm 3-4.
[4] Ismail Tarmizi, Strategi Kabupaten Solok Dalam Rangka Kembali ke Pemerintahan Nagari menuju Otonomi desa Yang Demokratis (Kasus Kabupaten Solok Sumatera Barat). Tesis Program Pasca Sarjana Program Studi Magister Administrasi Publik Universitas Gajah Mada Yogyakarta, 2002, hlm 16.
[5] Jhon M. Bryson, Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Sosial, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999, hal. 12.
[6] Ismail, Op. Cit., hal. 17.
[7] Bryson, Op. Cit., hal. 28.
[8] Sesuai dengan resolusi dewan keamanan PBB NO. 1325
[9] Tuntutan Koalisi Perempuan Indonesia untuk keadilan dan demokrasi.
[10] Tuntutan United Nation Development Program (UNDP)

Rabu, 07 November 2012

PERUBAHAN PARADIGMA PEMBANGUNAN




Angka statistik ekonomi Indonesia sungguh mengagumkan. Bank Indonesia mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi dalam negeri tahun ini sebesar 6,3 persen, akan menjadi pertumbuhan tertinggi kedua di dunia setelah China mencapai 7,8 persen. Suatu hal yang hebat ditengah melambatnya ekonomi dunia pada tahun ini yang diperkirakan dari 3,2 persen menjadi 3,1 persen dan di 2013 turun dari 3,5 persen menjadi 3,4 persen.

Hal ini ditandai dengan pendapatan perkapita yang melompat tinggi yakni 3.000USD (sekitar Rp.27 juta). Banyak bank-bank besar memperkirakan hal ini terjadi pada tahun 2020. Menurut Direktur Operasional dan Konsumen Nielsen Indonesia, Catherine Eddy, menyatakan bahwa kelas menengah adalah konsumen yang berpendapatan Rp.2-3 Juta per bulan yang jumlahnya pun mengalami pertumbuhan yang cepat sekitar 48 persen jumlah penduduk di Indonesia dan sedang mengalami peningkatan taraf hidup sehingga kelompok besar ini menjadi industri ritel di Indonesia.

Data dan fakta diatas menunjukan sebuah kekuatan dari Indonesia sebagai negara. Dalam mencukupi kehidupan dan kebutuhan masyarakat, Indonesia mampu melaksanakan pertumbuhan ekonomi dengan banyaknya capital flow yang dapat dikatakan bebas keluar masuk negara ini. Menciptakan pertumbuhan angka ekspor dan membuka lapangan pekerjaan yang besar bagi angka usia produktif. Pendapatan nasional menjadi besar sehingga menurut Gamawan Fauzi, ditingkat daerah saja pusat mampu memberikan dana lebih dari 437 triliun rupiah.

Percepatan ekonomi indonesia ini dapat dikatakan going strong but do not run well. Karena, Hal ini sangatlah ironi dengan posisi Indonesia dalam indeks perkembangan manusia (human development index). Data dari UNDP pada 2 November 2011, Indonesia menempati peringkat 124 dari 187 negara dunia.


Seakan memang kita terlena akan nikmat dan terbuai atas uang-uang yang ada dikantong kita, dibuktikan dengan daya beli masyarakat kita yang seakan membuat barang mudah dan murah untuk dijangkau. Namun bayangkanlah kualitas orang yang ada di Indonesia yang seakan kita dapat dikatakan sebagai negara yang masih terbelakang (Under-development). Hal ini yang membuat kita mudah untuk diekploitasi besar-besaran secara ekonomi ditengah kekayaan alam yang dimiliki Indonesia yang berada dikawasan tropis diantara dua samudera dan dua benua ini.

Posisi Indonesia dalam indeks pembangunan manusia mengalami trend kemerosotan. Pada tahun 1999 Indonesia berada pada rangking 105 dan pada tahun 2011 berada pada rangking 124 yang diatasnya ada Afrika Selatan, Kiribati dan Honduras dan dibawahnya ada Vanuatu, Kyrgyztan, Tajikistan dan Vietnam. Dalam persaingan bersama 21 negara Asia pasifik, Indonesia berada pada rangking 12. Rata-rata HDI negara Asia Pasifik adalah 0,671 sementara Indonesia 0,617 yang mana artinya adalah, indonesia masih berada dibawah rata-rata negara di Asia pasifik. Ditengah euforia ekonomi diatas ternyata tidak diiringi dengan peningkatan kualitas manusianya. Lantas siapa yang diuntungkan?

Paradigma pembangunan ekonomi yang super ini memang dijadikan prioritas oleh pemerintah. Meskipun tidak ada kritik diawalnya, pemerintah berhasil melaksanakan Triple Track Strategy, yakni: 1) Meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi (Pro Growth), 2) Memperluas Lapangan Pekerjaan Baru (Pro Job) , dan 3) Meningkatkan Program Perlindungan kepada Masyarakat Miskin (Pro Poor). Hasilnya memang income Indonesia berada pada posisi 9 dari 21 negara di Asia Pasifik. Namun, dampaknya adalah terlupakannya pembangunan yang berorientasi kepada manusia.

Dari data UNDP, indikator pendidikan Indonesia, menepati posisi 119 dari 187 negara dunia dan rangking 12 di Asia Pasifik. Kondisi ini berjalan ditempat dengan menunjukan kurva yang mendatar pada tahun 2010 ke tahun 2011. Anehnya, usaha pemerintah tidaklah proggresif dan revolusioner dalam menanggapi angka-angka tersebut karena yang dilakukan pemerintah di tahun 2012 ini hanya bersifat pembenahan. Yang akan dilakukan pemerintah, menurut data kesra, adalah meningkatkan sarana pendidikan dan melakukan standarisasi guru dan dosen. Serta peningkatan dana Bantuan Operasional Sekolah.

Meminjam dari pernyataan Tanri Abenk, seharusnya yang dilakukan adalah membangun sambil berbenah dan berbenah sambil membangun. Artinya, percepatan pada bidang pendidikan adalah menjadi suatu kunci sukses dalam mengatasi masalah keterbelakangan dan mendongkrak rangking Indonesia untuk mendiptakan manusia-manusia yang berkualitas dan bukan hanya penyelesaian yang bersifat top-down.

Salah satunya adalah memberikan pinjaman kepada siswa-siswi untuk melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi, baik itu perguruan tinggi yang berada dalam negeri ataupun luar negeri. Pinjaman itu nantinya diganti dengan biaya pengabdian selama exchange value sebanyak berapa pemerintah pinjami terdahulu. Nantinya, tidak hanya regulasi namun hal ini juga membutuhkan transparansi, akuntabilitas dan integritas dari segala pelaku yang ada. Sehingga jiwa-jiwa bereaucratic capitalism menjadi punah.

Contoh Kasus adalah di kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Pemerintah Daerah sejak tahun 2007 memberikan reward kepada guru dan siswa/i berprestasi pergi studi banding ke Malaysia-Singapura dan menghabiskan dana puluhan juta rupiah. Setiap tahun manusia-manusia terdidik ini berangkat secara berkala dengan aktor yang berbeda tapi tidak dengan petinggi daerah yang bisa pergi setiap tahun. Anehnya, tidak ada follow-up dan result dari program ini, begitupun juga beasiswa perguruan tinggi bagi putra-putri daerah. Seharusnya program empower ini bersifat research and development (R&D) dan bukan semata membuat siswa/i berkompetisi satu sama lain demi sebuah hadiah pelisiran.

Pertanyaannya, seberapakah efektifitas angka-angka kesuksesan ekonomi untuk pembangunan. Jika kenyataan menunjukkan bahwa peningkatan jumlah ekonomi berbanding terbalik dengan pembangunan menusia. Semakin meningkat jumlah pertumbuhan ekonomi, semakin menurun pembangunan manusia di Indonesia.


Perubahan paradigma pembangunan saat ini bukanlah hanya semata menjadi acuan ekonomi saja ataupun memperbanyak nasional income secara besar-besar. Mengurangi angka kemiskinan dan membuka lowongan pekerjaan yang seluas-luasnya. Memang disisi itu kita terlihat kuat, terlebih telah masuk jajaran G-20. Namun tanggapilah prestasi ini dengan tidak hanya melakukan hal-hal yang bersifat normatif dan merubah paradigma pembangunan dari pemenuhan kebutuhan masyarakat menjadi paradigma pembangunan peningkatan kualitas tiap-tiap individu masyarakat yang harus dilakukan negara secara proggresif dan revolusioner.

Ekspektasi yang akan dijadikan output dari perubahan paradigma pembangunan ini adalah terbentuknya kharakter yang khas Indonesia yang berkepribadian dan berkebudayaan. Alhasil, negara mampu menciptakan manusia yang profetik yakni, intelektual yang tidak memikirkan dirinya sendiri semata tapi berfikir bagaimana dapat memberikan sebanyak-banyaknya bagi lingkungan.

Harus diingat bahwa kekayaan alam dan sumber dayanya yang diberikan tuhan kepada manusia sangatlah terbatas, namun ada sumber kekayaan lain yang diberikan tuhan, yakninya adalah otak manusia itu sendiri. Oleh karena itu, berdayakanlah sehebat-hebatnya dan seagung-agung sumber daya manusia Indonesia itu. Jadi, Indonesia strong or weak state?; bila tidak merubah paradigma pembangunannya, Indonesia could be weakened, fade away and become shadow state.