Pada hakikatnya pemerintahan merupakan suatu gambaran perubahan social tentang bagaimana pad permulaan pemerintahan setelah terbentuk dan bagaimana pemerintahan itu telah berkembang. Perkembangan pemerintahan itu juga ditentukan oleh perkembangan masyarakatnya yang disebabkan faktor-faktor lain yang menlandasi seperti pertambahan dan tekanan penduduk, ancaman atau perang dan penjarahan yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat yang lain dan telah menjadi faktor-faktor yang memacu perkembangan pemerintahn yaitu penguasaan oleh suatu pemerintah atau Negara.
Plato dan Aristoteles lah yang memperkenalkan bentuk-bentuk pemerintahan yang baik dan buruk. Konsep-konsep tentang pemerntahan yang baik dan buruk menurut Plato dan Aristoteles masih terefleksi sepanjang sejarah pemerintahan di dunia hingga dewasa ini. Awal pemerintahan Romawi merupakan suatu wujud dari kombinasi bentuk pemerintahan baik menurut konsep Plato dan Aristoteles.
Pemerintah dizaman sebelum masehi ditandai oleh banyaknya system pemerintahan dan system yang lebih dikenal adalah Polis Yunani. Menurut Syuir Syam, Polis bertujuan menjamin kehidupan yang baik bagi warga negaranya dan polis itu dipertahankan demi kehidupan yang baik pula. Di Yunani pula, mulai timbul bentuk negara demokrasi langsung. Dan karena telah melahirkan struktur negara yang baik maka ilmu politik pada zaman Yunani Kuno dianggap sebagai the master science. Polis Yunani memiliki sebuah sifat khas, yaitu totaliter. Totaliter memiliki arti bahwa polis merupakan suatu struktur yang meliputi negara dan masyarakat yang tidak dapat dipisahkan. Suatu hal yang ironis, dimana demokratis dapat dikawinkan dengan sistem totaliter.
Masing-masing polis Yunani, memiliki kharakteristik yang berbeda, seperti Athena dan Sparta. Athena merupakan polis yang menetapkan sistem demokrasi. Sistem itu diperkenalkan oleh Solon dengan system kekuasaan berada ditangan dewan rakyat. Pelaksanaan pemerintahan dilakukan oleh Sembilan orang Acrchon yang setiap tahun diganti. Para Archon diawasi oleh Aeropagus (Mahkamah Agung) yang para anggotanya berasal dari mantn anggota Archon.
Pemerintahan Spartha didasari oleh pemerintahan yang bergaya militeristik. Pola ini diperkenalkan oleh Lycurgus tahun 625 SM. Pemerintahan dipegang oleh dua orang raja, sementara pelaksana tertinggi dipegang oleh suatu dewan yang bernama Ephor yang terdiri dari lima orang. Setiap Ehpor memiliki dewan tua yang berusia lebih dari 60 tahun, yang bertugas untuk mempersiapkan Undang-undang yang diajukan kepada dewan rakyat (perwakilan dari semua warga kota). Sebagai polis bergaya militeristik, para pemuda yang terseleksi secara fisik dan mental dijadikan tentara.
Keberadaan polis-polis Yunani mengakibatkan mereka saling bersaing dalam memperebutkan hegemoni kekuasaan atas wilayah Yunani. Sehingga tidaklah mengherankan apabila di Yunani selalu terjadi peperangan diantara sesama polis-polis tersebut yang dapat merugikan korban jiwa, harta dan benda. Berbeda dengan sistem pemerintahan nagari yang ada di suku bangsa Minangkabau, Sumatera Barat-Indonesia.
Nagari merupakan daerah otonom dalam lingkungan konfederasi masyarakat Minangkabau yang berhak mengurus dirinya sendiri. Kedudukan otonomi yang penuh sebagai republik desa dibawah pimpinan pangulu yang diorganisir dalam kerapatan adat nagari, yang jalankan pengurusan berdasarkan kata musyawarah dan munfakat. Bulek aia dek pambuluah, bulek kato dek munfakaik. Duduak surang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang. Lamak dek awak katuju dek urang.
Sebelum datangnya pengaruh dari barat, terutama dari kolonialisme belanda, Lembaga kerapatan adat nagari inilah yang merupakan struktur tertinggi dalam nagari, sebelum adanya wali nagari yang pada awalnya adalah perpanjangan tangan bagi kekuasaan belanda di Indonesia. Kerapatan adat nagari (KAN) merupakan institusi rapat yang dihadiri oleh para pengulu suku yang sudah batagak gala dalam nagari dan utusan dari utusan jorong (kampung) masing-masing. Artinya, pemerintahan nagari memiliki sistem keterwakilan yang tidak kompleks dan memiliki legitimasi yang jelas dari kaum dan jorong yang ada dalam nagari.
Menurut Sri Zul Chairiyah, pemerintahan nagari memiliki stabilitas-dinamis yang dapat berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Bila kita sinkronkan dengan teori pemerintahan baik-buruk dari Plato dan Aristoteles, maka pemerintahan yang baik bukanlah Monarki seperti romawi, namun berbentuk Aristokrasi yang dimana kekusaan Nagari dipegang oleh kerapatan adat yang beranggotakan pangulu, alim ulama dan cerdik pandai. Dan di masa penjajahan ditambah satu struktur baru yang disebut wali nagari, dilandasi dengan UU Inlandsche Gemeenten, pasal 128 Indische Staatsregeling.
Nagari mengungguli Polis
Ada beberapa faktor yang menjadi keunggulan nagari dibanding polis yunani. Pertama adalah syarat-syarat berdirinya nagari yang rumit. Sebuah nagari menurut A.A Navis, harus memenuhi lima syarat, diantaranya adalah babalai bamusajik. Balai dapat berarti pasar dan tempat bermusyawarah (balairung), dan harus memiliki mesjid. Kemudian faktor inilah yang membuat seluruh masyarakat nagari hidup harmonis, saling berinteraksi dan saling mengenali satu sama lain. Sehingga tidak mengherankan bila ada yang mengklaim saudara, meskipun hanya satu kampung tanpa ada pertalian darah. Nagari yang berasal dari luar juga dapat berinteraksi melalui balai (madsudnya hari pasar nagari, yang diadakan sekali dalam seminggu)
Selanjutnya, basuku banagari. Artinya, setiap individu masyarakat harus memiliki kaum atau suku yang dimana jelas asal-usulnya. Sehingga keamanan dari dalam dapat dijaga. Kemudian dalam satu buah nagari minimal memiliki empat buah suku yang berbeda. Sehingga terjalin hubungan pluralisme yang juga mencerminkan demokrasi. Beberapa Suku-suku ini pun juga ada yang berasal dari luar Nagari, yang kemudian menciptakan keselarasan antar Nagari. Contohnya, suku Patapang yang ada di Nagari Rao-rao dan Nagari Gurun. Namun tiap suku dalam nagari wajib mempunyai pimpinan baik itu niniak mamak ataupun tungganai.
Kedua, nilai-nilai adat tentang musyawarah dn munfakat menjadi tolak ukur yang sangat menetukan dalam pemerintahan nagari. KAN yang terdiri dari beberapa golongan yang memiliki legitimasi keterwakilan seperti polis-polis Yunani dan dalam tiap kebijakannya bukanlah ditentukan dengan kekuatan politik yang ada, namun berdasarkan win-win solution atau biasa disebut lamak dek awak katuju dek urang.
Maka tidak mengherankan bahwa cara-cara kehidupan dan pemerintahan bernagari ini memuncalkan kehidupan yang gemmenshalft dan semi heterogen. Kehidupan nagari adalah awal demokrasi yang sesungguhnya, tnpa diawali dengan system monarki seperti polis-polis yang dipaparkan oleh Plato dan Aristoteles. Selain itu pemerintahan nagari dapat melahirkan kader-kader pejuang yang mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Seperti Muhammad Hatta, Sutan Syahrir dan Agus Salim dan lain-lain, yang sering bermusyarah dan bermunfakat dinagari yang akhirnya dikenal sebagai diplomat ulung yang disegani kawan dan lawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar