KPU DAN IJAZAH PALSU DALAM PUSARAN MEDIA DARLING
(Opini Harian Singgalang. Terbit selasa, 27 Mei 2025)
Oleh:
DICKY ANDRIKA, S.IP – KETUA KPU KAB. TANAH DATAR
Masa tahapan pemilu sudah usai, begitupun juga dengan Pilkada. Sudah terjadi pula transisi atas kekuasaan Presiden pada 20 Oktober 2024 dan Kepala Daerah pada 20 Februari 2025. Namun, kita ini masih sibuk membahas presiden yang sudah habis masa jabatan. Joko Widodo, seolah mempertahankan posisinya sebagai sorotan dan kesayangan media atau bisa disebut media darling. Saking menjadi anak kesayangan media, bahkan siapa pengganti Shin Tae Yong sebagai pelatih timnas Indonesia, Joko Widodo ikut pula berkomentar pada Januari yang lalu. Bahkan mengaku pada awak media sudah dapat bocoran nama. Pada Februari tetap menunjukan eksesitensinya di ulang tahun Partai Gerindra dan peresmian BP Danantara. Tidak habis disana, setelah lebaran beberapa menteri berkunjung ke kota Solo sehingga memunculkan isu matahari kembar pada masa kepemimpinan preside terpilih, Prabowo Subianto.
Sehabis lebaran hingga memasuki Mei ini, kita melihat gerakan rakyat yang mencoba untuk membuktikan bahwa ijazah joko widodo adalah palsu. Bahkan gerakan ini tidak sekedar politik dan sosial, namun sudah merambah ke ranah hukum. Suatu usaha yang baik dan sempurna, karena kita adalah negara hukum guna terciptanya rasa keadilan dan kepastian. Namun perlu kita sadari bahwa isu ini akan tetap menjadikan Joko Widodo sebagai media darling dan menjaga eksistensinya di mata publik. maka tidak heran, banyak talkshow di TV dan Youtube membicarakan isu ijazah palsu mantan presiden ini.
Sudah banyak tokoh yang ikut dan berbicara perihal dugaan orisinalitas status pendidikan Joko Widodo. Oleh karena itu, izinkan kami sebagai penyelenggara pemilu untuk memberikan pandangan, karena arsip tersebut merupakan syarat administrasi yang dipenuhi oleh calon dalam berkontestasi. sehingga, ijazah yang sama juga pernah dipergunakan oleh Joko Widodo dalam ajang demokrasi Pilkada Walikota Solo dan Gubernur DKI serta Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Lalu, apakah sepanjang kontestasi yang dilakukan oleh Joko Widodo, KPU tidak melakukan verifikasi? jawabannya ya dan ada.
KPU sebagai lembaga yang berwenang dalam pendaftaran calon kepala daerah bahkan presiden dan wakil presiden, tentu menerima dan memeriksa seluruh kelengkapan berkas yang dibawa oleh pasangan calon. Setelah dipastikan seluruh berkas sudah lengkap, selanjutnya setiap berkas yang diterima oleh KPU akan dilakukan verifikasi secara dua tahap, yakni secara administrasi dan secara faktual. kegiatan KPU dalam melakukan verifikasi tersebut juga langsung diawasi oleh Badan Pengawas Pemilu.
Verifikasi administrasi oleh KPU, dilakukan secara cermat. Bahkan dilakukan dalam rapat pleno yang mendalam. Semisal surat keterangan dari pengadilan yang menggunkan QR Code, KPU akan melakukan pemindaian untuk melihat otentifikasi dokumen tersebut yang sudah terlebih dahulu ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. Begitu pula dengan ijazah, dimana KPU bisa melakukan pencermatan dengan melihat nomor ijazah dan mencocokkan dengan gelar nama yang ada dalam riwayat hidup. Dengan kemajuan teknologi informasi, KPU mampu untuk melakukan pencermatan melalui portal kemendikbud https://ijazah.kemdikbud.go.id/. Didalam portal tersebut, KPU dapat memastikan secara administratif untuk verifikasi ijazah calon secara elektronik.
Selanjutnya, apabila diragukan oleh KPU setelah dilakukan pencermatan, maka dilakukan verifikasi faktual secara langsung kepada lembaga yang mencipta arsip. Misalnya, surat keterangan tidak ada tanggungan pajak, maka KPU akan meminta kejelasan kepada kantor pajak terkait. Bisa pula, KPU meragukan ijazah SMA yang bersangkutan karena legalisir dianggap tidak jelas atau kabur, maka KPU akan meminta kejelasan kepada pencipta arsip di lembaga pendidikan tersebut. KPU akan menuangkan kedalam berita acara klarifikasi yang ditandatangani oleh verifikator dan pejabat dilembaga pencipta arsip. Pada pokoknya, KPU akan melakukan verifikasi faktual bilamana dalam rapat pleno, arsip yang diberikan oleh pasangan calon memunculkan keraguan.
Berdasarkan pengalaman, kami melihat memang dokumen dan arsip yang dimiliki oleh calon ditemukan beberapa keraguan. Hal ini lebih dikarenakan sistem verifikasi elektronik dibeberapa lembaga yang belum terbarukan bahkan tidak komprehensif. Semisal kode tanda tangan elektronik dari pejabat berwenang yang tidak terbaca melalui gawai ataupun kode ijazah yang belum masuk dalam portal. Disana muncul keraguan dan KPU koordinasikan hal tersebut bersama Bawaslu. Sehingga verifikasi secara faktual kepada pencipta arsip wajib untuk dilaksanakan. KPU bekerja secara profesional dan tidak mau lugu dalam menerima berkas ataupun meloloskan begitu saja pasangan calon. Bahkan setelah dilakukan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual, KPU juga memberikan waktu yang cukup panjang untuk masa tahapan tanggapan dari masyarakat. Tidaklah KPU sekonyong-kongyong meyakini kesempurnaan kerja, maka tanggapan dan masukan dari masyarakat perlu dibuka dan dikaji, bahkan dilakukan check and re-check sebelum KPU menetapkan pasangan calon dan memberikan nomor urut.
Dalam peraturan KPU tentang pencalonan, selalu ditekan bahwa calon tersebut bisa terdiskualifikasi bilamana dokumen yang diberikan ternyata palsu. Namun KPU dan Bawaslu tidak bisa begitu saja mengambilkan tindakan terkecuali ada keputusan tetap dari Pengadilan. Artinya, sudah tidak ada celah dan kekosongan hukum. Selalu ada jalan secara hukum dalam memberikan kepastian dan penyelesaian masalah, sebagaiman tertuang dalam adagium Lex Semper dabit remedium.
Bagaimanapun juga, tetap KPU yang berwenang dan diberikan tanggungjawab oleh Undang-undang untuk menyelenggarakan pemilu dan pilkada, tidak bisa kita pungkiri hal tersebut. Maka, KPU melakukan semaksimal mungkin penjaringan atas calon yang sudah memberikan dokumen, dengan sangat ketat dan cermat. Satu hal yang menjadi esensi oleh KPU bahwa calon tersebut akan masuk dalam surat suara, menjadi pilihan oleh pemilih dalam menentukan siapa pemimpinnya. Disana ada beribu-ribu harapan dari rakyat, disana tertompang pula nasib negara dan daerah kedepannya. KPU percaya, bahwa proses pemilu yang baik akan menghasilkan pemimpin yang baik, proses pemilu yang bermartabat sangat berarti untuk negeri.
KPU juga wajib menyadari bahwa arsip dan dokumen pencalonan selalu menjadi masalah yang yurispundelsial. Barang pasti berkonsekuensi terhadap hukum. Banyak calon yang akhirnya secara administratif tidak memenuhi syarat, namun karena ketidakcermatan berbagai pihak, maka calon tersebut akhirnya dibatalkan oleh Mahmakah Konstitusi bahkan dilakukan pemilihan suara ulang. Praktis akan menimbulkan kerugian dalam berbagai sektor, terutama masalah bengkaknya anggaran dalam melaksanakan pemilu ataupun pilkada.
Sebegitu ketatnya KPU dan Bawaslu dalam melaksanakan tugas dan fungsi serta melihat fenomena dugaan ijazah palsu ayah dari Wapres Gibran Rakabuming Raka ini. Bukan barang yang aneh lagi, bilamana pejabat elected tersebut digugat atas arsip dan dokumen yang dimilikinya dalam pencalonan. Gugatan ini bisa terjadi sebelum pelantikan, setelah dilantik, dalam masa menjabat maupun purna jabatan. Konsekuensi hukum, pastinya KPU dan Bawaslu akan dibawa serta menjadi saksi dalam persidangan. Kita harus insyaf bahwa situasi politik tidak habis hanya saat tahapan berakhir, tapi situasi politik itu akan menjadi arus dan gelombang agar politisi selalu memperlihatkan eksistensinya di depan publik. Maka, tidak heran masih ada saja politisi yang menjadi media darling.
Sebagai penyelenggara yang telah melaksanakan kegiatan pemilu dan pilkada, kami menghimbau kepada seluruh komisioner KPU untuk menyelamatkan arsip, dokumen calon dan berita acara klarifikasi calon. Kita sadar sistem kerja KPU menggunakan portal Silon ataupun Silonkada, bahwa arsip tersebut sudah ada dalam sistem informasi. Namun,apa jaminannya bila sistem tersebut tidak diretas ataupun hilang secara digital. Pastinya membutuhkan waktu yang cukup lama dalam melakukan forensik. Maka, selamatkanlah seluruh berkas-berkas itu dalam bentuk fisik, tuangkan dalam berita acara pleno. Lalu disampaikan juga di dinas arsip pada tiap-tiap daerah ataupun ANRI. Sehingga, meskipun masa jabatan komisoner telah berakhir dan sekretariat KPU berganti-ganti. Andai kata lima, sepuluh atau dua puluh tahun lagi dokumen tersebut dipermasalahkan, KPU tetap mampu berdiri untuk bersaksi dan membuktikan kualitas pemilu yang akuntabel dan bermartabat.