Angka statistik ekonomi Indonesia sungguh
mengagumkan. Bank Indonesia mencatat bahwa
pertumbuhan ekonomi dalam negeri tahun ini sebesar 6,3 persen, akan menjadi
pertumbuhan tertinggi kedua di dunia setelah China mencapai 7,8 persen. Suatu
hal yang hebat ditengah melambatnya ekonomi dunia pada tahun ini yang
diperkirakan dari 3,2 persen menjadi 3,1 persen dan di 2013 turun dari 3,5
persen menjadi 3,4 persen.
Hal ini
ditandai dengan pendapatan perkapita yang melompat tinggi yakni 3.000USD
(sekitar Rp.27 juta). Banyak bank-bank besar memperkirakan hal ini terjadi pada
tahun 2020. Menurut Direktur Operasional dan Konsumen Nielsen Indonesia, Catherine
Eddy, menyatakan bahwa kelas menengah adalah konsumen yang berpendapatan Rp.2-3
Juta per bulan yang jumlahnya pun mengalami pertumbuhan yang cepat sekitar 48
persen jumlah penduduk di Indonesia dan sedang mengalami peningkatan taraf
hidup sehingga kelompok besar ini menjadi industri ritel di Indonesia.
Data dan
fakta diatas menunjukan sebuah kekuatan dari Indonesia sebagai negara. Dalam
mencukupi kehidupan dan kebutuhan masyarakat, Indonesia mampu melaksanakan pertumbuhan
ekonomi dengan banyaknya capital flow
yang dapat dikatakan bebas keluar masuk negara ini. Menciptakan pertumbuhan
angka ekspor dan membuka lapangan pekerjaan yang besar bagi angka usia
produktif. Pendapatan nasional menjadi besar sehingga menurut Gamawan Fauzi,
ditingkat daerah saja pusat mampu memberikan dana lebih dari 437 triliun rupiah.
Percepatan
ekonomi indonesia ini dapat dikatakan going
strong but do not run well. Karena, Hal ini sangatlah ironi dengan posisi
Indonesia dalam indeks perkembangan manusia (human development index). Data dari UNDP pada 2 November 2011,
Indonesia menempati peringkat 124 dari 187 negara dunia.
Seakan
memang kita terlena akan nikmat dan terbuai atas uang-uang yang ada dikantong
kita, dibuktikan dengan daya beli masyarakat kita yang seakan membuat barang
mudah dan murah untuk dijangkau. Namun bayangkanlah kualitas orang yang ada di
Indonesia yang seakan kita dapat dikatakan sebagai negara yang masih
terbelakang (Under-development). Hal
ini yang membuat kita mudah untuk diekploitasi besar-besaran secara ekonomi
ditengah kekayaan alam yang dimiliki Indonesia yang berada dikawasan tropis diantara
dua samudera dan dua benua ini.
Posisi
Indonesia dalam indeks pembangunan manusia mengalami trend kemerosotan. Pada
tahun 1999 Indonesia berada pada rangking 105 dan pada tahun 2011 berada pada
rangking 124 yang diatasnya ada Afrika Selatan, Kiribati dan Honduras dan
dibawahnya ada Vanuatu, Kyrgyztan, Tajikistan dan Vietnam. Dalam persaingan
bersama 21 negara Asia pasifik, Indonesia berada pada rangking 12. Rata-rata HDI
negara Asia Pasifik adalah 0,671 sementara Indonesia 0,617 yang mana artinya
adalah, indonesia masih berada dibawah rata-rata negara di Asia pasifik.
Ditengah euforia ekonomi diatas ternyata tidak diiringi dengan peningkatan
kualitas manusianya. Lantas siapa yang diuntungkan?
Paradigma
pembangunan ekonomi yang super ini memang dijadikan prioritas oleh pemerintah.
Meskipun tidak ada kritik diawalnya, pemerintah berhasil melaksanakan Triple Track Strategy, yakni: 1)
Meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi (Pro Growth), 2)
Memperluas Lapangan Pekerjaan Baru (Pro Job) , dan 3)
Meningkatkan Program Perlindungan kepada Masyarakat Miskin (Pro Poor).
Hasilnya memang income Indonesia
berada pada posisi 9 dari 21 negara di Asia Pasifik. Namun, dampaknya adalah
terlupakannya pembangunan yang berorientasi kepada manusia.
Dari data
UNDP, indikator pendidikan Indonesia, menepati posisi 119 dari 187 negara dunia
dan rangking 12 di Asia Pasifik. Kondisi ini berjalan ditempat dengan
menunjukan kurva yang mendatar pada tahun 2010 ke tahun 2011. Anehnya, usaha
pemerintah tidaklah proggresif dan revolusioner dalam menanggapi angka-angka
tersebut karena yang dilakukan pemerintah di tahun 2012 ini hanya bersifat
pembenahan. Yang akan dilakukan pemerintah, menurut data kesra, adalah
meningkatkan sarana pendidikan dan melakukan standarisasi guru dan dosen. Serta
peningkatan dana Bantuan Operasional Sekolah.
Meminjam
dari pernyataan Tanri Abenk, seharusnya yang dilakukan adalah membangun sambil
berbenah dan berbenah sambil membangun. Artinya, percepatan pada bidang
pendidikan adalah menjadi suatu kunci sukses dalam mengatasi masalah
keterbelakangan dan mendongkrak rangking Indonesia untuk mendiptakan
manusia-manusia yang berkualitas dan bukan hanya penyelesaian yang bersifat top-down.
Salah
satunya adalah memberikan pinjaman kepada siswa-siswi untuk melanjutkan
pendidikan keperguruan tinggi, baik itu perguruan tinggi yang berada dalam
negeri ataupun luar negeri. Pinjaman itu nantinya diganti dengan biaya
pengabdian selama exchange value
sebanyak berapa pemerintah pinjami terdahulu. Nantinya, tidak hanya regulasi namun
hal ini juga membutuhkan transparansi, akuntabilitas dan integritas dari segala
pelaku yang ada. Sehingga jiwa-jiwa bereaucratic
capitalism menjadi punah.
Contoh Kasus adalah di kabupaten Tanah Datar,
Sumatera Barat. Pemerintah Daerah sejak tahun 2007 memberikan reward kepada guru dan siswa/i
berprestasi pergi studi banding ke Malaysia-Singapura dan menghabiskan dana puluhan
juta rupiah. Setiap tahun manusia-manusia terdidik ini berangkat secara berkala
dengan aktor yang berbeda tapi tidak dengan petinggi daerah yang bisa pergi
setiap tahun. Anehnya, tidak ada follow-up dan result dari program ini,
begitupun juga beasiswa perguruan tinggi bagi putra-putri daerah. Seharusnya
program empower ini bersifat research and development (R&D) dan
bukan semata membuat siswa/i berkompetisi satu sama lain demi sebuah hadiah
pelisiran.
Pertanyaannya,
seberapakah efektifitas angka-angka kesuksesan ekonomi untuk pembangunan. Jika
kenyataan menunjukkan bahwa peningkatan jumlah ekonomi berbanding terbalik
dengan pembangunan menusia. Semakin meningkat jumlah pertumbuhan ekonomi,
semakin menurun pembangunan manusia di Indonesia.
Perubahan paradigma pembangunan saat ini
bukanlah hanya semata menjadi acuan ekonomi saja ataupun memperbanyak nasional income secara besar-besar.
Mengurangi angka kemiskinan dan membuka lowongan pekerjaan yang seluas-luasnya.
Memang disisi itu kita terlihat kuat, terlebih telah masuk jajaran G-20. Namun
tanggapilah prestasi ini dengan tidak hanya melakukan hal-hal yang bersifat
normatif dan merubah paradigma pembangunan dari pemenuhan kebutuhan masyarakat
menjadi paradigma pembangunan peningkatan kualitas tiap-tiap individu masyarakat
yang harus dilakukan negara secara proggresif dan revolusioner.
Ekspektasi yang akan dijadikan output dari perubahan paradigma
pembangunan ini adalah terbentuknya kharakter yang khas Indonesia yang
berkepribadian dan berkebudayaan. Alhasil, negara mampu menciptakan manusia yang profetik yakni, intelektual yang
tidak memikirkan dirinya sendiri semata tapi berfikir bagaimana dapat
memberikan sebanyak-banyaknya bagi lingkungan.
Harus diingat bahwa kekayaan alam dan sumber
dayanya yang diberikan tuhan kepada manusia sangatlah terbatas, namun ada
sumber kekayaan lain yang diberikan tuhan, yakninya adalah otak manusia itu
sendiri. Oleh karena itu, berdayakanlah sehebat-hebatnya dan seagung-agung
sumber daya manusia Indonesia itu. Jadi, Indonesia strong or weak state?; bila tidak merubah paradigma pembangunannya,
Indonesia could be weakened, fade away
and become shadow state.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar