Rabu, 14 Oktober 2009

Kabinet yang dinanti........

Oleh: Prof. Dr. Ikrar Nusa Bhakti
Profesor Riset Bidang Intermestic Affairs LIPI, Jakarta

SUSUNAN Kabinet masa bakti 2009–2014 amat dinanti-nantikan banyak kalangan, baik partai politik, pelaku ekonomi, akademisi, maupun masyarakat biasa.

Kita akan melihat apakah para anggota kabinet lebih banyak berasal dari kelompok profesional nonpartai atau masih campuran antara kelompok profesional murni dan kelompok profesional yang berasal dari partai-partai politik. Upaya serius pasangan presiden dan wakil presiden terpilih, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)- Boediono, untuk lebih mengedepankan kinerja kabinet ketimbang bagi-bagi kursi harus kita acungi jempol.

Apalagi bagi SBY pribadi ini adalah suatu “pertaruhan politik” yang amat luar biasa pentingnya karena ini adalah masa bakti terakhirnya sebagai presiden. Jika SBY salah memilih orang, bukan mustahil berbagai program yang sudah dia canangkan, baik program 100 hari maupun lima belas program yang akan dijalankannya selama lima tahun akan sulit dicapai. Citra keseriusan SBY dalam menyusun kabinet antara lain tampak dari ketatnya urutan jadwal memanggil para kandidat menteri sampai pelantikan kabinet (Seputar Indonesia, 12/10).

Pada Jumat (16/10) para kandidat menteri akan dipanggil ke rumah kediaman pribadi SBY di Cikeas. Mereka akan dihubungi oleh dua orang kepercayaan SBY, Hatta Rajasa dan Sudi Silalahi. Ini untuk menghindari adanya “orang-orang iseng” yang menelepon mereka yang “ingin sekali” masuk ke dalam jajaran kabinet. Pada 21 Oktober kabinet akan diumumkan, sehari kemudian para menteri pilihan itu akan dilantik. Inisiatif pasangan SBY-Boediono menyiapkan kontrak kerja dan pakta integritas yang harus ditandatangani para calon menteri pun suatu yang positif.

Kita ingin para menteri bekerja dengan baik, tidak korup, tidak menyalahgunakan wewenang jabatan, termasuk dalam hal ini semua yang terkait dengan pembelian barang untuk kebutuhan departemen, kementerian negara, atau lembaga pemerintah nondepartemen. Sudah menjadi rahasia umum bahwa persoalan pengadaan barang kadang dapat menguntungkan pribadi, keluarga,atau kelompok dari sang menteri. Kontrak kerja dan pakta integritas kita harapkan dapat benarbenar diterapkan dan tidak membelenggu para menteri nantinya untuk berkreasi demi keberhasilan tugas-tugas mereka.

Peringatan ini perlu saya kemukakan di dalam tulisan ini karena selama ini Presiden SBY selalu menekankan bahwa, menurut konstitusi kita, wakil presiden dan para menteri hanyalah “pembantu presiden”. Pernyataan SBY tidak salah karena begitulah bunyi konstitusi. Namun, jangan kata “pembantu presiden” itu kemudian menafikan kreativitas para menteri untuk berkarya demi bangsa. Presiden sebaiknya hanya memberikan arahan garis besar kebijakan yang harus ditempuh dan dicapai, sedangkan proses kerja biarkan para menteri berkreativitas untuk mencapainya.

Ada pula satu pertanyaan yang mengganjal di benak saya,apakah panggilan terhadap para kandidat menteri itu akan mengulang situasi pada 2004 lalu—yang dijuluki para pengamat sebagai “bak audiensi calon pemain sinetron”— ataukah seserius yang kita bayangkan. Ini terkait dengan pemberitaan harian ini (12/10) yang seakan sudah mengetahui siapa-siapa saja yang akan duduk di kabinet. Jika pilihan sudah ditentukan sebelum wawancara berlangsung, pengumuman anggota kabinet pada 21 Oktober merupakan antiklimaks, bukan suatu klimaks yang dinanti masyarakat.

Walau demikian, kita tak perlu berburuk sangka,semoga saja wawancara itu sungguh serius dan jika ada calon yang tidak memenuhi kriteria jabatan, sebaiknya diganti dengan yang lain agar slogan the right person in the right place benar-benar terpenuhi.

Program dan Kinerja Menteri
Cita-cita SBY agar semua atau sebagian besar dari 15 program Kabinet SBY-Boediono dapat terlaksana dengan baik dalam lima tahun ke depan merupakan suatu tujuan suci pemerintahan keduanya.

Program itu ibarat “Meraih Mimpi” karena begitu fantastis dan banyak. Tengok misalnya program pertumbuhan ekonomi minimal 7%, penurunan kemiskinan hingga 10%, penurunan pengangguran hingga 6%, swasembada beras dilanjutkan dengan swasembada daging sapi dan kedelai, serta peningkatan mutu pendidikan. Para calon menteri yang akan duduk di departemen- departemen yang terkait dengan program itu tentu harus bersiap diri untuk bekerja keras, bukan hanya mampu membuat iklan layanan masyarakat soal kinerja departemennya.

Inisiatif Presiden SBY untuk meningkatkan kemampuan pertahanan dan keamanan serta memodernisasi alutsista TNI/Polri juga harus didukung menteri yang tahu seluk-beluk pertahanan dan keamanan serta liku-liku pembelian alutsista. Tanpa itu, seberapa besar pun anggaran yang digelontorkan pemerintah kepada TNI/Polri, hanya akan menguap dan kurang terasa bagi peningkatan kapabilitas TNI/Polri serta kesejahteraan prajurit. Nama baik dan peran Indonesia di dunia internasional kini terasa rendah.

Tak mengherankan jika meningkatkan kedua hal tersebut merupakan suatu suatu keniscayaan. Namun, itu bukan semata tugas dari seorang menteri luar negeri dan jajarannya semata, melainkan tugas seluruh komponen pemerintah dan masyarakat. Tengok betapa malunya kita di tengah upaya meningkatkan peran Indonesia di dunia internasional, ternyata Indeks Pembangunan Manusia Indonesia tahun ini bukannya meningkat, melainkan justru menurun. Ini memperburuk citra Indonesia yang selama ini selalu sesumbar tentang Human Development Index yang menjadi program PBB.

Tak pelak lagi, jika kita ingin meningkatkan peran internasional Indonesia, kita harus meningkatkan sumber daya manusia, kekuatan ekonomi,kekuatan militer, kekuatan intelektual, dan tentu kekuatan diplomasi kebudayaan kita. Gabungan ke-15 program kerja pemerintah itu, jika berjalan baik, akan meningkatkan hard power, soft power, dan smart power Indonesia yang dapat digunakan dalam diplomasi internasional. Angan-angan meningkatkan peran internasional Indonesia merupakan suatu yang amat positif, seperti juga impian agar suatu saat nanti ada tokoh Indonesia yang menjadi sekretaris jenderal PBB.

Namun, untuk meraihnya kita harus bekerja keras,tak cukup melalui proyek pencitraan yang membabi buta—yang kadang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Menggapai bintang-bintang di langit atau meraih mimpi bukanlah suatu yang buruk, asalkan itu sesuai modal dasar, kerja keras, dan hasil yang telah kita capai hingga saat ini.

Sebelum kita melambungkan impian yang begitu tinggi,adalah amat terhormat jika SBY paling tidak memiliki mimpi seperti Bill Clinton sebelum menjadi Presiden Amerika Serikat, yaitu meninggalkan warisan pada anak-anak Indonesia sesuatu yang amat menjanjikan bagi masa depan mereka: dari segi kesejahteraan ekonomi, kesehatan, pendidikan, lapangan kerja, dan pemerataan pembangunan secara vertikal dan horizontal. Untuk meraih semua itu,harus tetap dalam koridor demokrasi, bukan dengan cara-cara otoriter seperti era Orde Baru.

Kita tak ingin, seperti dikatakan oleh almarhum Herb Feith soal Orde Baru, pemerintahan SBY 2009–2014 dijuluki sebagai “rezim developmentalis represif.” Demokrasi yang kita bangun jangan sampai tertatih-tatih sebagai akibat nafsu besar SBY untuk membangun kabinet atas dasar koalisi besar nasional yang memasukkan semua kekuatan politik ke kabinet.Salah satu program kerja pemerintah ialah penguatan demokrasi dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM). Ini harus dibuktikan dalam praktik kepemerintahan.

Kita tunggu saja apa hasil wawancara SBY dengan para kandidat menteri. Kita harap semua sesuai nilai-nilai ideal yang sering dilontarkan SBY di berbagai kesempatan. Kita juga tidak ingin melihat adanya kekuatan politik yang “mutung” karena hanya dapat satu atau tidak dapat sama sekali kursi di kabinet, lalu menyatakan diri menjadi partai oposisi.

Angan-angan kita ialah para anggota kabinet nanti adalah orangorang terpilih yang memiliki visi dan kerja keras membangun bangsa, bukan visi untuk membangun diri, keluarga, ataukelompoknya semata. Kita tunggu saja, apakah anganangan kita akan menjadi kenyataan, ataukah kita seakan jatuh dari langit karena tak mampu mewujudkan angan-angan suci tersebut.(*)

Seputar Indonesia: Selasa, 13 Oktober 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar