Rabu, 07 November 2012

PERUBAHAN PARADIGMA PEMBANGUNAN




Angka statistik ekonomi Indonesia sungguh mengagumkan. Bank Indonesia mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi dalam negeri tahun ini sebesar 6,3 persen, akan menjadi pertumbuhan tertinggi kedua di dunia setelah China mencapai 7,8 persen. Suatu hal yang hebat ditengah melambatnya ekonomi dunia pada tahun ini yang diperkirakan dari 3,2 persen menjadi 3,1 persen dan di 2013 turun dari 3,5 persen menjadi 3,4 persen.

Hal ini ditandai dengan pendapatan perkapita yang melompat tinggi yakni 3.000USD (sekitar Rp.27 juta). Banyak bank-bank besar memperkirakan hal ini terjadi pada tahun 2020. Menurut Direktur Operasional dan Konsumen Nielsen Indonesia, Catherine Eddy, menyatakan bahwa kelas menengah adalah konsumen yang berpendapatan Rp.2-3 Juta per bulan yang jumlahnya pun mengalami pertumbuhan yang cepat sekitar 48 persen jumlah penduduk di Indonesia dan sedang mengalami peningkatan taraf hidup sehingga kelompok besar ini menjadi industri ritel di Indonesia.

Data dan fakta diatas menunjukan sebuah kekuatan dari Indonesia sebagai negara. Dalam mencukupi kehidupan dan kebutuhan masyarakat, Indonesia mampu melaksanakan pertumbuhan ekonomi dengan banyaknya capital flow yang dapat dikatakan bebas keluar masuk negara ini. Menciptakan pertumbuhan angka ekspor dan membuka lapangan pekerjaan yang besar bagi angka usia produktif. Pendapatan nasional menjadi besar sehingga menurut Gamawan Fauzi, ditingkat daerah saja pusat mampu memberikan dana lebih dari 437 triliun rupiah.

Percepatan ekonomi indonesia ini dapat dikatakan going strong but do not run well. Karena, Hal ini sangatlah ironi dengan posisi Indonesia dalam indeks perkembangan manusia (human development index). Data dari UNDP pada 2 November 2011, Indonesia menempati peringkat 124 dari 187 negara dunia.


Seakan memang kita terlena akan nikmat dan terbuai atas uang-uang yang ada dikantong kita, dibuktikan dengan daya beli masyarakat kita yang seakan membuat barang mudah dan murah untuk dijangkau. Namun bayangkanlah kualitas orang yang ada di Indonesia yang seakan kita dapat dikatakan sebagai negara yang masih terbelakang (Under-development). Hal ini yang membuat kita mudah untuk diekploitasi besar-besaran secara ekonomi ditengah kekayaan alam yang dimiliki Indonesia yang berada dikawasan tropis diantara dua samudera dan dua benua ini.

Posisi Indonesia dalam indeks pembangunan manusia mengalami trend kemerosotan. Pada tahun 1999 Indonesia berada pada rangking 105 dan pada tahun 2011 berada pada rangking 124 yang diatasnya ada Afrika Selatan, Kiribati dan Honduras dan dibawahnya ada Vanuatu, Kyrgyztan, Tajikistan dan Vietnam. Dalam persaingan bersama 21 negara Asia pasifik, Indonesia berada pada rangking 12. Rata-rata HDI negara Asia Pasifik adalah 0,671 sementara Indonesia 0,617 yang mana artinya adalah, indonesia masih berada dibawah rata-rata negara di Asia pasifik. Ditengah euforia ekonomi diatas ternyata tidak diiringi dengan peningkatan kualitas manusianya. Lantas siapa yang diuntungkan?

Paradigma pembangunan ekonomi yang super ini memang dijadikan prioritas oleh pemerintah. Meskipun tidak ada kritik diawalnya, pemerintah berhasil melaksanakan Triple Track Strategy, yakni: 1) Meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi (Pro Growth), 2) Memperluas Lapangan Pekerjaan Baru (Pro Job) , dan 3) Meningkatkan Program Perlindungan kepada Masyarakat Miskin (Pro Poor). Hasilnya memang income Indonesia berada pada posisi 9 dari 21 negara di Asia Pasifik. Namun, dampaknya adalah terlupakannya pembangunan yang berorientasi kepada manusia.

Dari data UNDP, indikator pendidikan Indonesia, menepati posisi 119 dari 187 negara dunia dan rangking 12 di Asia Pasifik. Kondisi ini berjalan ditempat dengan menunjukan kurva yang mendatar pada tahun 2010 ke tahun 2011. Anehnya, usaha pemerintah tidaklah proggresif dan revolusioner dalam menanggapi angka-angka tersebut karena yang dilakukan pemerintah di tahun 2012 ini hanya bersifat pembenahan. Yang akan dilakukan pemerintah, menurut data kesra, adalah meningkatkan sarana pendidikan dan melakukan standarisasi guru dan dosen. Serta peningkatan dana Bantuan Operasional Sekolah.

Meminjam dari pernyataan Tanri Abenk, seharusnya yang dilakukan adalah membangun sambil berbenah dan berbenah sambil membangun. Artinya, percepatan pada bidang pendidikan adalah menjadi suatu kunci sukses dalam mengatasi masalah keterbelakangan dan mendongkrak rangking Indonesia untuk mendiptakan manusia-manusia yang berkualitas dan bukan hanya penyelesaian yang bersifat top-down.

Salah satunya adalah memberikan pinjaman kepada siswa-siswi untuk melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi, baik itu perguruan tinggi yang berada dalam negeri ataupun luar negeri. Pinjaman itu nantinya diganti dengan biaya pengabdian selama exchange value sebanyak berapa pemerintah pinjami terdahulu. Nantinya, tidak hanya regulasi namun hal ini juga membutuhkan transparansi, akuntabilitas dan integritas dari segala pelaku yang ada. Sehingga jiwa-jiwa bereaucratic capitalism menjadi punah.

Contoh Kasus adalah di kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Pemerintah Daerah sejak tahun 2007 memberikan reward kepada guru dan siswa/i berprestasi pergi studi banding ke Malaysia-Singapura dan menghabiskan dana puluhan juta rupiah. Setiap tahun manusia-manusia terdidik ini berangkat secara berkala dengan aktor yang berbeda tapi tidak dengan petinggi daerah yang bisa pergi setiap tahun. Anehnya, tidak ada follow-up dan result dari program ini, begitupun juga beasiswa perguruan tinggi bagi putra-putri daerah. Seharusnya program empower ini bersifat research and development (R&D) dan bukan semata membuat siswa/i berkompetisi satu sama lain demi sebuah hadiah pelisiran.

Pertanyaannya, seberapakah efektifitas angka-angka kesuksesan ekonomi untuk pembangunan. Jika kenyataan menunjukkan bahwa peningkatan jumlah ekonomi berbanding terbalik dengan pembangunan menusia. Semakin meningkat jumlah pertumbuhan ekonomi, semakin menurun pembangunan manusia di Indonesia.


Perubahan paradigma pembangunan saat ini bukanlah hanya semata menjadi acuan ekonomi saja ataupun memperbanyak nasional income secara besar-besar. Mengurangi angka kemiskinan dan membuka lowongan pekerjaan yang seluas-luasnya. Memang disisi itu kita terlihat kuat, terlebih telah masuk jajaran G-20. Namun tanggapilah prestasi ini dengan tidak hanya melakukan hal-hal yang bersifat normatif dan merubah paradigma pembangunan dari pemenuhan kebutuhan masyarakat menjadi paradigma pembangunan peningkatan kualitas tiap-tiap individu masyarakat yang harus dilakukan negara secara proggresif dan revolusioner.

Ekspektasi yang akan dijadikan output dari perubahan paradigma pembangunan ini adalah terbentuknya kharakter yang khas Indonesia yang berkepribadian dan berkebudayaan. Alhasil, negara mampu menciptakan manusia yang profetik yakni, intelektual yang tidak memikirkan dirinya sendiri semata tapi berfikir bagaimana dapat memberikan sebanyak-banyaknya bagi lingkungan.

Harus diingat bahwa kekayaan alam dan sumber dayanya yang diberikan tuhan kepada manusia sangatlah terbatas, namun ada sumber kekayaan lain yang diberikan tuhan, yakninya adalah otak manusia itu sendiri. Oleh karena itu, berdayakanlah sehebat-hebatnya dan seagung-agung sumber daya manusia Indonesia itu. Jadi, Indonesia strong or weak state?; bila tidak merubah paradigma pembangunannya, Indonesia could be weakened, fade away and become shadow state.  
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar