ABSTRACT
Political
goal in reform movement in 1998 is carring spirit of democracy. One of
prosecute poin is an autonomy in each province or decentralization. Then, in
the name of reform and spirit of democracy each local goverment has their own
opportunity to managable their system autonomously. After that, espcially in
West Sumatera, democracy touch Nagari and claim cultural institution transform
become a political party impicitly in town level. Then, cultural institution shall
recommend their representator in town parlement and shall recommend their
member as a candidate of Wali Nagari election. Finally, a political power is
necessary reach influence, authority and power in Nagari.
Keyword:
Political power, Cultural Institution,
Nagari, Democracy.
I
PENDAHULUAN
Pemerintahan Daerah adalah sebuah
konsekuensi dari manajemen sebuah negara yang memiliki tingkatan-tingkatan
tertentu sesuai dengan tujuan pembangunan untuk menjapai kemakmuran, keadilan
dan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia dikenal dengan negara kesatuan yang
memiliki sistem pemerintahan daerah yang dikenal dengan Otonomi daerah. Otonomi
daerah diharapkan dapat menjadi salah satu pilihan kebijakan nasional yang
dapat mencegah kemungkinan terjadinya disintegrasi nasional. Otonomi daerah
juga merupakan sarana kebijakan politik dalam rangka memelihara keutuhan NKRI.
Karena itu, dengan otonomi akan kembali memperkuat ikatan semangat kebangsaan
serta persatuan dan kesatuan diantara segenap warga bangsa.
Otonomi daerah adalah sebuah proses
dalam mengembalikan harkat dan martabat masyarakat daerah dan memberikan
peluang pendidikan politik dalam rangka peningkatan kualitas demokrasi di
daerah. Dengan
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang merupakan perubahan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menuntut
masing-masing daerah untuk melaksanakan otonomi daerah yang seluas-luasnya atau
menggunakan konsep desentralisasi[1].
Otonomi di Sumatera Barat tidak hanya teraplikasikan pada tingkat Provinsi atau
Kabupaten/Kota saja, namun hingga level desa atau yang lebih dikenal Nagari.[2]
Nagari merupakan daerah otonom dalam
lingkungan konfederasi masyarakat Minangkabau yang berhak mengurus dirinya
sendiri. Kedudukan otonomi yang penuh sebagai republik desa dibawah pimpinan
pangulu yang diorganisir dalam kerapatan adat nagari, yang jalankan pengurusan
berdasarkan kata musyawarah dan munfakat. Bulek
aia dek pambuluah, bulek kato dek munfakaik. Duduak surang basampik-sampik,
duduak basamo balapang-lapang. Lamak dek awak katuju dek urang.[3]
Sebelum
datangnya pengaruh dari barat, terutama dari kolonialisme belanda, Lembaga
kerapatan adat nagari inilah yang merupakan struktur tertinggi dalam nagari,
sebelum adanya wali nagari yang pada awalnya adalah perpanjangan tangan bagi
kekuasaan belanda di Indonesia. Kerapatan adat nagari (KAN) merupakan institusi
rapat yang dihadiri oleh para pengulu suku yang sudah batagak gala dalam nagari dan utusan dari utusan jorong (kampung)
masing-masing. Artinya, pemerintahan
nagari memiliki sistem keterwakilan yang tidak kompleks dan memiliki legitimasi
yang jelas dari kaum dan jorong yang ada dalam nagari. Menurut Sri Zul
Chairiyah (2008:4), pemerintahan nagari memiliki stabilitas-dinamis yang dapat
berlangsung dalam kurun waktu yang lama.
Dalam PERDA SUMBAR No. 9 Tahun
2000 jo 2 tahun 2007 Tentang pemerintahan Nagari : Nagari adalah kesatuan masyarakat
hukum adat dalam daerah Provinsi Sumbar, yang terdiri dari himpunan beberapa suku yang mempunyai wilayah
yang tertentu batas-batasnya, mempunyai kekayaan sendiri, berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan memiliki
pimpinan pemerintahannya.
Menurut Herman Sihombing (1975:1-2) Nagari adalah
bentuk organisasi kehidupan masyarakat desa dalam sistem pemerintahan desa yang
berlaku didaerah Sumatera Barat. Nagari disini merupakan unit pemeintahan
terendah dibawah kecamatan dan juga merupakan kesauan wilayah, kesatuan adat
serta kesatuan administrasi pemerintahan. Dapat dikatakan bahwa Nagari di
Minangkabau layaknya sebuah negara yang berdaulat[4].
Lembaga pertama yang dihasilkan dan diberikan otoritas oleh etnis Minangkabau
adalah mamak[5] yang kemudian berkembang keatas kepada pangulu[6]
dan berpuncak kepada Kerapatan Adat Nagari (KAN). KAN merupakan institusi rapat
nagari yang dihadiri oleh pengulu suku yang sudah bergelar adat dalam nagari,
dan merupakan utusan dari kampung[7]
masing-masing. Disinilah tumbuh kembangnya kepemimpinan secara politis di
Minangkabau yang didasari oleh nilai musyawarah dan munfakat dan dapat
dikatakan bahwa demokratisasi serta pendidikan politik telah ada dan mengakar
dari sistem bernagari semenjak dahulunya. Secara Struktural lembaga ini dapat
dikatakan sebagai perwakilan atau lembaga legislatif, sementara Wali Nagari
sebagai kepala eksekutif (Sri Zul Chairiyah, 2005:5) dan hirarki pemerintah
dibawahnya adalah Wali Jorong atau Tungganai
(Kepala Suku).
Perubahan atas Nagari secara fundamental tercipta saat
berlakunya UU No. 5 Tahun 1979 tentang Sistem Pemerintahan Desa. Sentralisasi
ini merata seluruh Indonesia. Kepala Desa menjadi pemangku kekuasaan yang
tertinggi di wilayah desa. Lemabaga kerapatan adat tidak lagi ada sebagai
perwakilan adat setempat namun diubah menjadi Lembaga Musyawarah Desa (LMD)
yang beranggotakan kepala dusun, tokoh masyarakat desa serta pimpinan lembaga
kemasyarakatan. Lembaga ini layaknya kamar legislatif ditingkat desa namun
anehnya struktural organisasi lembaga ini pun berada dibawah Kepala Desa.
Tujuan dibentuknya lembaga ini untuk memperkuat pemerintahan desa dan mewadahi
perwujudan pelaksanaan demokrasi pancasila di tingkat desa (Kartasapoetra,
1986:52). Namun, hak-hak independensi pemerintahan adat secara implisit tidak
diakui oleh negara lagi. Banyak kerugian yang timbul akibat peraturan ini,
terutama Nagari di wilayah Sumatera Barat, diantarannya: (1) perbatasan tanah
ulayat jadi sukar, (2) perbatasan antar desa sukar ditentukan, (3) rasa kesatuan
senagari lemah, (4) disintegrasi sosial
dikarenakan hilangnya nagari dan melemahnya adat, (5) sistem hubungan yang kuat antara mamak
atau pangulu dengan kemenakan atau anggota suku-suku menjadi pudar, dan (6)
potensi masyarakat sedesa terlalu kecil untuk pembangunan (Sri Zul Chairiyah,
2005:75)
Kemudian dengan tumbangnya Rezim Orde Baru pada
gerakan reformasi 1998, menciptakan hegemoni yang hebat terutama perihal sistem
ketatanegaraan Indonesia. Dari sistem yang terpusat menjadi sistm desentralisasi
yang euforianya adalah mengembalikan harga diri dan martabat daerah,
sebagaimana yang telah tercantum diawal penulisan tadi. Lalu, perubahan pun
juga tercipta dari pemerintahan pusat hingga kelevel pemerintahan yang
terendah. Tidak tertutup, kampanye reformasi yang mengusung nilai-nilai
demokrasi juga menjalar ke Nagari yang ada di sumatera barat.
II
RUMUSAN
MASALAH
Semangat akan adanya desentralisasi dan hegemogi
reformasi yang mengusung nilai-nilai demokrasi diciptakan dengan Amandemen UUD
1945 dan pembaharuan UU Pemerintahan Daerah serta hirarki Peraturan-peraturan
dibawahnya. Khusus untuk pemerintahan terdepan[8]
di Sumatera Barat diatur dalam PERDA dan/atau PERBUP[9].
Seperti yang diungkapkan diatas, bahwasanya reformasi
yang mengusung nilai-nilai demokrasi. Maka perubahan ketatanegaraan tercipta
sesuai dengan konsep demokrasi yakni kekuasaan ditangan rakyat dari rakyat dan
untuk rakyat dengan nilai kebebasan (liberte)
serta persamaan derajat (egalite)[10].
Demokrasi itu sendiri secara konseptual membutuhkan dua lembaga unsur yakni
partai politik dan pemilihan umum[11]. Indonesia
adalah Negara demokrasi pancasila yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan
kekuasaan (machtsstaat), artinya
pemerintahan atas sistem konstitusi dan hukum dasar, tidak bersifat kekuasaan
mutlak dan tidak terbatas atau biasa disebut Absolutisme. Oleh Kant dan Stahl
ada empat unsur Rechtsstaat dalam artian klasik, yakni: (1) Hak-hak manusia,
(2) Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu (trias politica), (3) Pemerintahan
berdasarkan peraturan-peraturan, (4) Peradilan administrasi dalam perselisihan.
Pembagian
kekuasaan dalam pemerintahan Nagari tidaklah sama disaat pemerintahan nagari
pada dahulunya. Adanya trias politica dalam nagari yang menjadi unsur lembaga
resmi. Trias politica tersebut terwujud dalam badan Eksekutif yang dilembagai
oleh Wali Nagari, Badan Permusyawaratan Rakyat Nagari (BPRN) sebagai lembaga Legislatif dan Kerapaan Adat Nagari
(KAN) sebagai lembaga yudikatif.
Salah
satu dampak dari demokratisasi itu juga terjadi di Kabupaten Tanah Datar,
dimana tersebut sebagai Kota Budaya di Sumatera Barat. Secara
Antropologis-Historis Kabupaten Tanah Datar adalah kabupaten yang termasuk
dalam Luhak Nan Tuo bagi suku bangsa Minangkabau, bersama Luhak Agam sebagai
Luhak nan tangah dan Luhak 50 Koto sebagai Luhak nan bungsu. Kemudian kabupaten
ini dari tahun ketahun juga menjadi sentral adat suku bangsa Minangkabau
diseluruh dunia. Sehingga, wajar kiranya mempertahankan sistem budaya, sosial
dan ekonomi serta politik. Seperti KAN yang hanya diisi oleh rakyat nagari yang
telah memiliki gelar dimasing-masing suku yang ada dalam nagari.
Khusus
di Kabupaten ini; sesuai dengan PERDA No.4 Tahun 2008, dilegalkan bahwa ada
lima lembaga unsur yang menjadi kekuatan politik dinagari dalam mencapai
kekuasaan pimpinan eksekutif, yakni Wali Nagari. Seperti Partai Politik, masing-masing
lembaga unsur yang ada wajib untuk merekomendasikan bakal calon Wali Nagari
yang akan bertarung dalam pemilihan umum Wali Nagari[12].
Lembaga unsur yang dimadsudkan terdiri dari Niniak Mamak, Alim Ulamo, Cadiak
Pandai, Bundo Kanduang dan Pemuda.
Selain
itu, lembaga unsur tersebut juga mendapatkan hak-nya untuk menduduki perwakilan
politik di Badan Permusyawaratan Rakyat Nagari (BPRN). Masing-masing lembaga unsur tersebut memiliki
kuota yang beragam sesuai dengan kuantitas populasi penduduk di nagari tersebut[13].
Dari
latar belakang yang tertulis diatas bahwa intervensi pemerintah yang
berlangsung secara bertahap baik pemerintahan sebelum kemerdekaan maupun
setelah merdeka yang dibuktikan dengan dikeluarkannya peratuan-peraturan legal
formal serta demokratisasi yang muncul akibat Reformasi 1998 dengan ditandai
oleh perubahan sistem ketatanegaraan, maka Pemerintah Daerah juga ikut serta
dalam perubahan dan siklus dimanikasi politik tersebut.
Sebagaimana
yang diungkapkan diatas bahwa Nagari di Sumatera Barat dan di Kabupaten Tanah
Datar pada khususnya. Menjadikan demokrasi melalui pemilihan umum Wali Nagari
dan Lembaga Unsur sebagai Partai Politik yang mengusungnya, serta memiliki hak
untuk duduk dalam Badan Permusyawaratan Rakyat Nagari. Sehingga dapat
dirumuskan masalah, yakni:
Bagaimanakah
dinamika kekuatan politik lembaga unsur dalam pemerintahan Nagari di Kabupaten
Tanah Datar?
III
METODE
1.
Tipe Pendekatan
Pembuatan Makalah ini dominan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Dengan pendekatan kuantitatif maka diperoleh
data-data empirik yang memungkinkan kita untuk melihat kecenderungan umum kekuatan
politik lembaga unsur dalam politik di nagari melalui
penganalisaan data-data dan angka[14].
Penelitian perilaku politik mewajibkan peneliti
harus mengukur perilaku yang sangat beragam, karena itu peneliti harus mengambil generalisasi
dari perilaku-perilaku
tersebut,
dan
proses
ini
lebih
cocok
dilakukan
dengan
metode kuantitatif. Makalah ini termasuk
kedalam penelitian penjelasan (explanatory
research) sebab dalam penelitian ini dilakukan
pengujian
terhadap
hubungan
kausal antara beberapa variabel data makalah.
2.
Teknik Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder merupakan
data yang diperoleh
dari pihak lain, baik itu
berupa dokumentasi, data
kebijakan-kebijakan terkait, data demografi,
kondisi geografis, data-data tentang
admisnistratif dan data-data lain yang memberikan
informasi dalam makalah ini.
3. Populasi
dan Pemilihan Sampel
Populasi adalah
daftar keseluruhan jumlah demografi dari apa yang akan dijelaskan yang pada
nantinya diambil sampel yang akan dijadikan objek dalam makalah ini. Nagari di
Kabupaten Tanah Datar berjumlah 75 Nagari yang tersebar di 14 kecamatan dengan pembagian rata-rata
perkecamatan memiliki 5,35 Nagari.
Posisi Kabupaten Tanah
Datar sendiri dari sector geografis memiliki kantong-kantong pembagian wilayah
secara politis, ekonomi-pendidikan dan budaya. Dari populasi nagari dan
kecamatan diatas, ada 3 kecamatan yang akan dijadikan sampel berdasarkan
wilayah kantong-kantong variabel politik, ekonomi dan budaya.
Pengambilan sampel ini dilakukan agar dapat mengimpulkan
kekuatan politik dari lembaga unsur nagari yang ada. Kemudian kita dapat
mempetakan perilaku politik dari lembaga unsure
melalui faktor eksternal lembaga tersebut; dalam artian adalah faktor
geografis sentral politik, ekonomi-pendidikan dan budaya.
Pusat politik atau kekuasaan dari Kabupaten Tanah Datar
berada di Nagari Pagaruyung, Kecamatan Tanjung Emas. Hal dimungkikan adanya
pengaruh kekuatan penguasa yang berada disekitar kecamatan, sehingga seluruh
nagari yang ada dikecamatan ini dijadikan sampel.
Kemudian, Pusat Ekonomi-Pendidikan Kabupaten Tanah Datar
berada di Nagari Baringin dan Nagari Limo Kaum, Kecamatan Limo kaum. Dalam
kecamatan yang memiliki aspek ekonomi yang kuat ini ditandai dengan adanya
sentral perniagaan kabupaten, kemudian juga menjadi sentral transportasi desa
serta pusat pendidikan. Ini memungkinkan adanya pengaruh ekonomi yang dominan
diwilayah tersebut. Sehingga Nagari yang berada dikecmatan tersebut dijadikan
sampel.
Terakhir adalah Pusat Budaya yang berda di Nagari
Pariangan, Kecamatan Pariangan. Sebagai Objek kekuatan politik yg berasal dari lembaga adat, maka variabel
budaya juga menjadi kecenderungan dalam menentukan perilaku politik dari
lembaga unsur. Pariangan sebagai Pusat budaya telah terbukti secara historis
sebagai sentral budaya Minangkabau sebagai awal asal-usul suku bangsa ini. Hal
ini menjadikan seluruh nagari yang ada di kecamatan Pariangan sebagai sampel.
IV
PEMBAHASAN
A.
Demokratisasi Pasca Reformasi
Demokratisasi yang sebagaimana diungkapkan diatas,
menjadikan perubahan yang sangat signifikan dalam ketataegaaan, politik, budaya
dan sosial diseluruh Indonesia pada umumnya dan paling khusus pada pemerintahan
Nagari di sumatera barat. Hal ini yang membuat menarik terutama perihal
dinamika politis perihal Negara, kekuatan, kebijakan publik dan pembuat keputusan
serta alokasi dan distribusi.
Seluruh hal yang menyangkut perihal indikator politis
diatas tidak tertutup peluang pula di pemerintahan pada level dibawahnya. Tidak
hanya terjadi Sehigga yang terjadi adalah sebuah hegemoi yang menyeluruh serta
distorsi-distorsi legal yang menyertainya.
Seperti yang diungkapkan diatas bahwa demokrasi itu dapat
dilaksanakan apabila mendapat dua institusi yang wajib ada; yakni pemilihan
umum dan partai politik. Sehingga pasca reformasi ini dapat dikatakan hal ini
harus dimiliki dan dilaksanakan agar tercipta dan terwujudnya semangat
demokrasi yang diinginkan. Skema integran dari dinamika politik Nagari di
Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat dapat diterangkan sebagai berikut:
Pemilihan Umum
|
Demokrasi
|
Partai Politik
|
Wali Nagari Langsung
|
Lembaga Unsur Nagari
|
Dapat dijelaskan bahwa turunan dari dua institusi yang
sebagai syarat sebuah demokrasi yakni pemilihan umum menjadi pemilihan umum
langsung bagi para calon yang akan bertarung untuk mendapatkan jabatan
eksekutif di Nagari dan Partai Politik secara implisit diamanatkan oleh aturan
legal-fomal kepada lembaga unsur yang ada di Nagari.
Garis penghubung antara partai politik dengan pemilihan
umum adalah tejadi dalam hal pendelegasian partai dan partisipasi partai dalam
keikutsertaan di ajang yang diselenggarakan agar demokrasi berjalan sesuai
dengan regulasi yang dalam perebutan kekuasaan ditingkat ketatangaraan. Hal
tersebut juga terjadi tidak hanya pada tingkatan nasional semata, namun juga
pada tingkatan yang paling terendah sekalipun. Sehingga dalam percaturan
politik Nagari, lembaga unsurlah yang bertindak sebagai partai politik. Hal ini
disimpulkan mengingat dilegalkannya dan diwajibkannya lembaga unsur untuk ikut
seta dan berpartisipasi dalam pemilihan umum secara langsung perbutan kekuasaan
ekskutif di Nagari yakni jabatan sebagai Wali Nagari.
Pandangan legal formal akan hal tersebut diuraikan dalam
PERDA No. 4 Tahun 2008 Tentang Nagari, kemudian turunan dari PERDA ini yakni
Peraturan Bupati Tanah Datar No. 15 Tentang Lembaga Unsur Nagari. Sehingga
demokratisasi dari dampak pasca reformasi nampak jelas terlaksana hingga
percaturan politik lokal.
B. Sistem Perwakilan dan tersegernya fungsi KAN
Tantangan selanjutnya adalah perihal perwakilan
yang ada dalam pasca reformasi. Perwakilan menjadi sebuah perspektif yang
menarik untuk disimak. Pasalnya sistem perwakilan, khusus ditingkat nagari
memiliki keterwakilan yang cukup unik. Lembaga perwakilan masyarakat Nagari di
Kabupaten Tanah Datar ini disebut dengan Badan Permusyawaratan Rakyat Nagari
(BPRN) dan diwakili oleh lembaga unsur. Hal inilah yang semakin menguatkan poin
(A) diatas bahwa lembaga unsur Nagari telah layaknya teroganisir layaknya
Partai Politik.
Pada awalnya, keterwakilan ini menjadi
lembaga oligarki yang hanya berisikan para pemuka-pemuka adat yang telah batagak gala
atau mendapatkan gelar adat dari masing-masing pesukuan atau kaum
yang ada di Nagari. Kemudian membentuk diri dalam suatu lembaga Kerapatan Adat
Nagari (KAN). Dalam ketentuan umum PERDA Kabupaten Tanah Datar No. 4 Tahun 2008
Tentang Nagari; yang dimadsud dengan KAN adalah lembaga kerapatan niniak mamak pemangku adat yang telah ada dan diwarisi
secara turun temurun sepanjang adat yang berlaku di masing-masing Nagari dan
merupakan lembaga tertinggi dalam penyelenggaraan adat di Nagari. Inilah awal munculnya
oligarki yang telah ada dalam nilai adat di Minangkabau yang bersifat politis.
Fungsinya tidak lain dan tidak bukan adalah layaknya sebuah majelis tinggi
dalam sistem Unikameral.
Politik dalam khazanah keilmuan mengenal
akan adanya distribusi dan alokasi (distribution and allocation) yang lebih
menekankan pembagian nilai-nilai yang ada dari stiap lembaga sesuai dengan
pemaknaan yang dimiliki. Seiring dengan kemajuan dan perubahan sosial dan tetap
dalam ruang lingkup masalah demokrasi pasca reformasi distribusi dan alokasi
nilai dari lembaga perwakilan yang awalnya berada pada KAN yang diisi oleh para
datuk-datuk, dialihkan sebahagian
kepada lembaga Badan Permusyawaratan Rakyat Nagari (BPRN) yang berisikan
lembaga unsur.
Namun hal ini tidak sepenuhnya menjadi sebuah
kebebasan dari demokrasi. Pasalnya, tidaklah bebas bagi lembaga unsur yang
bertindak sebagai pertai politik ditingkat Nagari mendominasikan diri untuk
meletakkan perwakilannya dalam badan legislatif ini. Hal dikarenakan faktor
Peraturan legal formal yang mengikat yaitu Peraturan Bupati Tanah Datar No. 15
Tentang Pembentukan BPRN, dimana pertimbangan jumlah ditentukan dari faktor
populasi masyarakat yang ada dinagari. Berikut adalah pembahagian keterwakilan
yang dimadsud.
Jumlah
Populasi Nagari
|
Alokasi
Perwakilan (Orang)
|
Jumlah
|
||||
Niniak
Mamak
|
Alim
Ulamo
|
Cadiak
Pandai
|
Bundo
Kanduang
|
Pemuda
|
||
3.000 jiwa,
|
2
|
1
|
2
|
1
|
1
|
7
|
3.000 s/d 6.000 jiwa
|
2
|
2
|
2
|
1
|
2
|
9
|
lebih dari 6.000 jiwa
|
3
|
2
|
2
|
2
|
2
|
11
|
Dapat jelas terlihat bahwa fungsi keterwakilan yang
dimiliki lebih didominasi oleh lembaga unsur dari Niniak Mamak. Sehingga sistem
keterwakilan ini belumlah dapat dibebaskan sesuai dengan dinamika dan
sistematika demokrasi yang lebih mengutamakan kesetaraan dan persamaan derajat.
Karena dalam hal ini fungsi dan
pertimbangan adat secara implisit nilai-nilai yang mengikuti lebih diutamakan.
Hal ini tidak terlepas dari falsafah hidup masyarakat Minanangkabau yakni Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi
Kitabullah[1].
Masyarakat Minagkabau dengan pemerintahan Nagari-nya pada pasca reformasi ini masih
dapat dikatakan sebagai masyarakat yang Homogen dan kuatnya rasa Gemmenshalf,
sehingga bukanlah menjadi soal perihal keterwakilan semacam diatas dikarenakan
kuatnya nilai-nilai adat yang masih dipegangnya.
Akhirnya, kekuatan Politik yang besar
dari Lembaga unsur Niniak Mamak menjadi sangat kentara. Sehingga banyak Niniak
Mamak yang kemudian dapat meraih kemenangan dalam pemilihan umum langsung wali
nagari. Hal ini akan diuraikan dalam poin pembahasan beritkunya.
C. Pemilihan Wali Nagari dan Kekuatan politik
lembaga unsur Nagari
Pemilihan Wali Nagari memiliki jejak
historis yang telah diungkapkan dalam pendahuluan makalah ini. Namun
sebagaimana yang diungkapkan diatas bahwa pemilihan Wali Nagari sebagai wujud
dari demokatisasi, dilaksanakan dengan cara pemilihan secara langsung yang
dimadsukan agar siapapun yang akan terpilih mendapatkan legitimasi yang sah
dari pemilih atau rakyat.
Sementara Politik adalah semua kegiatan
yang menyangkut masalah memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan yang
biasanya dianggap bahwa perjuangan kekuasaan (power struggle) ini mempunyai tujuan yang menyangkut kepentingan
seluruh masyarakat (Miriam Budihadjo 2008;18). Dalam hal lain diungkapkan bahwa
politik adalah masalah siapa mendapatkan apa, kapan dan bagaimana[2].
Intervensi negara yang diatur secera
legal formal perihal pemilihan Wali Nagari di Kabupaten Tanah Datar diatur
dalam PERBUP No. 14 Tahun 2008. Dalam peraturan tersebut Wali Nagari dipilih
langsung oleh Rakyat Nagari melalui pemilihan umum. Dan sebagaimana yang
ditulis sebelumnya bahwa lembaga unsur bertindak layaknya partai politik,
sehingga walaupun setiap rakyat nagari memiliki hak untuk mencalonkan diri
menjadi Wali Nagari namun membutuhkan kendaraan politik yang ada di nagari
tersebut; yakninya lembaga unsur yang ada.
Suatu hal yang unik lainnya dari sebuah
sistematika politik Nagari ini, lembaga unsur yang mengusung calon dapat pula
melangsungkan koalisi politik dengan lembaga unsur lainnya. Sehingga situasi
politik ini tidak ubahnya seperti politik di tingkat nasional. Dari data yang
didapat, kita dapat mengimpulkan lembaga unsur mana yang tepat untuk diajak
untuk berkoalisi. Dinamika politik di nagari perihal perebutan kekuasaan
eksekutif; yakni Wali Nagari, dapat dilihat dari pemetaan sampel[3]
berikut:
C.1 Sentral
Kekuasaan-Politik
Pusat politik atau kekuasaan dari Kabupaten Tanah Datar
berada di Nagari Pagaruyung, Kecamatan Tanjung Emas. Ini ditandai dengan pusat
pemerintahan Kabupaten Tanah Datar yang ada disekitar kecamatan, seperti kantor
Bupati, kantor-kantor dinas, DPRD dan beberapa kantor-kantor dan cabang partai politikseperti
Partai Demokat (PD), Partai Hati Nurani Rakyat (P-HANURA) dan lain-lain yang
setingkat kabupaten yang berlokasi di kecamatan ini. Hal dimungkikan adanya
pengaruh kekuatan penguasa yang berada disekitar kecamatan. Berikut adalah
pemetaannya.
Nagari
|
Lembaga Unsur
Pemenang
|
Prioritas Koalisi 1
|
Prioritas Koalisi 2
|
Prioritas Koalisi 3
|
Pagaruyung
|
Niniak Mamak
|
-
|
-
|
-
|
Saruaso
|
Pemuda
|
-
|
-
|
-
|
Tanjuang Barulak
|
Niniak Mamak
|
Bundo Kanduang
|
-
|
-
|
Koto Tangah
|
Niniak Mamak
|
Bundo Kanduang
|
Cadiak Pandai
|
Alim Ulamo
|
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa Niniak Mamak
dapat mendominasi pemenangan dikecamatan Tanjung Emas sebagai sentral kekuasaan
Kabupaten. Pengaruh Pagaruyung sebagai sentral kerajaan adat di Minangkabau,
memungkinkan masyarakat lebih berperilaku secara sosiologis dalam memilih.
Kekuatan politik yang dimiliki oleh Niniak Mamak membuktikan bahwa dari tiga
dari empat pemilihan umum Wali Nagari di
kecamatan Tanjung Emas dapat dimenangkan oleh lembaga unsur ini.
Selanjuntya prioritas koalisi dapat dikatakan bahwa Bundo
Kanduang adalah pilihan yang tepat dalam memenangkan pemilihan. Dilihat dari
dua Nagari yang berkoalisi dengan Bundo Kanduang sebagai prioritas utama
sebagaimana Niniak Mamak yang terpilih sebagai Wali Nagari di Nagari Tanjuang
Barulak dan Koto Tangah.
C.2 Sentral Ekonomi-Pendidikan
Pusat Ekonomi-Pendidikan Kabupaten Tanah Datar berada di
Nagari Baringin dan Nagari Limo Kaum, Kecamatan Lima kaum. Ditambah lagi dengan
posisi Batusangkar sebagai ibukota Kabupaten. Dalam kecamatan yang memiliki
aspek ekonomi yang kuat ini ditandai dengan adanya sentral perniagaan
kabupaten, kemudian juga menjadi sentral transportasi desa serta pusat
pendidikan yang ditandai dengan beragamnya tingkatan pendidikan yang ada, mulai
dari PAUD hingga perguruan tinggi sertai pusat-pusat kursus. Ini memungkinkan
adanya pengaruh ekonomi-pendidikan yang dominan diwilayah tersebut. Berikut
adalah pemetaannya.
Nagari
|
Lembaga Unsur
Pemenang
|
Prioritas Koalisi 1
|
Prioritas Koalisi 2
|
Prioritas Koalisi 3
|
Limo Kaum
|
Cadiak Pandai
|
-
|
-
|
-
|
Cubadak
|
Cadiak Pandai
|
-
|
-
|
-
|
Baringin
|
Niniak Mamak
|
Bundo Kanduang
|
Cadiak Pandai
|
-
|
Parambahan
|
Cadiak Pandai
|
-
|
-
|
-
|
Labuah
|
Alim Ulamo
|
Bundo Kanduang
|
-
|
-
|
Lembaga unsur Cadiak Pandai yang berada dalam kecamatan
Limo Kaum mendominasi pemilihan Wali Nagari. Kekuatan politiknya sebagai tokoh
masyarakat yang dicanangkan secara adat sebagai yang cerdas dan pandai menjadi
pilihan oleh masyarakat di Kecamatan Limo Kaum. Dapat dikatakan bahwa faktor
psikologis menjadi tendensi yang kuat dalam perilaku memilih masyarakatnya,
ditambah lagi indikator lain yakni tiga dari lima kemenangan Cadiak Pandai ini
memiliki gelar akademis.
Sebagai pusat perniagaan dan pendidikan maka tidak heran
pula bila Cadiak Pandai mendapatkan tempat. Tidak hanya dalam hukum adat namun
juga telah dikukuhkan bahwa Cadiak Pandai berfungsi sebagai fasilitator, motivator dan dinamisator dalam
pembangunan untuk kemajuan nagari, kemudian memiliki togas pokok untuk
memberikan pengtahuannya sebagai konstribusi untuk kemajuan nagari[4].
Hal ini juga menjadi optimisme bersama dari sisi determinasi ekonomis dan
pendidikan.
Kemudian Posisi Bundo
Kanduang masih pada prioritas yang utama untuk berkoalisi dalam pemilihan umum
langsung. Baik itu digunakan oleh Alim Ulamo di Nagari Labuah dan Niniak Mamak
di Nagari Baringin
C.3 Sentral Budaya
Terakhir adalah Pusat Budaya yang berada di Nagari
Pariangan, Kecamatan Pariangan. Pariangan sebagai Pusat budaya telah terbukti
secara historis sebagai sentral budaya Minangkabau sebagai awal asal-usul suku
bangsa ini. Pembuktian ini telah banyak dilakukan oleh para peneliti dan secera
adat tertulis bahwa asal usul nenek moyang Minangkabau berawal dari lereng
gunung Marapi. Lereng tersebut pada akhirnya tertempat di Nagari Pariangan yang
kemudian diproklaim sebagai Nagari Tertua.
Sebagai Objek kekuatan politik yg berasal dari historikal
adat, maka variabel nilai budaya asli juga menjadi kecenderungan dalam
menentukan kekuatan politik dari lembaga unsur. Berikut adalah pemetaannya
Nagari
|
Lembaga Unsur
Pemenang
|
Prioritas Koalisi 1
|
Prioritas Koalisi 2
|
Prioritas Koalisi 3
|
Sawah Tangah
|
Niniak Mamak
|
-
|
-
|
-
|
Sungai Jambu
|
Niniak Mamak
|
-
|
-
|
-
|
Simabur
|
Alim Ulama
|
Niniak Mamak
|
-
|
-
|
Pariangan
|
Cadiak Pandai
|
-
|
-
|
-
|
Tabek
|
Pemuda
|
-
|
-
|
-
|
Batu Basa
|
Bundo Kanduang
|
Niniak Mamak
|
-
|
-
|
Seperti yang terjadi di Kematan Tanjung Emas sebagai pusat
kekuasaan kabupaten dan kerajaan adat Pagaruyung, maka hal ini tidak jauh
berbeda dengan apa yang terjadi di Kecamatan Pariangan. Niniak Mamak dalam
posisi yang strategis untuk memenangkan pemilihan Wali Nagari. Meskipun hanya
dua dari eman kantong pemilihan namun Niniak Mamak menjadi prioritas dalam
pemilihan koalisi politik untuk pemenangan, seperti yang dilakukan oleh Alim
ulama di Nagari simabur dan Bundo Kanduang di Nagari Batu Basa.
Hal yang unik dari data diatas adalah pemenang dari
pemilihan umum Wali Nagari diatas diwakili oleh tiap-tiap lembaga unsur dan
artinya hampir tidak ada leembaga unsur yang tidak mencalonkan anggotanya untuk
bertaung dalam pemilihan Wali Nagari. Namun demikian hal ini tidaklah
mengejutkan pasalnya lembaga unsur yang ada dalam Nagari hampir dikatakan aktif
dan tidak disfungsi,dikarenakan faktor adat budaya yang kental dikecamatan ini.
Sehingga pada tiap-tiap lembaga unsur mampu berpartisipasi layaknya partai
politik.
V
Kesimpulan
Dari makalah ini dapat
kita simpulkan beberapa hal, yakni:
1. Demokratisasi
paska reformasi menyentuh Nagari. Khususnya di Kabupaten Tanah Datar demokrasi
membentuk pemilihan umum langsung untuk posisi Wali Nagari dan Lembaga Unsur
Nagari layaknya Partai Politik.
2. Pembagian
jatah perwakilan BPRN yang diintervensi oleh Pemerintah Kabupaten melalui
kebijakan yang menghendaki perwakilan melalui perspektif populasi.
3. Pembagian
kekuasaan lebih dominan di Lembaga Unsur Niniak Mamak, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a. Niniak
Mamak mendapatkan alokasi perwakilan di BPRN lebih banyak.
b. Dalam
Urusan KAN pastinya adalah Lembaga Unsur Niniak Mamak yang diisi dengan anggota
yang telah mendapatkan gelar adat salingka nagari
4. Bergesernya
fungsi kerja KAN yang diambil alih oleh BPRN.
5. Nilai-nilai
feminisme dalam Lembaga Unsur Bundo Kanduang dapat menjadi kendaraan koalisi
prioritas untuk menjaring suara dari perempuan.
6. Pada
sentral kekuasaan dominasi dan dampak dari peraturan pemerintah tampak jelas
terlihat penguasaan Niniak Mamak masih menjadi kunci untuk mempertahankan
kepemimpinan adat.
7. Pada
Sentral Ekonomi-Pendidikan lebih tampak pudarnya tendensi homogen masyarakat
Nagari. Sebagaimana fungsi dan tugas pokok Lembaga Unsur Cadiak Pandai menjadi
pilihan perubahan.
8. Pada
Sentral Budaya, tiap-tiap lembaga unsur berfungsi sebagaimana fungsi adatnya
dan dengan demokratisasi ini bukanlah menjadi hal yang sulit bagi lembaga unsur
berpatisipasi. Intinya, kekuatan politik masing-masing lembaga unsur di sentral
budaya ini menunjukan bahwa disfungsi lembaga tidak terwujud.
[1]
Madsudnya Adat berdasarkan dari syafaat agama; dan agama berdasarkan kitab
Allah (Al-Qur’an)
[2]
Harol D. Laswell, Who gets What, When and
How (New: Medirian Books, Inc, 1959)
[3]
Sebagaimana yang diuraikan pada bagian Metode, Populasi dan Sampel yang
miliputi faktor geografis sentral Politik, Ekonomi-Pendidikan dan Budaya.
[4]
Perbup Tanah Datar No. 15 Tahun 2008, Pasal 12 dan 13 ayat (a)
[1]
Sebagaimana yang tertulis dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
[2]
Yakni, persekutuan masyarakat adat yang diakui keberadaannya seperti Desa di Jawa,
Nagari di Sumatera
Barat (Kecuali Kep. Mentawai; seperti yang tertulis secara de jure dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat No. 2 Tahun
2007), Kampung di Sumatera Selatan.
[3]
Adalah sebuah kearifan lokal (local widom)
yang ada dalam masyarakat Minangkabau yang menjadi landasan dalam bermusyawarah
dan mengambil keputusan (desicion making
process). Ungkapan tersebut secara implisit juga mengadung nilai
persaudaraan (Freternite), nilai
demokrasi secara kolektif dengan berorientasi kepada kepentingan bersama.
Kebiasaan musyawarah mendapatkan munfakat inilah yang membangun institusi rapat
yang dapat berbentuk rapat famili, rapat suku, dan rapat nagari.
[4]
Sebagaimana penjelasan dan diskusi yang disimpulkan oleh penulis dari mata
kuliah Sistem Pemerintahan Desa dan Nagari, di Jurusan Ilmu Politik-Universitas
Andalas, Semester VI.
[5]
Mamak adalah laki-laki yang dituakan dalam rumah. Dalam sistem matrilineal di
minangkabau, mamak bersala dari garis keturunan ibu. Posisi mamak dalam rumah
gadang adalah pai tampek batanyo, pulang
tampek babarito. Ia memimpin dengan mufakat yang diambil melalui musyawarah
famili di Rumah Gadang (Rumah Adat, Tradisional Khas Minangkabau)
[6]
Pangulu adalah orang yang dituakan dalam suku. Ia memimpin suku secara
musyawarah dan munfakat di Surau sukunya.
[7]
Kampung yang dimadsud diatas adalah perwakilan dari teritori hirarki dibawah
pemerintahan nagari yang dimana masing-masing nagari memiliki pemnyebutan yang
berbeda-beda. Contonya Jorong, Korong dan Koto.
[8]
Pemerintahan terdepan yang dimadsud diatas adalah pemeritahan yang terendah
yakni Desa. Pemerintahan terdepan dikampanyekan oleh Gubenur Sumatera Barat
Irwan Prayitno (2010-2015) kepada pemerintahan nagari sebagai wujud
dekonsentrasi program pemerintah yang bertujuan agar terciptanya pembangunan
diwiliyah pedesaan.
[9]
Diantaranya adalah Perda Provinsi Sumatera Barat No.2 Tahun 2007, Perda
Kabupaten Tanah Datar No. 4 Tahun 2008, Perbup Tanah Datar No 13, 14 dan 15
Tahun 2008.
[10]
Seseuai dengan konsep demokasi yang terlahir dalam Revolusi Prancis yang
menumbangkan kekuasaan Absolut Louis.
[11]
Sebagaimana penjelasan dan diskusi yang disimpulkan oleh penulis dari mata
kuliah Teori Perbandingan Politik, di Jurusan Ilmu Politik-Universitas Andalas,
Semester VII.
[12]
Hal ini berdasarkan Perturan Bupati No.15 Tahun 2008
[13]
Hal ini Berdasarkan Peraturan Bupati No.13 Tahun 2008.
[14] Melly.G.Tan, Penggunaan
Data
Kuantitatif:Metode
Penelitian Masyarakat, dalam Koentjaraningrat (ed), Jakarta, PT. Gramedia, 1994, hal. 253
Tidak ada komentar:
Posting Komentar